Sumut Tidak Takut Inflasi
Oleh : Dr. Salman Nasution, SE.I.,MA
Berbagai analis pasar seperti Gunawan Benyamin terus menyampaikan pada group WA pengajar mengenai dengan kondisi inflasi di Sumatera Utara. Tak hentinya analis tersebut menshare perkembangan inflasi termasuk penanganannya diantaranya intervensi pemerintah, ialah melakukan support pangan murah seperti cabai. Pasar pun merespon jika tidak positif pasti negatif. Intervensi tersebut minim mengurangi nilai pangan tersebut lantaran sifatnya pragmatis non strategis. Sampai kapan pemerintah mempunyai stok pangan? Disisi lain, inflasi yangg tinggi merupakan pengaruh berhari-hari apalagi berbulan-bulan.
Pada September 2025 sampai saat ini, inflasi Sumatera Utara tercatat paling tinggi pada provinsi di Indonesia, ialah sebesar 5,32 persen (yoy), melampaui rata-rata nasional yangg berada pada 2,65 persen (yoy). Sepertinya, pembisik ekonomi kepada pemerintah Sumatera Utara hanya menyenangkan telinga Gubernur Sumatetra Utara dengan memberikan data-data tiruan alias tidak valid. Tren ekonomi melalui data-data BPS (badan pusat statistik), Bank Indonesia termasuk beberapa analis ekonomi selalu menyampaikan mengenai up-date ekonomi regional dan nasional apalagi internasional alias mungkin pemerintah tidak takut inflasi.
Persentase inflasi di tingkat sekitar 1 s/d 2 persen dianggap stabil dan terkendali. Jika inflasi berada di atas nomor tersebut indikasinya perekonomian tidak terkontrol dan tidak terkendali. Apalagi akhir periode 2025 berada 5,32 persen, sebulan sebelumnya ialah Agustus 2025, inflasi berada pada persentase 4,42, pada Juli 2025 sebesar 2,86 persen, dan pada Juni 2025 sebesar 1,25 persen, artinya inflasi cendrung naik. Apakah inflasi ini dibaca oleh pembisik ekonomi alias gubernur Sumatera Utara alias tidak?
Umum bagi kita pemahaman mengenai inflasi, bahwa dalam rumah tangga yangg mempunyai uang, namun peralatan tidak ada, padahal rumah tangga kudu hidup, kudu sehat, kudu mobilisasi. Orang bingung, dimana beli barang, jikalau ada peralatan namun terbatas. Penjual memanfaatkan prinsip dan konsep ekonomi ialah dengan menaikan harga. Bukan satu rumah tangga saja yangg mau makan, mau sehat, namun ada 15 juta masyarakat Sumatera Utara yangg mau beli. Hanya yangg punya duit berlebih yangg bisa beli. Orang dengan finansial yangg pas-pasan membeli seadanya. Dan sampai kapan orang miskin bisa beli disaat inflasi terus menerus menjuarai.
Menurut analis ahli ekonomi lainnya, ada parameter kenaikan inflasi seperti permintaan yangg cukup tinggi setelah eksekusi Program Makan Bergizi Gratis alias dikenal dengan MBG. Makan siang pasti ada nasi, ada bumbu, ada lauk pauk. Ketika program ini disikapi oleh pemerintah Sumatera Utara tentu kudu memastikan setiap perangkat dan aktivitas produktivitas ekonomi masyarakat bekerja. Meningkatnya konsumsi masyarakat apalagi sudah diprogram oleh pemerintah pusat kudu diiringi dengan produktivitas pangan.
Indikator prasarana pengedaran juga mempengaruhi inflasi. Orang mau makan, tapi beras belum datang lantaran truk rusak di tengah jalan lantaran jalanan rusak di jalan lintas Sumatera Utara yangg belum optimal. Orang yangg biasanya beli beras Rp. 10.000, menjadi Rp. 15.000 kok makin hari makan mahal. Pengusaha beras pun gak mau rugi, dengan argumen besar biaya distribusi, truk ban pengangkut logistik rusak dan lambat lantaran jalan rusak dibeberapa wilayah. Supir truk kudu manambah kapabilitas konsumsinya lantaran ada waktu menunggu dalam proses perbaikan truk. Padahal Gubernur Sumatera Utara sudah berapa kali terperosok hingga pecah ban saat melalui jalan lintas Kabupaten Labuhanbatu ke Kabupaten Tapanuli Selatan melewati Kabupaten Padang Lawas Utara.
