Oleh : Ikhwanushoffa (Manajer Area Lazismu Jawa Tengah)
PWMJATENG.COM – Bulan Ramadhan jamaknya pembahasan tentang Zakat juga muncul. Namun kudu diakui bahwa pembahasan paling dominan barulah sebatas pembahasan tentang Zakat Fitri. Memang tidak terlalu salah, lantaran Zakat Fitri fungsinya memang sebagai penyempurna Ibadah Puasa Ramadhan. Namun pembahasan Zakat satunya lagi kurang mendapatkan proporsi nan cukup di bulan-bulan manapun ialah pembahasan tentang Zakat Maal.
Jika Zakat Fitri fungsinya adalah penyempurna Ibadah Puasa Ramadhan, lampau apa kegunaan sesungguhnya dari Zakat Maal? Fungsi Zakat Maal adalah penyempurna Ibadah Sholat Fardhu. Ini nan tetap sangat jarang dijelaskan. Dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
{وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ}
Dan dirikanlah salat, tunaikan zakat, dan rukuklah beserta orang-orang nan rukuk. (Al-Baqarah: 43)
Mubarak ibnu Fudalah meriwayatkan dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya, “Dan tunaikanlah zakat,” bahwa makna nan dimaksud adalah amal merupakan fardlu nan tiada gunanya kebaikan perbuatan tanpa amal dan salat. Tanpa shalat dan amal seluruh kebaikan perbuatan tidak bakal diterima oleh Alloh. (Tafsir Ibnu Katsir)
Sungguh menjadi ironi, Zakat Maal nan menduduki posisi Rukun Islam ketiga mendapatkan porsi paling mini dalam pembahasan majelis-majelis dan media kita. Bahkan tetap lebih sedikit jika dibandingkan pembahasan tentang Haji nan merupakan Rukun Islam terakhir. Akibatnya dapat diduga, umatpun bakal mengamalkan Zakat Maal kepatuhannya juga paling rendah dibandingkan pemenuhan ibadah di Rukun Islam nan lain.
Umat saat ini kebanyakan tetap banyak nan tidak mengerti langkah hitung Zakat Maal-nya. Cara hitung obyek Zakatnya, haul dan nishobnya. Padahal membahas kilogram Zakat Fitri saja bisa sangat seru di media sosial khususnya di hari-hari terakhir bulan Ramadhan. Bahkan banyak komentar-komentar ustadz nan tidak masuk logika ketika menyampaikan tentang Zakat Maal. Seperti orang nan nishob-nya belum masuk maka Zakatnya tidak bisa disebut Zakat tapi Infak.
Ustadz tersebut kandas memilah antara syarat wajib dengan syarat sah. Contoh dalam Sholat, wudhu adalah syarat sah sehingga tanpa wudhu aktivitas sholatnya tidak bisa disebut sholat tanpa wudhu. Tetapi usia baligh adalah syarat wajib, maka umur 7 tahun pun sah disebut sholat fardhunya walaupun belum wajib sesuai usianya. Nishob dan haul adalah syarat wajib, sehingga ketika belum terpenuhi namun mau menunaikan amal tetap disebut zakat.
Wallaahu a’lam.
Wonodri, 25 Jumadil Akhir 1444 H
Jumlah Pengunjung : 6