Ramadan sebagai Bulan Tarbiah: Bukan Ajang Flexing Amal Saleh - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 7 bulan yang lalu

Ramadan datang setiap tahun sebagai bulan penuh keberkahan, yangg di dalamnya terkandung beragam dimensi ibadah dan pembelajaran. Seperti halnya atlet yang
menjalani latihan sebelum pertandingan besar, umat Islam menjalani Ramadan untuk mengasah kedisiplinan, kesabaran, dan kepedulian sosial, sebagai bekal krusial dalam menjalani kehidupan.

Ramadan Momen Pembentukan Karakter

Ramadan merupakan bulan spesial yangg mempunyai banyak sebutan, salah satunya Syahru at-Tarbiah alias Bulan Pendidikan. Sekretaris Majelis Tabligh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Askuri Ibnu Chamim menyampaikan bahwa Ramadan adalah bulan di mana setiap perseorangan mendidik dirinya sendiri dengan
kuat melalui puasa. “Puasa bukan sekadar ritual menahan lapar dan haus, tetapi juga corak disiplin diri yangg melatih tubuh, pikiran, dan hati,” ujarnya.

Menurut Askuri, ada tiga aspek utama dalam tarbiah Ramadan. Pertama, mendisiplinkan tubuh untuk menahan lapar dan haus mulai Subuh hingga Magrib. Dari perspektif kesehatan, ini dapat menjadi proses detoksifikasi yangg membersihkan tubuh dari racun. Kedua, mendisiplinkan pikiran dan hati agar tidak terjerumus dalam perbuatan yangg merusak, seperti melakukan buruk, alias maksiat. Ketiga, tarbiah sosial, ialah gimana Ramadan mendorong umat Islam untuk peduli terhadap
sesama dengan bersedekah, memberi makan orang yangg berpuasa, dan bayar zakat. “Ramadan tidak hanya mengajarkan ibadah individual, tetapi juga membangun kesadaran sosial,” tambahnya.

Setiap individu, kata Askuri, mempunyai langkah yangg berbeda dalam memaknai Ramadan. “Tidak ada langkah tunggal yangg bisa diterapkan oleh semua orang,” ujarnya. Ada yangg menjadikan Ramadan sebagai motivasi untuk bekerja lebih giat, ada pula yangg lebih banyak bersedekah setiap hari. Sementara beberapa orang berantusias
untuk mengkhatamkan al-Quran. “Jadi setiap orang perlu menemukan langkah yangg paling efisien dalam memaknai puasa. Itu teka-teki dari Allah yangg kudu kita pecahkan sendiri-sendiri,” imbuhnya.

Sementara itu, Sekretaris PP ‘Aisyiyah, Atiyatul Ulya menekankan bahwa Ramadan kudu dimanfaatkan sebagai bulan pendidikan yangg lebih intens dibandingkan bulan-bulan lainnya. “Kita bisa belajar kapan saja, tetapi Ramadan adalah momentum emas untuk lebih mendalami pengetahuan dan meningkatkan kualitas ibadah,” jelasnya.

Baca Juga: Pemerintah Tetapkan Surat Edaran Bersama Tentang Pembelajaran di Bulan Ramadan

Menurutnya, untuk memaknai Ramadan dengan lebih baik, ada beberapa perihal yangg perlu dilakukan. Pertama, memahami hudud alias aturan-aturannya, seperti etika berbuka dan sahur, serta amalan-amalan sunah yangg dianjurkan. Kedua, mengetahui pengetahuan tentang puasa agar dapat dijalankan dengan penuh kesadaran dan niat yang
benar. Ketiga, menjaga seluruh aspek diri, baik secara bentuk maupun spiritual, sehingga Ramadan betul-betul menjadi momentum perbaikan diri.

Banyak orang yangg tetap menjadikan Ramadan sebatas pemenuhan aspek fisik, seperti berburu takjil dan shopping berlebihan. “Padahal, Ramadan kudu menjadi arena belajar. Ada banyak tuntunan ibadah Ramadan yangg bisa dipelajari, seperti gimana niat yangg benar, langkah berbuka yangg baik, hingga gimana menjadikan Ramadan sebagai proses pendidikan karakter,” ungkap Atiyatul. Ia juga mencontohkan bahwa Rasulullah SAW banyak berpuasa di bulan Syaban untuk melatih diri sebelum Ramadan tiba. “Maka, ada banyak langkah baik yangg bisa kita lakukan dalam menyambut Ramadan, termasuk dengan belajar dan mempersiapkan diri lebih awal,” tambahnya.

Menahan Hawa Nafsu dalam Konteks Kekinian

Puasa tidak hanya sekadar ibadah fisik, tetapi juga latihan pengendalian hawa nafsu dalam segala aspek kehidupan. Seperti dalam konteks kekinian,
banyak kasus korupsi yangg makin merajalela. Hal ini juga menurut Atiyatul bisa dimaknai bahwa orang-orang tersebut belum sepenuhnya memahami esensi
puasa. Karena puasa yangg sungguh-sungguh bakal mencegah seseorang dari perbuatan korupsi dan keserakahan. “Jika puasanya betul-betul dilakukan
dengan imanan wahtisaban, maka seseorang bakal terjaga dari perbuatan tercela,” ujarnya.

