“Pendidikan yangg baik bukan hanya mencerdaskan otak, tetapi juga menumbuhkan budi pekerti dan kesadaran moral dalam berteknologi.” (Abdul Mu’ti).
Kalimat sederhana ini mengandung syarat makna yangg kudu diperhatikan untuk semua orang tua dan pendidik, Bagaimana generasai bangsa kita bisa menjadi generasi yangg sehat dan pandai tanpa melupakan budi pekerti dan kesadaran moral terutama dalam perkembangan teknologi.
Transformasi pendidikan Indonesia saat ini diharapkan bergerak menuju arah yangg lebih manusiawi dan berkarakter. Setelah lama berfokus pada aspek akademik, sekarang pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mulai menekankan keseimbangan antara kepintaran digital dan kebiasaan hidup sehat. Salah satu inisiatif yangg menonjol adalah penguatan nilai-nilai melalui “Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat”, yangg diintegrasikan dengan kebijakan Digitalisasi Pendidikan Nasional.
Perubahan besar tidak lahir dari perihal luar biasa, tetapi dari kebiasaan mini yangg dilakukan terus-menerus (Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti). Pernyataan ini menegaskan bahwa penguatan karakter tidak bisa instan, perihal ini tumbuh dari kebiasaan sederhana yangg dibentuk sejak dini, terutama dalam menghadapi tantangan era digital yangg sarat distraksi dan tekanan informasi.
Membangun Karakter di Era Digital
Tujuh kebiasaan anak Indonesia dahsyat yangg dimaksud meliputi: bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan bergizi, doyan belajar dan bermasyarakat, tidur cukup, serta imajinatif dan peduli.
Kebiasaan-kebiasaan ini tampak sederhana, tetapi mempunyai implikasi besar bagi pembentukan profil pelajar yangg seimbang secara moral, intelektual, dan sosial.
Kebiasaan bangun pagi menumbuhkan disiplin dan tanggung jawab. Dalam konteks pembelajaran digital yangg fleksibel, disiplin waktu menjadi kunci keberhasilan. Siswa yangg mempunyai kebiasaan teratur bakal lebih mudah menyesuaikan diri dengan sistem pembelajaran daring dan manajemen waktu belajar mandiri.
Kebiasaan beragama dan beretika menanamkan integritas serta moralitas di bumi maya. Dalam kebijakan Profil Pelajar Pancasila (Kemendikbudristek, 2023), nilai “beriman, bertakwa, dan beradab mulia” menjadi dimensi utama pendidikan karakter.
Etika digital lahir dari kesadaran spiritual ini — agar pelajar menggunakan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab.
Sementara itu, berolahraga dan makan bergizi merupakan kebiasaan yangg sekarang kembali digalakkan melalui program Gerakan Sekolah Sehat (Kemendikdasmen, 2025). Pemerintah menyadari bahwa digitalisasi membawa akibat style hidup sedentari (kurang gerak) dan pola makan tidak sehat. Karena itu, kebijakan ini mengintegrasikan aktivitas bentuk dan edukasi gizi di sekolah untuk menjaga keseimbangan antara aktivitas digital dan kesehatan jasmani.
Digitalisasi Pendidikan yangg Menyehatkan
Digitalisasi pendidikan tidak hanya penggunaan perangkat teknologi di sekolah. Esensinya adalah gimana teknologi bisa memperkuat kualitas pembelajaran, memperluas akses, dan membentuk karakter. Wamen Pendidikan Dasar dan Menengah Atip Latipulhayat (2025) menyampaikan, “Digitalisasi pembelajaran bukan pengganti guru, melainkan perangkat untuk memperkaya proses belajar yangg berpusat pada anak.”
Melalui platform Merdeka Mengajar, pembimbing dan siswa sekarang dapat bekerja-sama lintas wilayah dan saling berbagi praktik baik. Ini mencerminkan semangat kebiasaan “gemar belajar dan bermasyarakat”, di mana kerjasama menjadi bagian dari proses pendidikan.
Namun, digitalisasi juga menimbulkan tantangan baru: kelelahan visual, stres digital, dan kecanduan gawai. Untuk itu, kebiasaan tidur cukup menjadi penting. Program Bijak Bermedia Digital (Kemendikdasmen & Kominfo, 2024) menekankan pentingnya literasi digital yangg seimbang. “Digitalisasi kudu menyehatkan, bukan melelahkan,” demikian pernyataan resmi dalam pedoman nasionalnya.
Kebiasaan terakhir, imajinatif dan peduli, merupakan puncak dari enam kebiasaan sebelumnya. Anak Indonesia Hebat tidak hanya pandai dalam menggunakan teknologi, tetapi juga berempati dan inovatif. Melalui program Inovasi Digital Pelajar (Kemendikdasmen, 2025), siswa diajak menciptakan proyek berbasis teknologi yangg mempunyai nilai sosial — misalnya aplikasi ramah lingkungan, media literasi anak, alias kampanye kesehatan mental digital.
Dampak Positif yangg Nyata
Kombinasi antara kebiasaan hidup sehat dan digitalisasi pendidikan yangg bijak memberikan beragam akibat positif. Pertama, meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kebiasaan disiplin, sehat, dan imajinatif melahirkan generasi yangg tidak hanya bisa beradaptasi dengan teknologi, tetapi juga produktif dan berintegritas.
Hal ini sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045 yangg menempatkan pendidikan sebagai fondasi utama daya saing bangsa. Kedua, memperkuat moral dan etika digital anak bangsa. Di tengah banjir info dan budaya viral, pembiasaan ibadah, etika, dan empati membantu siswa memilah antara konten berfaedah dan hoaks.
Ketiga, pemerataan mutu pendidikan. Seperti disampaikan oleh Wamen Fajar Riza Ul Haq (Kemendikdasmen, 2025), “Digitalisasi pembelajaran mempercepat pemerataan akses dan mutu pendidikan di seluruh Indonesia.” Dengan jaringan internet dan platform pembelajaran daring, anak-anak di wilayah 3T sekarang mempunyai kesempatan belajar yangg setara dengan siswa di kota besar.
Terakhir, lahirnya inovator muda berkarakter. Ketika anak terbiasa imajinatif dan peduli, mereka tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi pembuat solusi yangg berfaedah bagi masyarakat.
Kebijakan Kemendikdasmen tentang Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat dan Digitalisasi Pendidikan yangg Sehat adalah langkah strategis untuk memastikan bahwa kemajuan teknologi tidak menjauhkan manusia dari nilai-nilai kemanusiaan. Teknologi hanyalah perangkat nilai moral, kesehatan, dan karakter tetap menjadi jantung pendidikan.
Seperti dikatakan Abdul Mu’ti dalam peluncuran program nasional tersebut, “Transformasi digital kudu memanusiakan manusia.” Ungkapan ini menjadi pesan moral bagi seluruh ekosistem pendidikan: keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Apabila tujuh kebiasaan dahsyat ini betul-betul tertanam dalam diri pelajar Indonesia, maka digitalisasi pendidikan bukan hanya menghasilkan anak yangg pandai digital, tetapi juga sehat, berakhlak, dan peduli. Inilah wajah pendidikan masa depan — pendidikan yangg tidak hanya mencerdaskan otak, tetapi juga menumbuhkan hati dan karakter bangsa.
*Penulis: Dr. Endang Suprapti, S.Pd., M.Pd., Dosen Pendidikan Matematika UMSurabaya
1 hari yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·