Pemkab Gowa Apresiasi Policy Brief Eco Bhinneka Muhammadiyah Soal Mitigasi Bencana di Manimbahoi - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 minggu yang lalu

KHITTAH.CO, Gowa — Penelitian Eco Bhinneka Muhammadiyah Sulawesi Selatan di Desa Manimbahoi, Kabupaten Gowa, memasuki tahap akhir. Program yangg berfokus pada mitigasi musibah dan tata kelola lingkungan itu sekarang melahirkan sejumlah rekomendasi kebijakan yangg dipaparkan dalam aktivitas Diseminasi Policy Brief di Kedai Dewi, Gowa, Rabu, 15 Oktober 2025.

Kegiatan ini menghadirkan sejumlah penanggap dari beragam unsur, seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulsel, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gowa, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, serta perwakilan organisasi kepemudaan.

Tiga Masalah Utama di Manimbahoi

Focal Point Eco Bhinneka Muhammadiyah Sulsel, Elbu Bahtiar, menjelaskan bahwa penelitian mereka menemukan tiga persoalan pokok di Manimbahoi: lemahnya kapabilitas pemerintah desa, belum adanya jalur evakuasi, serta kurangnya edukasi kebencanaan yangg berkarakter rutin.

“Padahal, Manimbahoi adalah jalur utama menuju lokasi wisata seperti Danau Tanralili, Air Terjun Lengkese, dan Gunung Bulu Baria, yangg dikunjungi ribuan visitor setiap tahun,” ujar Elbu.

Berdasarkan temuan itu, tim Eco Bhinneka menyusun rekomendasi kebijakan dengan pendekatan Teori Pentahelix, ialah kerjasama antara lima unsur utama ialah pemerintah, masyarakat, akademisi, media, dan pelaku usaha.

Usulan: Jalur Evakuasi dan Pelatihan Rutin

Elbu menekankan pentingnya BPBD Gowa menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) mitigasi musibah yangg dapat dijadikan referensi bagi pemerintah desa. Selain itu, Pemkab Gowa diminta mengalokasikan anggaran pembangunan jalur evakuasi, titik kumpul, serta sistem peringatan awal di wilayah Manimbahoi.

“BPBD juga perlu melakukan training kebencanaan secara rutin minimal dua kali setahun untuk meningkatkan kesiapsiagaan warga,” tambahnya.

Elbu menjelaskan, pemilihan Desa Manimbahoi sebagai letak riset didasari pertimbangan geografis. “Manimbahoi terletak di kaki Gunung Bawakaraeng dan menjadi hulu Sungai Jeneberang. Artinya, potensi musibah seperti longsor dan banjir bandang cukup besar,” jelasnya.

Dorongan Regulasi Wisata Ramah Lingkungan

Dalam aspek lingkungan, Eco Bhinneka juga merekomendasikan training Ecobrick bagi masyarakat sebagai solusi jangka pendek mengatasi persoalan sampah plastik di area wisata.

“DLH dan Dinas Pariwisata perlu menyusun izin wisata ramah lingkungan. Pelatihan Ecobrick dapat menjadi pengganti untuk mencegah pembakaran sampah oleh wisatawan,” tutur alumni Fakultas Teknik Unismuh Makassar itu.

Elbu optimistis, jika rekomendasi kebijakan tersebut dijalankan secara sistematis, Gowa dapat menjadi wilayah percontohan dengan kategori ‘Daerah Tanggap Bencana’.

PDM Gowa: Sumbangsih Konkret Kader Muhammadiyah

Sebelum sesi pemaparan, Mardin, Bendahara Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gowa, mengapresiasi inisiatif Eco Bhinneka Muhammadiyah Sulsel. Menurutnya, kerja riset dan pembelaan lingkungan tersebut merupakan bentuk nyata peran Muhammadiyah dalam menjaga kelestarian alam.

“Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah tidak hanya mengurus urusan ibadah, tapi juga persoalan sosial, termasuk lingkungan hidup,” ujarnya.

Mardin kemudian mengutip Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 56, “Janganlah Anda membikin kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya.” Ayat itu, kata dia, menjadi dasar teologis bagi aktivitas Muhammadiyah dalam merawat bumi.

BPBD Gowa Siap Tindaklanjuti

Kepala Pelaksana BPBD Gowa, Wahyuddin, menyambut baik rekomendasi yangg disusun tim Eco Bhinneka. Ia menyebut, langkah tersebut dapat menjadi pedoman dalam memperkuat status Desa Tangguh Bencana (Destana) Manimbahoi.

“Rekomendasi dari teman-teman Eco Bhinneka sangat membantu kami. Meski Manimbahoi telah berstatus Destana, sejumlah akomodasi seperti jalur pemindahan dan titik kumpul memang belum lengkap,” kata Wahyuddin.

Ia menegaskan BPBD siap berkoordinasi dengan pemerintah desa untuk menindaklanjuti pembangunan akomodasi mitigasi serta training rutin berbareng masyarakat.

DLH Gowa: Ecobrick Jadi Solusi Sementara

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Gowa, Azhari Azis, juga menanggapi positif usulan training Ecobrick. Menurutnya, metode tersebut dapat membantu masyarakat mengelola sampah plastik secara kreatif.

“Di Tombolo Pao sudah ada penduduk yangg memanfaatkan Ecobrick untuk membikin bangku dan meja. Ini solusi sederhana tapi efektif untuk menjaga area wisata tetap bersih,” ujarnya.

Dinas Pariwisata: Pembalakan Hutan

Sering Dipicu Faktor Ekonomi
Sementara itu, Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Gowa, Nasrun B, menyoroti persoalan pembalakan liar di sekitar Manimbahoi. Ia menilai, praktik itu kerap dilakukan lantaran dorongan ekonomi.

“Masyarakat sebenarnya mau menjaga kelestarian hutan, tapi sering kali terpaksa membuka lahan untuk pertanian,” jelasnya.

Ia berjanji bakal menindaklanjuti rekomendasi Eco Bhinneka dengan menggelar training dan aktivitas edukasi wisata berkelanjutan.

WALHI Sulsel: Tepat Sasaran

Kepala Departemen Riset dan Keterlibatan Publik WALHI Sulsel, Slamet Riyadi, menilai riset Eco Bhinneka tepat sasaran.

“Manimbahoi adalah wilayah unik—berada di kaki Gunung Bawakaraeng dan di hulu DAS Jeneberang. Desa ini sekaligus lokasi wisata dan wilayah rawan bencana,” ujar Slamet.

Menurutnya, upaya mitigasi musibah perlu menyeimbangkan tiga aspek utama: ancaman, kerentanan, dan kapasitas. Rekomendasi Eco Bhinneka dinilai kuat dalam memperkuat kapabilitas masyarakat dan tata kelola kebencanaan.

Ia menambahkan, pengelolaan rimba di wilayah hulu sangat krusial untuk menahan aliran air hujan. “Kalau tutupan rimba berkurang, air langsung mengalir ke sungai dan memperbesar akibat erosi,” ujarnya.

Slamet juga menekankan perlunya kerjasama lintas daerah. “Banjir di Makassar tak bisa dilepaskan dari kondisi di Gowa sebagai hulu Jeneberang. Karena itu, koordinasi antardaerah sangat penting,” tandasnya.

-->
Sumber khittah.co
khittah.co