Relasi BSI Dengan Muhammadiyah - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Bank Syariah Indonesia (BSI) terbentuk pada tanggal 1 Februari 2021 bertepatan dengan 19 Jumadil Akhir 1442 H. BSI merupakan hasil penggabungan antara Bank Syariah Mandiri (BSM) BNI Syariah (BNIS) dan BRI Syariah (BRIS). BSI resmi berstatus BUMN pada 3 Februari 2021.

Sebelum BSI terbentuk, banyak biaya milik persyarikatan Muhammadiyah ditempatkan di ketiga Bank Syariah yangg digabungkan tersebut.

Mari kita lihat relasi Muhammadiyah dengan BSI sejak tahun 2020 hingga bulan Juni 2024. Terutama setelah Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PPM) mengeluarkan Surat Memo Nomor 320/1.0/A/2024, tertanggal 30 Mei 2024 tentang Konsolidasi Dana Persyarikatan. Surat Memo tersebut ditandatangani oleh Ketua PPM Agung Danarto dan Sekretaris PPM Muhammad Sayuti.

Tahun 2020

Menanggapi rencana merger BSM, BNIS dan BRIS menjadi BSI, PPM mengeluarkan Pernyataan Pers Nomor 31/PER/I.0/A/2020 yangg ditandatangani Ketua Umum PPM Prof. Haedar Nashir. Sebagaimana dinyatakan dalam konpers oleh Sekretaris PPM Agung Danarto, Muhammadiyah mendorong BSI agar memfokuskan pembiayaan kepada UMKM. Keberpihakan terhadap pelaku UMKM dinilai krusial bagi terwujudnya pemerataan kesejahteraan rakyat.

Sesuai wataknya sebagai Bank Syariah, BSI sangatlah tepat andaikan mendeklarasikan diri sebagai bank yangg konsentrasi pada UMKM. “Ini untuk percepatan perwujudan keadilan sosial ekonomi secara lebih progresif di negeri ini”, kata Agung Danarto sebagaimana dikutip beberapa media massa nasional yangg meliput di instansi PPM Yogyakarta. Agung Danarto berambisi agar akomodasi pendanaan BSI nantinya jangan hanya menguntungkan korporasi besar dan segelintir pihak.

BSI secara unik musti meletakkan perhatian, keberpihakan dan kebijakan yangg imperatif pada program penguatan dan pemberdayaan ekonomi umat Islam yangg tetap lemah sampai saat ini.
Agung Danarto lebih lanjut menyatakan : “BSI kudu mempunyai kebijakan unik berkarakter imperatif yangg lebih besar, minimal 60% pembiayaan untuk UMKM yangg berkarakter pemberdayaan, penguatan dan pemihakan tersistem ke UMKM dan kepentingan kebanyakan rakyat kecil”.

Beliau mengingatkan masalah kesenjangan sosial ekonomi, dimana sebagian besar rakyat belum memperoleh kesejahteraan dan taraf hidup yangg memadai secara merata. Sementara di sisi lain, sekelompok mini masyarakat menikmati kemakmuran yangg sangat besar.

Apa yangg disampaikan PPM sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam upaya mewujudkan ‘new economic policy’ berbasis kebijakan ekonomi yangg berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Terkait rencana pendirian BSI, Muhammadiyah menyerahkan kebijakan dan kewenangan kepada Pemerintah cq Kementerian BUMN.

PPM hanya mengingatkan dan berambisi BSI sebagai Bank Milik Negara agar dikelola secara good governance, ahli dan terpercaya untuk sebesar-besarnya pemenuhan rencana hidup, peningkatan taraf hidup serta kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Tahun 2021

Ketua PPM yangg membidangi Ekonomi, Buya Anwar Abbas, menyatakan perbankan sudah bertindak zalim. Pasalnya, UMKM hanya mendapatkan 20% dan pengusaha besar mendapatkan 80% dari total angsuran yangg disalurkan perbankan. Pernyataan Buya Anwar Abbas disampaikan saat menghadiri Munas V Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Jumat 22 Januari 2021.

