Pengaruh Angklung di Malaysia dan Nusantara serta Manfaatnya bagi Lansia - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
Penulis: Dr. Muhammad Asyraf Mohd Bakri, Dosen Han Chiang University College of Communication, Malaysia

Angklung, perangkat musik tradisional bambu yangg berasal dari Indonesia, sekarang berkembang luas di area Nusantara sebagai media terapi seni yangg berakibat positif bagi lansia. Dikenal di Malaysia sejak sekitar tahun 1922, angklung telah diadaptasi dalam beragam program kesejahteraan lansia sebagai pendekatan non-farmakologis yangg efektif dan berakar pada nilai budaya.

Dr. Muhammad Asyraf Mohd Bakri, pengajar dari Han Chiang University College of Communication, merupakan salah satu tokoh krusial yangg aktif mempelopori penggunaan angklung dalam intervensi seni untuk kesehatan lansia. Melalui proyek Angklung Healing Art, dia telah melaksanakan beragam program di pusat perawatan lansia seperti Shalis Care Centre (Kelantan), Pusat Jagaan Damai Permai dan Caring Retirement Home Care (Penang).

Selama studi doktoralnya, dia bekerja sama dengan pembimbing utama, Dr. Mohammad Kamal Sabran dari Pusat Pengajian Seni USM, dan Prof. Madya Dr. Asrenee Abd Razak dari Pusat Pengajian Sains Perubatan USM. Penelitian mereka berfokus pada pengembangan perangkat bantu dan pendekatan terapi seni menggunakan angklung untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk emas di pusat perawatan.

Dr. Asyraf juga menyampaikan penghargaan kepada para kolaborator dan pendukung penelitian, termasuk Dr. Vincent Tee, Dr. Ahmad Shahril Ab Halim, Dr. Siti Nur Najibah Fauzi, Dr. Ungku Ahmad Ameen Ungku Mohd Zam, dan Dr. Cecilia Chan Woen Min, serta para perawat berdedikasi di BSC Eldercare Center. Ucapan terima kasih unik juga disampaikan kepada YM Raja Iza Akhmar, Dany Angklung Sari Rejeky, dan para master kreasi kesehatan: Dr. Muhammad Jameel Mohamed Kamil (CIDe), Ts. Dr. Rosalam Che Me, dan Ts. Dr. Saiful Hasley Ramli.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bermain angklung secara berkelompok dapat meningkatkan kegunaan kognitif, mengurangi stres, serta mendorong keterlibatan emosional dan sosial pada lansia. Di Indonesia, sejumlah penelitian juga mendukung temuan ini. Studi oleh Deswita (2015), Putri (2018), dan Fitria et al. (2022) menggarisbawahi akibat positif terapi angklung terhadap kualitas hidup, hubungan sosial, dan pengurangan indikasi depresi pada lansia.

Di Thailand, penemuan teknologi juga telah diperkenalkan. Phoasavadi (2022) mengembangkan Smart Band, sebuah perangkat interaktif yangg dirancang untuk memfasilitasi aktivitas angklung di kalangan lansia. Alat ini membantu meningkatkan koordinasi motorik dan kegunaan kognitif secara menyenangkan dan terstruktur.Selain konsentrasi pada lansia, Dr. Asyraf turut memperluas akibat terapi angklung dalam bagian kesehatan mental. Ia mengadakan lokakarya seni pengobatan bagi penyintas ketergantungan narkoba di Malaysia bagian timur laut, bekerja sama dengan Badan Anti Narkotika Nasional (AADK) dan AIDS Action and Research Group (AARG).

Ia juga mengadakan training angklung untuk mahasiswa USM, mempromosikan seni sebagai media pemulihan emosional dan kebahagiaan kolektif.Kegiatan lintas disiplin dan organisasi yangg dilakukan oleh Dr. Asyraf telah dipresentasikan dalam beragam forum, termasuk IPOH Healing Arts Festival, New Adventures in Art Festival, serta program kerjasama dengan Galeri Seni Nasional dan USM Experimental Lab. Inisiatif ini tidak hanya memperkuat posisi angklung sebagai warisan budaya, tetapi juga menegaskan potensinya sebagai perangkat intervensi psikososial yangg efektif di era kontemporer.

Kini, angklung bukan sekadar simbol tradisi, melainkan juga jembatan antara seni, kesehatan, dan pelestarian budaya. Dengan support riset ilmiah dan pendekatan berbasis komunitas, angklung mempunyai potensi luar biasa dalam meningkatkan kesejahteraan lansia di Malaysia, Indonesia, dan seluruh area Nusantara.

*Penulis: Dr. Muhammad Asyraf Mohd Bakri, Dosen Han Chiang University College of Communication, Malaysia

-->
Sumber pijarnews.id
pijarnews.id