Ramadan dan Dinamika Ekonomi - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

Oleh: Rintan Nuzul Ainy

Ramadan di Indonesia bukan sekadar peristiwa keagamaan, tetapi juga kejadian sosial-ekonomi yangg berakibat luas. Bulan suci ini selalu dikaitkan dengan lonjakan konsumsi, peningkatan aktivitas ekonomi, dan dinamika pasar yangg lebih intens dibanding bulan-bulan lainnya. Namun, di tengah euforia peningkatan daya beli masyarakat, kita juga dihadapkan pada tantangan struktural yangg memerlukan respons kebijakan yangg matang.

Secara historis, pola konsumsi masyarakat selama Ramadan condong meningkat, didorong oleh tradisi berbuka puasa bersama, shopping kebutuhan Hari Raya, dan meningkatnya transaksi di sektor ritel serta jasa. Data menunjukkan bahwa kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB Indonesia mencapai lebih dari 50%, sehingga peningkatan shopping selama Ramadan berpotensi menjadi stimulus bagi perekonomian nasional. Namun, kejadian ini juga membawa akibat sampingan, terutama pada aspek inflasi.

Badan Pusat Statistik (BPS) secara konsisten mencatat kenaikan indeks nilai konsumen (IHK) menjelang dan selama Ramadan, terutama pada komoditas pangan. Kenaikan nilai ini tidak semata-mata akibat permintaan yangg lebih tinggi, tetapi juga disebabkan oleh aspek rantai pasok yangg belum sepenuhnya efisien. Di sisi lain, daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah tetap menghadapi tekanan dari stagnasi bayaran riil dan ketidakpastian ekonomi global.

Dalam perspektif ekonomi Islam, kejadian ini mengingatkan kita pada pentingnya keadilan pengedaran dan kesetaraan akses terhadap sumber daya. Ramadan bukan hanya tentang konsumsi, tetapi juga tentang gimana sistem ekonomi dapat lebih berpihak kepada mereka yangg rentan. Prinsip maqashid syariah mengajarkan bahwa ekonomi yangg sehat bukan sekadar yangg tumbuh secara angka, tetapi yangg bisa menghadirkan kesejahteraan merata. Oleh lantaran itu, kebijakan stabilisasi harga, penguatan UMKM, serta optimasi instrumen redistribusi seperti amal dan wakaf menjadi semakin relevan.

Baca Juga: Optimalisasi Program Makan Bergizi Gratis Sebagai Aksi Nyata Upaya Penurunan Angka Stunting 

Lebih jauh, Ramadan juga menjadi momen refleksi bagi bumi upaya dan pemerintah untuk menerapkan prinsip ekonomi berkelanjutan. Di era transformasi digital dan green economy, sektor ritel dan upaya berbasis teknologi perlu mengambil peran lebih aktif dalam menciptakan model upaya yangg tidak hanya berorientasi pada profit, tetapi juga mempunyai akibat sosial yangg lebih luas.

Pada bulan yangg penuh berkah ini, kita semua perlu merenungkan peran masing-masing dalam membangun ekonomi yangg lebih inklusif. Pemerintah kudu memastikan kebijakan ekonomi yangg berpihak pada kesejahteraan rakyat, pelaku upaya diharapkan semakin memperkuat nilai keberlanjutan dalam bisnis, dan masyarakat dapat berkontribusi melalui konsumsi yangg lebih bijak serta partisipasi aktif dalam filantropi sosial.

Di penghujung tulisan ini, mari kita panjatkan angan untuk negeri:

“Ya Allah, di bulan Ramadhan yangg penuh rahmat ini, limpahkan keberkahan bagi bangsa kami. Jauhkan Indonesia dari ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan sosial. Kuatkan pemimpin kami agar senantiasa bertindak dengan amanah dan kebijaksanaan. Muliakan negeri ini dengan keadilan, kesejahteraan, dan keberkahan yangg berkelanjutan. Aamiin.”

Semoga Ramadan kali ini tidak hanya menjadi momentum spiritual, tetapi juga menjadi pemantik transformasi ekonomi yangg lebih berkeadilan dan berkepanjangan bagi Indonesia.

*Penulis adalah Dosen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Ahmad Dahlan

-->
Sumber suaraaisyiyah.id
suaraaisyiyah.id