Seperti dikutip beragam media, lebih lanjut Buya Anwar menyatakan : “UMKM yangg besarnya 99,9% dengan jumlah pelaku 64,19 juta hanya mendapatkan 20% dari total kredit, sementara upaya besar yangg jumlahnya 0,1% dengan pelaku 5.550 mendapatkan 80% alias kurang dari itu lantaran adanya pembiayaan konsumer”.

Apa yangg disampaikan Ketua PPM itu sejalan dengan apa yangg disampaikan Presiden Joko Widodo yangg meminta pelaku industri jasa finansial di Indonesia agar meningkatkan porsi pembiayaan kepada UMKM. Pasalnya mereka juga mempunyai potensi besar untuk berkembang dan mendukung perekonomian nasional. Presiden meminta perbankan lebih mempermudah dan mempercepat akses pembiayaan bagi pelaku upaya di sektor informal dan UMKM.

Pada kesempatan Munas V MES tersebut, apalagi Buya Anwar beranggapan andaikan BSI tidak berpihak secara nyata kepada UMKM, maka dia bakal menganggap BSI sebagai Bank Syariah Kapitalis Indonesia.

Tahun 2022

Bertempat di Aula lantai 6 masjid At-Tanwir Jakarta, PP Muhammadiyah menandatangani Nota Kesepahaman dengan PT BSI Tbk. Naskah MoU ditandatangani Ketua Umum Prof. Haedar Nashir dan Direktur Utama BSI Hery Gunardi.

Beberapa poin kerjasama antara lain mencakup beragam macam produk finansial seperti solusi untuk likuiditas, digitalisasi transaksi, jasa ZIS dan wakaf, serta beberapa produk perbankan lainnya. Termasuk kerjasama membangun kemandirian ekonomi umat berupa pelatihan, workshop, pembangunan masjid, aktivitas sosial budaya hingga upaya meningkatkan kelas pelaku UMKM yangg berada di bawah naungan Muhammadiyah.

Pada kesempatan tersebut, Ketum PP Muhammadiyah memberikan sambutan dan menyatakan “Maka kerjasama ini kami harapkan makin memperkuat Muhammadiyah menjadi kekuatan umat yangg progresif serta pendorong kemajuan ekonomi umat Islam. Dengan spirit itu insya Allah Muhammadiyah memimpin”. “Insya Allah kita bisa mengangkat umat dan saudara-saudara menjadi saudagar-saudagar”, kata Prof. Haedar Nashir sebagaimana dikutip beragam media.

Menanggapi rencana akuisisi PT. BSI Tbk. (BRIS) atas Unit Usaha Syariah PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN Syariah), Muhammadiyah menyatakan ketidaksetujuannya.Sebagaimana disampaikan Ketua PPM Buya Anwar Abbas dalam Siaran Pers hari Jumat, 3 Juni 2022.

“Akuisisi ini merujuk program BTN Syariah dalam memberdayakan pengusaha UMKM untuk naik kelas”, ungkap Buya Anwar.

Kita mengetahui, BSI telah menjadi bank terbesar ke tujuh di Indonesia dari sisi aset. BSI saat ini lebih melayani korporasi besar dan pengusaha level menengah.

Seharusnya bank syariah konsentrasi kepada UMKM, lantaran rakyat dan umat Islam sangat banyak berada di level upaya mikro dan kecil. Jumlah pengusaha korporasi besar dan level menengah hanya 1,32% adapun pelaku UMKM mencapai 98,68% dari seluruh pelaku upaya di Indonesia. Jika yangg dijamah oleh bank syariah hanya 1,32% tentu menjadikan semakin tidak sehat bagi perkembangan perekonomian nasional, dan semakin mendorong terciptanya kesenjangan sosial ekonomi yangg semakin tajam.

Ketidaksetujuan Muhammadiyah atas rencana akuisisi BSI terhadap BTN Syariah, seiring info yangg disampaikan Badan Pelaksana Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Dimana realisasi penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan skema FLPP tetap dikuasasi oleh PT BTN Tbk hingga Mei 2022.

