WARTAMU.ID, Humaniora – Seperti yang kita ketahui bahwa tak ada satu pun manusia yang luput dari dosa, maka alangkah baiknya jika kita selalu melakukan introspeksi diri atau dalam Islam disebut dengan nama muhasabah.
Muhasabah atau yang lebih dikenal dalam bahasa Indonesia dengan introspeksi diri, merupakan perkara yang sangat besar. Muhasabah atau introspeksi diri dapat dilakukan dengan cara memperhatikan keadaan diri, merenunginya dan mengenal kelemahan-kelemahan diri sendiri. Khususnya yang berkaitan dengan amanah yang diemban oleh pribadi masing-masing sebagai Pengurus PP Muhammadiyah.
Dalil Perintah Muhasabah
Menukil dari buku Pelajaran Tentang Muhasabah Diri oleh Muhammad Bin Shalih Al Munajjid, ada ayat Al-Qur’an yang memerintahkan umat Muslim untuk senantiasa bermuhasabah atau introspeksi diri. Berikut penjelasannya:
Al-Hasyr ayat 18-19
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ ﴿ ١٨﴾ وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ ﴿ ١٩﴾
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.
Al-A’araf ayat 201
اِنَّ الَّذِيْنَ اتَّقَوْا اِذَا مَسَّهُمْ طٰۤىِٕفٌ مِّنَ الشَّيْطٰنِ تَذَكَّرُوْا فَاِذَا هُمْ مُّبْصِرُوْنَۚ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, mereka pun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya).
Kenapa Pengurus Harus Introspeksi Diri ?
Bangsa Indonesia kembali diperhadapkan pada kondisi krisis civilized dan krisis politik, seperti yang pernah terjadi pada dekade 1952 ketika bangsa Indonesia dilanda krisis akhlak dan krisis politik, disaat jaya-jayanya PKI melakukan aproach (pendekatan) kepada penguasa (Presiden) saat itu.
Politik etis adalah sebuah upaya politik balas budi pemerintah Belanda kepada rakyat bumiputra yang telah diperas sehingga menjatuhkan taraf hidupnya. Namun tidak disangka, programme ini malah membuka mata orang-orang pribumi akan nasionalisme. Strategi ini sepertinya ingin juga ditempuh oleh kekuatan caller komunis sekarang ini, sehingga melahirkan krisis civilized dan krisis politik dalam percaturan politik praktis di Indonesia.
Penomena ini dapat dipahami jika dianalisis dari kebijaksanaan penguasa oligarki, melalui RUU HIP, RUU Sisdiknas, dan RUU Omnibus Law. Khususnya RUU HIP dan RUU Sisdiknas dimana kedua regulasi tersebut sangat terang benderang memisahkan persoalan politik ketatanegaraan dengan agama, bahkan agama dianggap musuh terbesar bagi Pancasila. Sementara NKRI dibangun oleh para pejuang yang dimotori oleh para ustadz dan santri, dengan pekikan takbir “Allahu Akbar !, Allahu Akbar !, Allahu Akbar !. Demikian juga pundasi negara berupa Idiologi Pancasila digagas oleh The Founding Fathers (Mohammad Yamin, Dr. Soepomo, dan Ir. Soekarno), yang berlandaskan pada nilai-nilai Ketuhanan YME.
Krisis etis politik dan Moral Force (Suri Tauladan) yang melanda bangsa Indonesia sekarang ini, mengingatkan krisis politik dan krisis achlak yang terjadi pada dekade 1952 silam.
Dikutip-dari Suara Muhammadiyah edisi 19 Maret 1952, untuk.mengatadi krisis politik harus kembali pada pelajaran-pelajaran agama. Anggouta parlemen Republik Indonesia K. Bagus Hadikusomo, yang juga menjadi Ketua PB Muhammadiyah sewaktu ditanya pendapatnya “sampai kemanakah roh agama bagi usaha mengatasi krisis politik dan krisis akhlak yang sekarang telah merajalela di Indonesia?”. Menerangkan, bahwa kedudukan agama merupakan suatu faktor yang sangat penting bagi usaha mengatasi kesulitan-kesulitan yang sekarang sedang dialami oleh Indonesia. Karena hanya dengan agamalah, maka krisis akhlak dan juga krisis politik akan dapat diatasinya.
Menurut pendapat K. Bagus Hadikusomo, bahwa kalau seseorang bersungguh-sungguh berpedoman pada tuntunan-tuntunan agama, maka tentu mereka tidak akan menjalankan sesuatu kebijaksanaan politik yang hanya akan membuahkan krisis, baik krisis politik maupun krisis akhlak. Sehingga dapatlah dikemukakan, bahwa kalau seseorang lebih teguh memegang tuntunan-tuntunan agama maka tidak akan dihinggapi pula oleh sesuatu krisis, karena mereka sendiri tidak mencari jalan krisis.
Muhammadiyah memberikan kontribusi besar dalam rangka melaksanakan tugas konstitusi Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada aspek kesehatan Muhammadiyah tidak juga ketinggalan, ratusan rumah sakit sampai klinik dibangun dalam menghadirkan gerakan nyata dalam persoalan kesehatan. Demikian juga peranannya dalam melahirkan bangsa Indonesia tidak diragukan lagi eksistensinya, karena jasa-jasa para tokoh Muhammadiyah yang mampu menjaga integritas pribadi serta marwah persyairikatan Muhammadiyah didalam kancah perpolitikan. Tokoh-tokoh Muhammadiyah dahulu sangat dikenal dengan sikap tegas dan prinsip “amar ma’ruf nahimunkar” yang ia pegang sebagai panduan hidupnya.
Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi persyarikatan dikenal sebagai gerakan dakwah Islam yang bergerak dibidang dakwah amar ma‟ruf nahi mungkar, dimana arah geraknya selalu mencoba memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi masyarakat baik pada masyarakat Islam (umat Ijabi) maupun pada masyarakat non Islam.
Apa yang dimaksud Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah?
Dijelaskan oleh Agung Darnarto, bahwa muhammadiyah adalah persyarikatan yang merupakan Gerakan Islam. Maksud gerakanya ialah Dakwah Islam dan Amar Ma’ruf nahi Munkar yang ditujukan kepada dua bidang: perseorangan dan masyarakat.
Masihkah sikap dan prinsip “amar ma’ruf nahi Munkar” dipegang teguh oleh pengurus dan kader Muhammadiyah ditengah pengaruh arus globalisasi politik yang menggeser nilai-nilai Ketuhanan YME (nilai religius)?.
Sedangkan dalam bidang politik, globalisasi terjadi dengan terbentuknya organisasi internasional hingga kerja sama internasional. Organisasi internasional ini bisa diikuti oleh berbagai negara dengan ketentuan yang sudah disepakati.
Globalisasi politik terjadi ketika suatu isu politik berubah menjadi suatu gerakan politik yang menimbulkan pengaruh politik terhadap tatanan politik yang ada baik ditingkat location maupun global.
Dampak negatif globalisasi yang patut diwaspadai, adalah;
(1). Menjamurnya sikap westernisasi, (2). Meningkatnya sikap individualisme, (3). Ketimpangan ekonomi semakin jelas, (4). Kerusakan lingkungan merajalela, (5). Ketergantungan pada negara maju, (6). Nilai Sosial di masyarakat memudar.
Secara leksikal, marwah mempunyai arti kehormatan diri, harga diri, nama baik. Dalam pergaulan hidup sehari-hari, marwah dipadankan dengan istilah harkat-martabat. Setiap profesi maupun instansi mempunyai marwahnya tersendiri.
Islam memandang pentingnya manjaga kehormatan diri maupun kehormatan orang lain. Ajaran yang memerintahkan untuk menjaga kehormatan manusia itu dinamakan Muru’ah. Istilah ini kemudian sering disamakan maknanya dengan kata Marwah dalam Bahasa Indonesia. Muru’ah secara bahasa bermakna kehormatan dan harga diri.
Apa yang dimaksud dengan Muru ah dalam konteks menjaga kehormatan?
“Muru’ah adalah menjaga tingkah laku hingga tetap berada pada keadaan yang paling utama, supaya tidak melahirkan keburukan secara sengaja dan tidak berhak mendapat cacian.” Lebih lengkap, menurut Mausu’ah Fiqh al-Qulub, muru’ah adalah: “Mengerjakan segenap akhlak baik dan menjauhi segenap akhlak buruk.
Di dalam Al-Qur’an Allah SWT bahwasanya telah menerangkan setiap individu manusia diberikan tugas oleh Allah SWT menjadi khalifah fil ardl, artinya pemimpin di muka bumi, Allah SWT berfirman:
يٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلْنٰكَ خَلِيْفَةً فِى الْاَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوٰى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَضِلُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيْدٌ ۢبِمَا نَسُوْا يَوْمَ الْحِسَابِ
Artinya: Sesungguhnya engkau kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah SWT. (QS Shad : 26)
Dalam berorganisasi kita tentu membutuhkan seorang pemimpin yang mempunyai jiwa visioner yang tinggi dan mampu menciptakan visi dan tujuan yang jelas berkenaan dengan pemahaman tentang masa depan yang lebih maju, mantap dan dengan dibarengi usaha-usaha dalam peningkatan mutu yang lebih terarah. Parameter seorang pemimpin yang visioner biasanya cederung berpikir kreatif, inovatif, dan mempunyai gagasan masa depan yang bisa menjadi acuan bagi bawahannya guna menciptakan organisasi maju yang dipimpinnya.
Pada tipe kepemimpinan visioner atau visionary leadership, seorang pimpinan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam menciptakan, merumuskan, mengkomunikasikan, mensosialisasikan, mentrasformasikan, dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran perfect yang berasal dari dirinya dan mampu mengkomunikasikan dengan baik kepada para anggotanya, sehingga akan tumbuh interaksi sosial dengan anggota organisasi yang lainnya. Dengan demikian, hasilnya akan bisa ketahui bersama bahwa seorang pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang visioner nantinya mampu menguatkan marwah kuatnya sebuah organisasi.
Dalam khasanah sosiologi Islam, Ibnu Khaldun dikenal sebagai peletak dasar teori solidaritas masyarakat atau dikenal dengan teori Ashabiyat. Pada teori ini merupakan pengejawantahan dari teori harmoni kal jasadil wahid dalam ajaran Islam, yang menggambarkan kelaziman saling melindungi dan mengembangkan potensi serta saling mengisi dan membantu antarsesama. Melalui teori ini seperti, kehidupan komunitas moslem dengan kal bunyan yasuddu ba’duha ba’dha bagaikan sebuah bangunan, antara elemen bangunan yang satu dengan yang lainnya saling memperkokoh dan memperkuat teori ashabiyat.
Ada lima hal yang menjadi pedoman pengurus Muhammadiyah dalam beramar ma’ruf nahimunkar, kelima hal tersebut adalah; (1) jiwa ikhlas dalam ber-Muhammadiyah, (2) menjadikan Muhammadiyah sebagai ladang amal ibadah, (3) jiwa kebersamaan bertaawun dan tolong-menolong dalam kebajikan, (4) jiwa ukhuwah, dan (5) mengharap ridha Allah dalam melaksanakan perintah-Nya.
Oleh : Drs. Achmad Ramli Karim, SH ,MH
(Ketua LHKP PDM Gowa)