Oleh: Susilaningsih Kuntowijoyo
Pendidikan sopan santun adalah proses pembentukan sikap dan perilaku seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain secara santun. Hal itu diimplementasikan dengan sikap menghormati dan menghargai, baik dalam corak ucapan dan pilihan kata, maupun mobilitas gerik alias tindak tanduk dalam berinteraksi. Bagi bangsa Indonesia, penerapan budaya sopan santun dalam pergaulan tetap dianggap sebagai bagian dari langkah untuk menilai kehormatan seseorang. Penerapannya juga dianggap bagian dari budaya pergaulan dalam masyarakat yangg perlu dijaga kelestariannya.
Seseorang yangg mempunyai sikap sopan santun dalam pergaulan bakal dihormati oleh orang lain. Pendidikan sopan santun adalah bagian dari proses pembentukan kepribadian anak yangg perlu dimulai semenjak usia awal yangg mesti dilakukan oleh family tentang gimana bersikap dan berperilaku hormat ketika berkomunikasi dengan orang lain, baik dalam lingkungan family maupun lingkungan masyarakat.
Proses pendidikan tentang budaya dan sopan santun terjadi dengan langkah pengajaran alias pemberitahuan dan modelling alias proses meniru. Di dalam keluarga, orang tua adalah pendidik utama dan sekaligus model yangg bakal ditiru semua sikap dan perilakunya, apalagi nada suaranya ketika berbicara. Perkembangan karakter anak dalam keahlian bersopan santun lebih banyak dipengaruhi oleh apa yangg teramati oleh anak semenjak mini dari sikap dan perilaku orang tuanya.
Dengan demikian, di dalam keluarga, orang tua perlu mempunyai kesadaran dalam mendidikkan budaya sopan santun terhadap anak-anaknya terutama melalui corak perilaku dan sikap dalam proses komunikasinya dengan anak dan dengan personil keluarga. Hal ini kemudian bakal diadopsi oleh anak semenjak usia dini.
Orang tua juga perlu menguatkan melalui pengajaran yangg diberikannya kepada anak tersebut. Kemampuan untuk memahami orang lain baik dari segi posisinya ataupun keadaannya untuk bisa berperilaku santun yangg proporsional kudu anak pelajari. Selanjutnya, proses pembentukan sikap dan perilaku sopan santun tersebut bakal terkukuhkan melalui pergaulan dengan orang lain dalam masyarakat, baik dengan teman-temannya, tetangga yangg lebih tua, maupun orang yang
baru dikenal.
Baca Juga: Mencegah dan Mengatasi Perselingkuhan
Misalnya, orang tua dapat mengajarkan anak langkah yangg santun dalam menjawab sapaan alias langkah menye- rahkan pemberian kepada tetangga. Dengan demikian, sikap dan perilaku sopan santun dapat terkuatkan dan menjadi bagian dari kepribadian anak. Karena family berkedudukan utama dalam membentuk sikap dan perilaku sopan santun pada anak-anaknya, orang tua sebagai pemeran utama kudu memi- liki dasar pedoman dalam melakukan perannya. Panduan dasar sikap sopan santun kudu berasas agama, dalam perihal ini kepercayaan Islam, dan tata langkah dalam budaya setempat yangg tidak bertentangan dengan Islam.
Dalam Islam, berperilaku santun merupakan bagian dari tanda keagamaan kepada Allah subhanahu wata’ala. Hal tersebut termaktub dalam‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa beragama kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berbicara baik alias diam. Barangsiapa beragama kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa beragama kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia memuliakan tamunya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Hadis di atas menunjukkan sungguh pentingnya bersikap dan berperilaku yangg santun kepada orang lain. Oleh lantaran itu, upaya mendidik anak-anak kaum muslimin agar menjadi generasi dengan perilaku yangg sopan dan santun adalah bagian yangg tidak terpisahkan dalam mewujudkan family sakinah. Dalam kepercayaan Islam, ada pedoman tentang langkah membina hubungan yangg penuh sopan santun yangg terangkum dalam pedoman Akhlaqul Karimah. Panduan ini mesti dipahami oleh orang tua dan dijadikan pedoman bagi perilakunya sendiri yangg bakal terserap oleh anaknya.