Pada tanggal 27 Mei 2022, realisasi penyaluran FLPP mencapai 75.659 unit rumah senilai Rp 8,4 Trilyun. Bank BTN mengambil porsi terbesar sebesar 56,09%, diikuti BTN Syariah sebesar 11,16%. Bank lain seperti BJB menguasai 4,11%, sedangkan BSI hanya sukses meraih 2,52%.

Muhammadiyah memandang BTN lebih berilmu melayani KPR bagi rakyat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan rumah. BTN dinilai lebih berilmu nyaris 50 tahun memberi akomodasi KPR kepada masyarakat, baik rumah non subsidi maupun subsidi.

Jangan sampai hanya lantaran hitung-hitungan bisnis, BSI mengesampingkan kebutuhan kebanyakan masyarakat berpenghasilan rendah untuk mempunyai rumah dengan prinsip syariah.

Tahun 2023

Pekan kedua bulan Mei 2023, BSI mematikan sistem transaski perbankan selama 5 hari. Jutaan pengguna berkeluh kesah dan sebagian besar marah lantaran mereka tidak dapat melakukan transaksi keuangan, baik secara manual maupun digital banking.

Menariknya, selama kejadian tersebut tidak ada statement resmi dari pihak BSI sebagai langkah mitigasi atas kasus yangg terjadi. Belakangan pihak manajemen BSI baru memberikan penjelasan dan mengabarkan jika sistem teknologi BSI diserang hacker dan kejahatan siber.

Matinya sistem transaksi BSI itu sangatlah berakibat terhadap transaksi ribuan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yangg menggunakan BSI sebagai mitra perbankan. Juga mengganggu jutaan transaksi menjadi tersendat dan terlambat.

Ratusan ribu guru, dosen, ustadz, murid, santri, mahasiswa, dokter, paramedis, staf dan karyawan-wati AUM di bagian pendidikan dan kesehatan menjadi pengguna terdampak. Sebuah ketidaknyamanan yangg sangat dirasakan oleh segenap pengelola AUM, penduduk dan Pimpinan Muhammadiyah di semua level, dari tingkat Pusat hingga Ranting.

Sebagai bank syariah terbesar di Indonesia, matinya sistem teknologi transaksi BSI semestinya tidak boleh terjadi dalam operasional perbankan. Kejadian yangg dialami BSI itu memantik Wakil Ketua Lembaga Pengembang UMKM PPM, Syafrudin Anhar menanggapi dengan pernyataan : “Bagi Muhammadiyah yangg mempunyai ribuan AUM yangg sebagian besar transaksi perbankannya mengandalkan jasa BSI, matinya sistem teknologi transaksi BSI sangat nyata dan terasa mengganggu aktivitas dan transaksi keuangan”.

Terkait matinya sistem transaksi BSI, lebih lanjut Syafrudin mengingatkan Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nomor 6/POJK.07/2022 yangg menyatakan bahwa : “setiap pengguna perbankan kudu dilindungi kewenangan dan kewajibannya dalam kenyamanan bertransaksi finansial di setiap lembaga perbankan”.

Seperti dilansir di dalam laman Muhammadiyah, kejadian BSI menunjukkan adanya kelemahan managerial dan individual di dalam BSI yangg patut ditinjau kembali. Sebagai Bank Plat Merah, sudah selayaknya jejeran komisaris, dewan dan kementerian BUMN mengundurkan diri. Atau setidaknya diganti sebagai corak tanggungjawab ahli bagi mereka yangg telah mendapatkan penghasilan dan akomodasi yangg tinggi dari BSI selama ini.

Tahun 2024

Berawal dari kunjungan jejeran Petinggi BSI ke PP Muhammadiyah, beberapa waktu sebelum RUPS, pihak BSI “meminta” Muhammadiyah mengirimkan 2 nama untuk dijadikan Komisaris dan Dewan Pengawas Syariah (DPS). Tradisi organisasi telah mengajari, semua keputusan persyarikatan dilakukan melalui forum musyawarah mufakat, secara kolektif kolegial di dalam Rapat Pleno PP Muhammadiyah.