Namun, jika seseorang hanya berpuasa sebatas formalitas tanpa menjaga hawa nafsu, maka nilai ibadahnya menjadi sia-sia. “Makanya tidak heran jika setelah Ramadan banyak yangg kembali melakukan kebiasaan buruknya, lantaran selama Ramadan mereka hanya menahan lapar dan haus, bukan menahan hawa nafsu secara keseluruhan,” tambahnya.

Selain itu, budaya konsumtif juga menjadi tantangan tersendiri di Ramadan. “Seharusnya Ramadan mengajarkan kesederhanaan, tetapi justru konsumsi meningkat drastis,” kata Atiyatul. Ia mengingatkan bahwa dalam al-Quran, Allah telah memperingatkan agar manusia tidak berlebihan dalam makan dan minum. “Ironisnya, ketika Ramadan justru pengeluaran rumah tangga meningkat. Banyak orang berburu takjil, membeli makanan berlebihan, lampau akhirnya mubazir,” tambahnya.

Askuri menambahkan bahwa salah satu corak hawa nafsu yangg perlu dikendalikan adalah kejadian flexing kesalehan. “Banyak orang yangg pamer kebaikan dengan mengunggah ibadahnya ke media sosial ataupun beragama lantaran mau dilihat. Padahal, Rasulullah mengingatkan, jika tangan kanan memberi, sebaiknya tangan kiri tidak mengetahuinya,” jelasnya. Menurutnya, baiknya seseorang tetap menjaga niat agar ibadah yangg dilakukan tidak berubah menjadi arena pamer. “Bukan berfaedah tidak boleh berbagi kebaikan, tetapi jangan sampai berlebihan hingga kehilangan keikhlasan,” tambahnya.

Solidaritas dan Etika di Era Digital

Atiyatul menyampaikan bahwa selama Ramadan, banyak rekomendasi untuk meningkatkan kepedulian sosial melalui amal, seperti sedekah. Salah satu corak kepedulian sosial yangg disarankan adalah memberi makan orang yangg berpuasa, yangg dalam sabda disebutkan pahalanya setara dengan orang yangg berpuasa itu sendiri. Selain itu, amal fitrah yangg dibayarkan pada Lebaran juga merupakan bentuk kepedulian terhadap sesama, memastikan bahwa setiap orang di sekitar, termasuk tetangga, tidak kelaparan.

Baca Juga: Selingkuh Kecil Mengancam Keserasian Hubungan Suami Istri

Dalam Islam, setiap perseorangan diharapkan untuk mempunyai akibat positif terhadap lingkungan sosialnya, dan ibadah yangg dilakukan semestinya tidak hanya menguntungkan diri sendiri, tetapi juga orang lain. Akhlak yangg baik adalah puncak dari aliran Islam. Nabi menekankan pentingnya akhlak, sehingga tidak cukup hanya giat beribadah, tetapi juga kudu baik dalam berinteraksi dengan sesama.

“Jika seseorang giat ibadah namun sering merendahkan alias menjelekkan tetangga, itu berfaedah ibadahnya belum membawa akibat positif pada lingkungan sosialnya,” terangnya. Di lain sisi, menurut Askuri, dalam kehidupan, selalu ada gap (kesenjangan-Red) antara idealisme dan kenyataan, yangg disebut dengan “das
sein” dan “das sollen”. “Hidup memang dinamis, dan terkadang apa yangg kita anggap sebagai ideal belum tentu sesuai dengan kenyataan. Namun, justru perbedaan ini semestinya mendorong kita untuk berupaya lebih baik dan berfaedah bagi orang lain,” jelas Askuri.

Umat Islam diuji untuk mewujudkan idealisme tersebut dalam kehidupan nyata, ialah membangun masyarakat yangg lebih baik dan berfaedah yangg salah satunya dapat direaliasikan melalui momentum Ramadan ini. Pentingnya menjaga perilaku di bumi maya juga disoroti. Di era digital ini, netizen sering kali dengan mudah membagikan info tanpa mempertimbangkan apakah itu baik alias tidak.

Askuri menuturkan bahwa dalam konteks agama, seringkali ada logika distingtif, ialah emosi bahwa diri sendiri lebih saleh dari orang lain. Perasaan ini sering kali muncul ketika seseorang memandang orang lain yangg dianggap salah dalam beragama alias pemikirannya tidak sejalan. Perilaku seperti ini yangg kemudian memicu timbulnya perdebatan sampai judgmental di media sosial. Sehingga krusial untuk merenung terlebih dahulu, apakah apa yangg diyakini itu betul dan bisa dipertanggungjawabkan. Karena semestinya sosial media menjadi ruang untuk berbincang secara positif dan berbagi pengetahuan. (Salma Asyrofah)

-->
Sumber suaraaisyiyah.id
suaraaisyiyah.id