Sementara itu, budaya tertentu, misalnya budaya Jawa alias Sunda, yangg mempunyai tingkatan berbahasa, ialah menggunakan bahasa lembut (kromo inggil) dan bahasa sehari-hari (ngoko), juga bisa menjadi dasar pedoman pendidikan sopan santun yangg langsung dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembentukan sikap dan perilaku sopan santun pada anak dapat dikuatkan melalui aktivitas sehari-hari yangg mereka lakukan.
Namun tampaknya, masyarakat sekarang pada umumnya telah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi dalam keluarga. Akibatnya, hubungan antara orang tua dan anak lebih berkarakter egaliter yangg kemudian menghilangkan sekat-sekat budaya sebagai pengantar dan petunjuk dalam pendidikan sikap sopan santun yangg dimulai dalam keluarga.
Di samping itu, penggunaan sarana komunikasi di era digital yangg menggunakan style bahasa media sosial yangg serba ringkas juga ikut melemahkan sikap sopan santun dalam hubungan antar warga, termasuk orang tua dan anaknya. Meskipun demikian, kedua perihal itu, ialah penggunaan bahasa Indonesia antara personil family dan sarana komunikasi era digital, tampaknya tidak bisa terhindarkan. Oleh lantaran itu, diperlukan adanya pendidikan sopan santun kepada anak yang
perlu dilakukan semenjak anak tetap usia awal dengan beberapa langkah sebagai berikut.
Pertama, orang tua dan orang dewasa di rumah menjadi contoh alias model dalam berperilaku sopan. Hendaklah di samping mengajarkan dan melatih anak, orang tua dan orang dewasa lain dalam family tersebut perlu berperilaku baik dan berbincang secara sopan semenjak anak tetap bayi agar dapat terserap oleh anak dengan
baik. Bahkan meski anak tetap bayi dan belum bisa merespons, apa yangg biasa diucapkan oleh orang tuanyapun dapat terserap. Dalam perihal ini, bayi yang
sering diajak berbincang maka kognisinya menjadi aktif.
Kedua, biasakan memberi contoh alias ucapan salam dengan sapaan yangg baik dan islami saat meninggalkan rumah, datang dari bepergian, berjumpa dengan seseorang, alias sedang bertamu, yangg diikuti dengan bersalaman secara baik. Berilah contoh untuk panggilan yangg tepat pada seseorang. Misalnya, berikan contoh panggilan yangg baik kepada adik, kakak, paman, alias tante, ketika anak diajak berjumpa dengan seseorang.
Ketiga, biasakanlah anak menggunakan kata-kata islami seperti alhamdulillah ketika bersyukur, subhanallah ketika kagum terhadap sesuatu yangg baru, dan astaghfirullah ketika melakukan kesalahan. Biasakan juga penggunaan kata-kata “tolong “, “terima kasih”, dan “maaf” dengan konteks yangg tepat dalam pergaulan sehari-hari.
Keempat, ajarkan anak untuk sabar mendengarkan dan menunggu kesempatan untuk mendapat giliran berbicara. Anak sering menyela untuk menyampaikan sesuatu jika orang tua sedang berbicara. Oleh lantaran itu, orang tua perlu membiasakan anak untuk menunggu dan mengatakan “maaf” jika mau menyela pembicaraan.
Kelima, ajarkanlah sikap ramah kepada siapa saja, apalagi saat sedang melakukan kompetisi. Suasana kejuaraan bisa mendorong anak bersikap kasar. Jadi, pembiasaan bersikap sportif dengan sikap yangg ramah perlu pula diajarkan. Tak lupa, biasakan memberi pujian alias apresiasi saat anak melakukan sikap dan perilaku sopan sehingga anak merasa senang dan bangga. Hal itu bakal menguatkan kemampuannya untuk berperilaku sopan.
Terakhir, berikanlah koreksi secara bijak ketika menemui sikap anak yangg kurang sopan. Ketika anak berupaya memihak diri atas kekurangannya, gunakan langkah yangg baik dan tidak menekan anak dalam meluruskannya. Selanjutnya, untuk menguatkan keahlian bersikap dan berperilaku sopan santun pada anak, perlu dikembangkan sikap empati. Empati adalah keahlian untuk memahami keadaan orang lain sehingga dirinya berambisi untuk melakukan baik kepada orang lain, dan apalagi dapat terdorong untuk mau membantunya. Pembahasan tentang pengembangan sikap empati bisa menjadi pembahasan pada jenis berikutnya. Semoga bermanfaat.
English (US) ·
Indonesian (ID) ·