Walhasil, PPM mengirimkan surat nomor 145/I.0/A/2024, dimana PPM menyodorkan nama Jaih Mubarak sebagai calon DPS dan Abdul Mu’ti sebagai calon komisaris “sesuai permintaan BSI”.

Walakin, RUPS PT. BSI Tbk. tanggal 17 Mei 2024, hanya menerima Jaih Mubarak sebagai DPS. Adapun Abdul Mu’ti tidak diterima RUPS sebagai Komisaris. RUPS justru mengangkat Felicitas Tallulembang sebagai komisaris baru BSI.

Sebagai deposan terbesar non lembaga pemerintah, keputusan RUPS itu telah melukai niat baik PPM dalam “memenuhi permintaan petinggi BSI”. Menurut saya, respon dan sikap PPM merupakan perihal yangg wajar untuk melakukan konsolidasi sebagian biaya di BSI agar tidak terjadi ”concentration risk”.

Apalagi jika kita mau menengok beragam kejadian dan sumbang saran dari persyarikatan yangg tidak diindahkan oleh BSI, sejak tahun 2020 hingga 2023.

Rasanya perlu saya sampaikan bahwa dalam perihal jabat-menjabat di lingkungan persyarikatan, bertindak sebuah tata nilai alias value : ”ora oleh njaluk, ora oleh ngarani, ora oleh nolak lan ora oleh kemaruk kedudukan (tidak boleh meminta, tidak boleh memilih posisi, tidak boleh menolak dan tidak boleh serakah jabatan)”.

Para kader, ketua dan penduduk persyarikatan sudah sangat memahami nilai-nilai moral kepemimpinan di Muhammadiyah. Sebagai kader, kami tidak diperkenankan meminta kedudukan struktural di semua level kepemimpinan dan AUM.

Sebagai anggota/warga, kami diharamkan meminta posisi kedudukan tertentu di UPP (Unsur Pembantu Pimpinan) dan MLBO (Majelis, Lembaga, Biro, Ortom). Jika diminta dan ditugaskan Pimpinan untuk menduduki posisi alias kedudukan tertentu, kami tidak boleh menolak. Dan kami tidak boleh “kemaruk” (serakah) kedudukan di persyarikatan.

Tiga hari lalu, saya berjumpa salah satu Direktur AUM di Jateng yangg mempunyai simpanan cukup besar di BSI. Dia bercerita, baru saja didatangi serombongan ketua dan staf instansi bagian BSI.

Intinya, minta dimaafkan dan memohon dengan sangat hormat agar simpanan milik AUM tidak “dikeringkan” serta pembiayaan tidak dilunasi alias ditake-over ke lembaga perbankan lain.

Jumlah pembiayaan BSI kepada AUM itu hanya sebesar 40% dari jumlah total simpanan yangg ditempatkan. Teman saya menerima dengan baik kunjungan dari BSI dan mendengarkan semua yangg diutarakan. Beliau hanya mengucapkan terimakasih atas kunjungannya dan minta maaf jika sebagai Direktur AUM tetap tegak lurus dengan Memo PP Muhammadiyah.

Sambil guyonan, dia mengungkapkan : ”Yah lumayan diwenehi gembes BSI isoh dinggo wadah banyu mangkat instansi (Yah lumayan mendapat tumbler BSI bisa buat tempat air minum untuk ke kantor)”. Sayapun menimpali ”Yo sokur wis gelem menehi gembes rego seket ewu, rodo cucuk karo simpenanmu seket milyar ning BSI (Ya disukuri sudah mau memberi tumbler nilai 50 ribu, sudah cukup lumayan dibandingkan simpanan kalian 50 Milyar di BSI)”.

Kami berdua tertawa, menandakan senang dan ceria sebagai penduduk dan pekerja Muhammadiyah.
Wallahu’alam

Weleri, 10 Juni 2024
*) Ketua Lembaga Pengembang UMKM PWM Jawa Tengah.

Copas WAG: IA IPM/IRM JATENG

-->
Sumber Surya gemilangnews
Surya gemilangnews