Faktor yangg paling dominan menyebabkan inflasi di Sumatera Utara pada tahun 2025 adalah kenaikan nilai komoditas pangan strategis, terutama dalam golongan makanan, minuman, dan tembakau. Kelompok ini mencatat inflasi tahunan tertinggi, ialah 11,38 persen (yoy), dengan andil sebesar 3,98 poin persentase terhadap total inflasi provinsi.
Jika dilihat dari info di atas, sepertinya pemerintah Sumatera Utara tidak takut terhadap inflasi. Keuntungan pemerintah Sumatera Utara adalah mempunyai masyarakat yangg sangat sabar dalam konteks ekonomi. Bahkan aksi-aksi demonstrasi yangg massif yangg sering terjadi mengenai dengan isu-isu ekonomi seperti kenaikan nilai BBM, PLN, dan lainnya yangg terjadi di Sumatera Utara, cendrung adanya sinyal dari pusat dalam perihal ini Jakarta yangg merebak ke daerah-daerah lainnya termasuk di Sumatera Utara.
Yang tidak kalah pentingnya, tepat pada Sabtu 18 Oktober 2025, Kapolrestabes Medan melaporkan secara publik (konferensi pers) beberapa wilayah yangg rawan kriminalitas. Orang yangg ditangkap adalah orang yangg tidak mempunyai pekerjaan. Pengangguran dan kejahatan saling berkaitan, ialah semakin tinggi tingkat pengangguran maka dapat meningkatkan kriminalitas. Pengangguran dapat menyebabkan kemiskinan, yangg memicu ketegangan sosial dan tekanan untuk melakukan tindak kejahatan demi memenuhi kebutuhan hidup. Kriminalitas sering terjadi di wilayah perkotaan padat masyarakat dan tingkat ekonomi rendah. Logis Medan dan Sumatera Utara masuk dalam kota dan provinsi tertinggi dengan tingkat kriminalitasnya.
Sumut tidak takut inflasi, lantaran dampaknya tidak massif untuk Sumatera Utara. Mungkin siap-siap saja ketika para pencari makanan mendapatkannya melalui aktivitas kriminal. Tidak melegalkan namun disaat tidak ada pekerjaan, disaat kemiskinan kronis alias persistent poverty mau memperoleh makanan dan minuman melalui kriminal. Kita kudu waspada alias jaga diri dari beragam kriminal, yangg tidak hanya anak mini menjadi korban kekerasan, namun remaja sampai pada orang dewasa dan orang tua. Logis dari data-data Medan dan Sumatera Utara mempunyai beragam jenis kejahatan yangg mudah terlihat mata.
Kita pertanyakan kepada pemerintah Sumatera Utara, apakah takut inflasi tinggi alias tidak? Jika takut inflasi yangg sampai pada puncaknya ialah hyper-inflation, maka pemerintah Sumatera Utara kudu memastikan semua prasarana kudu melangkah sesuai dengan angan ialah prasarana supply-chain, ialah sistem, fasilitas, dan jaringan bentuk maupun digital yangg mendukung pergerakan, penyimpanan, dan pengelolaan peralatan dari produsen ke konsumen. Dan yangg paling krusial adalah adanya keahlian semua level ekonomi untuk membeli kebutuhan hidup.
Dalam konteks politik ekonomi, pemerintah Sumatera Utara kudu memahami bahwa semakin tinggi tingkat inflasi maka indikasi kehadiran pemerintah di suatu wilayah tidak ada gunanya, ada tidak ada pemerintah ekonomi tetap berjalan, apalagi lebih dari itu, ialah tidak ada kepercayaan rakyat kepada pemerintah yangg dapat menjatuhkan posisi pemerintahan. Semoga pembisik ekonomi pemerintah Sumatera Utara terkhusus gubernur Sumatera Utara untuk lebih jeli memandang kejadian ekonomi dan politik yangg terjadi di Indonesia termasuk diantaranya konsumsi, pengedaran dan produksi di Sumatera Utara, sehingga kebijakan yangg dikeluarkan oleh gubernur tepat sasaran minimal bisa meminimalir kerusakan.
*** Penulis adalah Dosen UMSU, Sekertaris KPEU MUI SU, dan Pengurus MES SU
2 hari yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·