Purbaya: “Si Menteri Koboi” - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 2 minggu yang lalu

Oleh: M. Risfan Sihaloho

S

aat Sri Mulyani Indrawati menyerahkan kedudukan Menteri Keuangan pada 8 September 2025, banyak yangg mengira penerusnya bakal melanjutkan style elegan, terukur, dan penuh kalkulasi unik “Madame Fiscal”. Ternyata tidak. Justru yangg datang “Menteri Koboi”, Purbaya Yudhi Sadewa.

Ya. Purbaya, seorang ahli ekonomi berotak teknik, lidah spontan, dan style komunikasi tanpa “rem tangan”, langsung mencuri perhatian sejak hari pertama menjabat.

Julukan “Menteri Koboi” apalagi lahir dari dua sumber sekaligus: ialah pengakuan dirinya sendiri dan pernyataan ringan dari Sri Mulyani yangg menilai style bicara penerusnya “seperti koboi.”

Dan betul saja, style koboi itu langsung terlihat. Dalam beberapa minggu pertama, dia menembakkan pernyataan dan kebijakan seperti peluru panas: berani, cepat, kadang tanpa peringatan.

Minta Maaf Duluan

Berbeda dengan pejabat lain yangg biasanya menebar janji, Purbaya malah menebar permintaan maaf. Ia tahu lidahnya kerap lebih sigap dari kalkulasinya. “Saya minta maaf jika style bicara saya kelak menimbulkan polemik,” ujarnya, jujur tapi jenaka. Ia tahu publik bakal susah membedakan antara spontanitas dan strategi komunikasi.

Namun, di kembali style yangg tampak “liar”, Purbaya membawa daya baru di meja fiskal negara. Ia berani menyuntikkan Rp200 triliun ke bank-bank Himbara demi menggenjot likuiditas ekonomi.

Tak ayal, langkah tak lazim ini bikin banyak ahli ekonomi konservatif ternganga. Bahkan, media asing seperti The Straits Times langsung menulis: “Indonesia’s new cowboy finance minister fires big money bullets.”

Foto skematis by AI.

Koboi dengan Kalkulator

Meski dijuluki “liar”, Purbaya bukan sembarang penembak. Ia ahli ekonomi lulusan Purdue University dengan latar teknik elektro ITB, kombinasi otak teknokrat dan hatikecil eksperimental. Maka jangan heran jika kebijakan yangg tampak impulsif itu sebenarnya lahir dari simulasi info rumit di kembali layar.

Tapi tetap saja, gayanya bukan style seminar. Ia tidak suka kalimat berbunga-bunga alias tabel penuh angka. Namun dia percaya speed matters. Menurutnya, terlalu hati-hati justru bisa jadi akibat baru. “Ekonomi ini butuh kejut. Kalau tidak, ya meninggal pelan-pelan.” ujarnya.

Pernyataan seperti itu membikin sebagian ahli ekonomi muda terpukau dan bertepuk tangan, tapi juga membikin para birokrat senior menarik napas panjang.

Dari Aman ke Aksi

Pergantian dari Sri Mulyani ke Purbaya seumpama tukar transmisi dari “manual mode” ke “turbo”.

Sri Mulyani dikenal disiplin, elegan, dan bergengsi internasional — Menkeu dengan reputasi dunia dan bahasa finansial yangg rapi seperti excel.

Sementara Purbaya adalah “Menkeu lapangan”, yangg lebih suka membedah masalah daripada menunggu laporan.

Pastinya perbedaan keduanya memang mencolok. Sri Mulyani itu sosok ahli ekonomi konservatif, stabil, efisien. Sementara Purbaya dikenal agresif, cepat, suka bereksperimen.

Jika Sri Mulyani berkata, “Kita jaga defisit”, maka Purbaya berkata, “Kita kejar pertumbuhan!”

Dua Mazhab, Dua Logika

Perbedaan di antara keduanya memang cukup kontras. nan satu menjaga kapal agar tidak oleng; yangg satu menambah kecepatan meski ombak tinggi.

Lalu gimana akibat ke pasar dan publik? Sepertinya pasar menyukai kejutan, selama belum jatuh dari kursi. Begitu Purbaya masuk, HSG naik, rupiah menguat. Investor menyambut baik sinyal keberanian, tapi juga menunggu bukti bahwa keberanian itu tidak berubah jadi bumerang fiskal.

Sementara publik justru terhibur. Setelah sekian lama mendengar bahasa finansial yangg kaku dan steril, sekarang muncul menteri yangg bicara seperti sedang debat di warung kopi. Ia bisa bilang soal defisit, tapi dengan nada seperti “Nggak usah takut rugi, yangg krusial berani main.”

Liar tapi Efektif

Julukan “Menteri Koboi” sekarang melekat kuat. Sebagian menganggapnya sindiran, tapi sebagian lagi melihatnya sebagai simbol keberanian di tengah birokrasi yangg terlalu berhati-hati.

Dan sejauh ini, hasilnya belum bisa disangkal: pasar bergerak, publik memperhatikan, dan ekonomi mulai berdebar lagi.

Akan tetapi jangan terlalu tinggi dulu meletakkan ekspektasi. Masalahnya, setiap koboi pada akhirnya kudu tahu kapan meletakkan pistolnya. Purbaya boleh menembak cepat, tapi dia juga kudu bisa menahan pelatuk saat akibat fiskal membesar. Jika tidak, pelurunya bisa memantul ke dirinya sendiri.

Untuk sementara, terbukti dia tetap jadi koboi yangg efektif, meskipun liar tapi kena sasaran. Dan di panggung politik-ekonomi Indonesia yangg monoton, mungkin sedikit “liar” memang yangg kita butuhkan. (*)

-->
Sumber Tajdid.id
Tajdid.id