Tawaf Wada: Tawaf Perpisahan dari Baitullah yang Selalu Dirindukan - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Makkah-Suara ‘Aisyiyah. Jemaah haji Indonesia mulai kembali ke tanah air secara berjenjang baik melalui Jeddah maupun Madinah. Sebelum meninggalkan Makkah, jemaah terlebih dulu melaksanakan Tawaf Wada.

Makna Tawaf Wada

Siti Aisyah, Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, menjelaskan, wada berfaedah perpisahan. Dengan demikian, tawaf wada berfaedah tawaf perpisahan dengan Kabah. Dalam konteks usai melaksanakan ibadah haji, tawaf wada menandakan selesainya semua ibadah haji dan jemaah sudah bakal kembali alias meninggalkan Makkah.

Saat jemaah haji datang ke Makkah, biasanya jemaah melaksanakan tawaf qudum. “Tawaf qudum itu seumpama salam selamat datang, ketika mau pulang ya pamitan dengan tawaf wada,” ujarnya. Lebih lanjut dia mengungkapkan bahwa tawaf wada sifatnya masyru’ alias disyariatkan.

Lebih lanjut, Aisyah, mengingatkan bahwa filosofi haji adalah perjalanan spiritual menuju Allah, “Sudah berjamu ke baitullah, pulangnya ya pamitan,” terangnya.

Hukum Tawaf Wada

Terdapat sabda tentang tawaf wada yangg diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ibnu Abbas,

لا ينفر أحد حتى يكون أخر عهده الطواف بالبيت

la yanfironna ahadun, hatta yakuuna akhiru ’ahdi thowafa bil bait.

Janganlah salah seorang Anda berangkat (meninggalkan Makkah) sebelum melakukan pertemuan terakhir dengan baitullah.

Hadis tersebut menjelaskan bahwa janganlah seseorang pergi dari Makkah sebelum melakukan tawaf wada.

Lebih lanjut, Aisyah menjelaskan, terdapat perbedaan norma alias khilafiyyah penyelenggaraan tawaf wada di kalangan mujtahid. Menurut Imam Malik, Abu Dawud, dan Ibnu Mundzir, tawaf wada hukumnya tidak wajib alias sunnah dan tidak wajib. Sedangkan Imam Hanafi, Imam Ahmad bin Hambal, dan Imam Syafii, beranggapan bahwa tawaf wada hukumnya wajib. Jika tidak melakukan maka dia kudu bayar dam.

Perempuan Haid Tidak Tawaf Wada

Perempuan yangg sedang menstruasi tidak dikenakan keharusan tawaf wada, jelas Aisyah. Ia kemudian menyebut sabda riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas,

rukhisha lil marati an tanfira idzaa ahadhat.

“Diberi keringanan bagi wanita untuk nafar alias bertolak (tidak usah berpamitan) andaikan sedang haid.”

Terdapat pula sabda yangg diriwayatkan Bukhari dan Muslim,

أَمْرَ النَّاسَ أَنْ يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ إِلَّا أَنَّهُ خُفِّفَ عَنِ الْمَرْأَةِ الْحَائِضِ

“Manusia diperintahkan menjadikan perkara terakhir mereka (ketika melakukan haji dan umrah) adalah dengan tawaf di Ka’bah, melainkan diberi keringanan kepada wanita berhaid.”

Aisyah menjelaskan, “karena tawaf kudu suci, beda dengan tawaf ifadhah, jika wanita sudah bakal pulang maka dia kudu bersuci terlebih dulu baru kemudian melakukan tawaf ifadhah lantaran bagian dari rukun haji,” ungkapnya.

Cara Tawaf Wada

Cara melakukan tawaf wada sebagaimana melakukan tawaf lainnya, hanya berbeda niatnya saja. Ia mencontohkan, jika tawaf ifadhah diniatkan sebagai tawaf ibadah untuk memenuhi rukun haji, maka tawaf wada diniatkan sebagai tawaf perpisahan.

Mengingat tawaf wada merupakan tawaf perpisahan dengan masjidil haram dan Kabah, maka prinsipnya jika sudah tawaf wada tidak lagi ke masjidil haram. “Tapi jika jemaah ke hotel ya boleh, apalagi jika terdapat hambatan bis terlambat menjemput, tapi sebaiknya segera meninggalkan Makkah.”

Saat melaksanakan tawaf wada maka jemaah bisa mengucap syukur lantaran telah selesai melaksanakan haji dan umrah. Berhaji merupakan kenikmatan yangg diberikan Allah lantaran merupakan panggilan dari Allah dan tidak semua bisa melaksanakannya. Selanjutnya, jemaah bisa memanjatkan angan agar ibadah haji dan umrah yangg dikerjakan bisa diterima Allah swt dan menjadi haji yangg mabrur.

Kala tawaf wada, jemaah dapat bermohon agar kelak bisa kembali memenuhi panggilan ke baitullah lantaran memenuhi panggilan Allah adalah sebuha kerinduan yangg tak berujung. Usai melaksanakan tawaf wada, jemaah juga bakal kembali ke tanah air, sehingga dia pun bisa bermohon untuk diberi keselamatan dalam perjalanan menuju tanah air.

Sebagai tawaf perpisahan, tak jarang jemaah diliputi kesedihan mendalam lantaran kudu berpisah dengan Baitullah. Saat awal datang ke baitullah pun, kerap kali jemaah meneteskan air mata kebahagiaan lantaran dapat memenuhi panggilan ke baitullah. Apalagi saat jemaah kudu berpisah dengan baitullah di tengah suasana taqarrub ila Allah. Derai air mata pun seringkali tak terbendung di tengah bait-bait angan yangg dipanjatkan. Baitullah adalah sebuah kerinduan.   (hns)

-->
Sumber suaraaisyiyah.id
suaraaisyiyah.id