Penolakan Ganjar dan Wayan Koster Tidak Apple to Apple dengan Penolakan Sukarno atas Timnas Israel - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 2 tahun yang lalu

Oleh : Muhammad Taufiq Ulinuha*

PWMJATENG.COM – Beberapa pekan terakhir, masyarakat Indonesia diramaikan dengan penolakan beberapa kepala daerah, apalagi tokoh masyarakat dan organisasi masyarakat terhadap keikutsertaaan Tim Nasional (Timnas) Israel dalam Piala Dunia U-20 nan rencananya bakal digelar di Indonesia pada tanggal 20 Mei-11 Juni 2023. Beberapa di antaranya, dikutip dari Tribunmuria.com,

  1. Gubernur Bali I Wayan Koster
  2. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo
  3. Front Pembela Islam (FPI)
  4. Aliansi Solo Raya (Ansor)
  5. Medical Emergency Rescue Committee (MER-C)
  6. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
  7. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
  8. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
  9. Majelis Ulama Indonesia
  10. PWM Jawa Timur

Alasan-alasan penolakan nan mereka sampaikan pun beragam, mulai dari tidak sesuai konstitusi Indonesia “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah kewenangan segala bangsa dan oleh karena itu, maka kolonialisme di atas bumi kudu dihapuskan, lantaran tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”, Israel telah menjajah Palestina beratus-ratus tahun, tidak adanya hubungan diplomatik Indonesia dengan Israel, dsb. Lebih lanjut beberapa tokoh juga menggunakan sikap politik Presiden Sukarno pada tahun 1958, di mana dia menolak Timnas Indonesia untuk bermain melawan Timnas Israel, lantaran dia menganggap perihal tersebu sama saja mengakui kemerdekaan Israel.

Walhasil, atas beragam problematika tersebut akhirnya Indonesia dicabut statusnya sebagai host Piala Dunia U-20, nan mana Indonesia telah mempersiapkan diri sejak 3 tahun nan lalu. Tidak hanya prasarana nan telah Indonesia siapkan, Tim Garuda U-20 pun telah dipersiapkan sedimikian rupa oleh Coach STY dan tim. Lobbying nan dilakukan oleh pemerintah melalui Ketua PSSI Erick Tohir kemarin juga tak membuahkan hasil. Indonesia tetap kudu mengubur mimpinya untuk bermain di pertandingan sepakbola bertaraf dunia.

Kembali kepada konteks pembahasan. Sependek pengetahuan penulis, alasan-alasan nan mereka sampaikan merupakan suatu perihal nan wajar dan sah-sah saja. Toh, ‘katanya’ Indonesia adalah negara demokrasi. Namun, ada beberapa perihal nan perlu dipertimbangkan sebelum menyampaikan penolakan tersebut.

Penulis menilai bahwa sebenarnya keberadaan Timnas Israel untuk bermain di Indonesia pada Piala Dunia U-20 sah-sah saja. Toh, Indonesia (PSSI) hanya kepanggonan dan nan punya rencana tetap FIFA, sehingga segala patokan kudu tunduk pada patokan FIFA. Selain itu, salah satu patokan dasar saat sebuah federasi sepakbola suatu negara, termasuk Indonesia (PSSI), mau berasosiasi dengan FIFA, federasi itu kudu mematuhi statuta, peraturan dan keputusan FIFA dan konfederasinya. Hal ini tertuang dalam Pasal 10D huruf i Statuta FIFA.

“d. The Association’s legally sah statutes shall be enclosed with the application for membership and shall contain the following mandatory provisions : i. always to comply with the Statutes, regulations and decisions of FIFA and of its Confederation.”

Lebih lanjut, mengenai ungkapan beberapa tokoh, salah satunya Ganjar Pranowo nan menyampaikan bahwa dirinya bakal tetap mengikuti petunjuk Sukarno, sebagaimana nan selalu Sukarno gaungkan pada beragam forum internasional kala itu tentang kemerdekaan Palestina dan kebiadaban kolonialisme Israel, penulis kira kurang tepat. Pak Ganjar ahistoris dengan sikap politik Bung Karno. Mengapa demikian? Coba kita flashback pada sejarah tahun 1958, di mana Bung Karno menolak Timnas Garuda bertanding dengan Timnas Israel. Pada saat itu kondisi Palestina belum merdeka, dan tetap sangat di bawah tekanan Israel dan sekutunya. Israel saat itu sudah menjadi negara nan merdeka. Ia mendeklarasikan kemerdekaannya pada tahun 1948, sedangkan Palestina baru merdeka pada tahun 1988.

Sebagai tokoh salah satu tokoh muslim bumi nan menentang perbudakan, kolonialisme, dan imperialisme, Bung Karno pasti bakal menjadi garda terdepan untuk mendukung kemerdekaan negara manapun, termasuk Palestina. Di mana kita ketahui bahwa Palestina merupakan negara dengan masyarakat berakidah Islam, sama dengan Indonesia. Meminjam istilah KH Ahmad Shiddiq, ukhuwah islamiyah, wathaniyah, dan insaniyah Bung Karno pasti terpantik. Terlebih, Palestina adalah negara pertama nan mengakui kedaulatan Indonesia. Mengutip kitab Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri karya M Zein Hassan menjelaskan bahwa setahun sebelum kemerdekaan, ialah pada tahun 1944, Palestina mengakui kemerdekaan Indonesia seacara de facto. Kemudian, Mufti Besar Palestina Syekh Muhammad Amin Al-Husaini dan saudagar kaya Palestina Muhammad Ali Taher mengabarkan kemerdekaan Palestina ke penjuru dunia, termasuk area Timur Tengah dan Eropa.

Sebaliknya, lantaran jasa-jasa Palestina kepada Indonesia itulah kemudian Bung Karno nan sudah terpantik ikatannya dengan Palestina mengerahkan segala upaya demi kemerdekaan Palestina, mengingat pada saat itu belum ada forum-forum internasional nan membahas mengenai kemerdekaan negara jajahan dan pemberantasan imperealisme. Berbeda dengan kondisi hari ini, nan sudah tersedia beragam forum internasional untuk memperjuangkan kemerdekaan nan sebenarnya bagi Palestina.

Apa nan penulis ungkapkan ini bukan sebagai pembelaan dan pembenaran apa nan sudah Israel dan sekutunya lakukan. Kemerdekaan Palestina adalah nilai mati! Namun tetap banyak langkah nan lebih elegan dan bijak untuk mengikhtiarkan perihal tersebut. Bukan dengan cara-cara nan jelas mencoreng wajah bangsa Indonesia itu sendiri.

*Ketua Bidang Medkom DPD IMM Jateng, Anggota LaPSI PP IPM, Alumni Pesantren Mahasiswa KH Mas Mansur UMS, Editor Rahma.ID, Aktifis Kader Hijau Muhammadiyah, Redpel PWMJateng.com

Jumlah Pengunjung : 10

-->
Sumber pwmjateng.com
pwmjateng.com