Makkah-Suara ‘Aisyiyah. Mengunjungi alias berkunjung ke Madinah adalah kebahagiaan. Pasalnya, Madinah yangg biasa disebut sebagai kota nabi ini menyimpan banyak sejarah perjalanan dakwah nabi Muhammad beserta para sahabat.
Tidak kalah krusial adalah keistimewaan beragama di masjid Nabawi. Terdapat Hadis Nabi Saw tentang keistimewaan masjid Nabawi:
عن أبي هريرةَ رضيَ اللَّهُ عنهُعنِ النبي صلى الله عليه وسلم قال: لا تُشَدُّ الرِّحالُ إلاّ إلى ثلاثةِ مَساجِدَ: المسجدِ الحرامِ، ومسجدِ الرسول صلى الله عليه وسلم ومسجد الأقصى (رواه البخاري)
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi Saw. bersabda: “Janganlah bersengaja melakukan perjalanan (dalam rangka ibadah) selain ke tiga masjid, ialah Masjidil-Haram, masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (masjid Nabawi), dan Masjidil-Aqsha.” (H.r. Al-Bukhari: 1171).
Keistimewaan masjid Nabawi ini juga disertai dengan keistimewaan shalat di dalamnya sebagaimana dinyatakan dalam sabda berikut:
عن أبي هريرةَ رضي اللَّهُ عنهُأن النبي صلى الله عليه وسلم قال:صلاةٌ في مسجدِي هذا خيرٌ من ألفِ صلاةٍ فيما سِواه إلاّ المسجدَ الحرامَ (رواه البخاري)
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi Saw. bersabda: “Shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu shalat di masjid lainnya selain Masjidil-Haram.” (HR A-Bukhari).
Namun, tidak jarang para jemaah haji juga antusias melakukan arba’in. Kata arba’in dalam bahasa Arab berfaedah empat puluh.
Istilah tersebut merujuk pada penyelenggaraan shalat di masjid nabawi selama 40 kali berturut-turut tanpa terputus. Dengan demikian, dibutuhkan 8 hari untuk mencapai 40 kali shalat fardhu secara berjamaah.
Tentu bukan perkara mudah, tetapi tidak sedikit jemaah yangg mengusahakannya untuk mendapat pahala 1000 per shalat alias 40.000 pahala setelah 40 kali shalat, dan terbebas dari api neraka.
Hadis yangg kerap digunakan sebagai dasar penyelenggaraan arbain, yaitu:
حدثنا الحكم بن موسى قال أبو عبد الرحمن عبد الله: وسمعته أنا من الحكم بن موسى حدثنا عبد الرحمن بن أبي الرجال عن نبيط بن عمر عن أنس بن مالك عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال:مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي أَرْبَعِينَ صَلَاةً لَا يَفُوتُهُ صَلَاةٌ كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنْ النَّارِ وَنَجَاةٌ مِنْ الْعَذَابِ وَبَرِئَ مِنْ النِّفَاقِ (رواه احمد و الطبراني)
Telah menceritakan pada kami Hakam bin Musa, berbicara Abu Abdurrahman Abdullah: saya mendengar dari Hakam bin Musa (di mana) telah menceritakan pada kami Abdurrahman bin Abi ar-Rijal dari Nubaith bin Umar dari Anas bin Malik, dari Nabi Saw. bahwasannya beliau bersabda:
“Barangsiapa melaksanakan shalat (sebanyak) 40 kali shalat di masjidku (dengan) tidak tertinggal satupun, dicatat baginya terhindar dari api neraka, selamat dari siksa, dan terhindar dari kemunafikan.” (H.r. Ahmad dan at-Thabrani)
Bagaimana kualitas sabda ini? Mukhlis Rahmanto, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menyebutkan, terdapat perawi yangg diperdebatkan dalam jalur sanadnya, ialah Nubaith bin Umar, yangg dinilai majhul (tidak diketahui keadaannya).
Matan (isi hadis) yangg diriwayatkannya juga berbeda dengan apa yangg diriwayatkan oleh para perawi lain dari Anas bin Malik ra. Dalam kajian kritik hadis, keadaan rawi demikian disebut dengan majhul ‘ain alias tidak diketahui info pribadinya sedikitpun.
Sementara itu, jelas Mukhlis, kritikus sabda modern, Nashirudin Al-Albani dalam Silsilah Al-Dhai’fah (364) dan Dha’if Al-Targhib (755), mengomentari sabda di atas dengan munkar (informasi sabda hanya dari satu jalur).
Selain sabda itu, para pengamal arba’in juga mengaitkannya pada sabda lain yangg diriwayatkan Tirmidzi dan dinilai maqbul:
قال رسول الله: من صلى لله أربعين يوماً في جماعةٍ يدرك التكبيرةَ الأُولى كُتِبَ لهُ براءَتَان: بَراءَةٌ مِنْ النَّارِ، وبراءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ (رواه الترمذي)
Bersabda Rasulullah: “Siapa mengerjakan shalat dengan tulus lantaran Allah selama empat puluh hari berjamaah dengan mendapatkan takbiratul ihram, dicatat untuknya dua kebebasan, ialah bebas dari neraka dan bebas dari kemunafikan.” (H.r. At-Tirmidzi)
Tetapi Mukhlis mengingatkan bahwa kita kudu lebih jeli memahami sabda yangg sepintas memuat busyra (kabar gembira) dan begitu menjanjikan. Mengingat salah satu aspek kemunculan dan indikasi sebuah sabda maudhu’ adalah berlebih-lebihan dalam perihal keistimewaan suatu ibadah dan pahala yangg didapatnya.
Para komentator hadis, jelas Mukhlis, seperti Al-Mubarakfuri memahami sabda tersebut sebagai rekomendasi agar setiap muslim berupaya menggiatkan shalat jamaah. Ibadah shalat pun hendaknya diniatkan untuk mengingat Allah, bukan mencari pahala saja.
Dalam melaksanakan ibadah kita juga kudu mempertimbangkan kemaslahatan dibanding kemadharatannya. Melaksanakan shalat 40 kali secara berturut-turut tentu memerlukan daya dan waktu.
Bagi jemaah haji terutama lansia, risti, dan difabel yangg baru saja meninggalkan Makkah dan menyelesaikan puncak haji, tidak disarankan melakukannya.
Jemaah dihimbau lebih memprioritaskan kesehatannya agar tidak kelelahan sehingga bisa kembali ke tanah air dan berjumpa family dalam keadaan sehat. Hal tersebut selaras dengan prinsip maqashid syariah hifdzu an-nafs alias pentingnya menjaga diri. (hns)
English (US) ·
Indonesian (ID) ·