Hampir setiap saat ketika kita mengunjungi masjid, baik untuk mengerjakan shalat lima waktu alias pun aktivitas nan lainnya, kita pasti sudah tidak asing lagi dengan kotak infak. Di setiap masjid minimal ada 1 kotak amal, entah nan diletakkan di depan pintu masuk masjid alias nan biasa diedarkan waktu shalat Jum’at.
Tak jarang pula kita mengisi kotak tersebut dengan nominal nan kita punya. Namun apakah di antara kita ada nan tahu, untuk apa sih duit hasil infak itu? Apakah hanya sebatas untuk kemaslahatan masjid alias boleh digunakan untuk kebutuhan umat secara umum? Mari kita telaah bersama.
Apa Sih Infak Itu?
Kata infak diambil dari bahasa Arab ialah anfaqa-yunfiqu-infaqan nan berfaedah membiayai alias membelanjakan. Menurut pengertian diatas dapat kita maknai bahwa infak merupakan suatu upaya untuk mengeluarkan harta, baik nan berupa amal maupun non zakat. Dalam perihal ini, makna infak juga berbeda dengan sedekah. Sebab infak bisa berupa barang maupun upaya tetapi jika infak lebih kepada hal-hal nan berkarakter materi alias benda.
Mengacu pada Undang-Undang no. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan amal bahwa infak adalah kekayaan nan dikeluarkan oleh seseorang alias badan upaya di luar amal untuk kemashlahatan umum. Infak tidak mengenal adanya nishab seperti zakat. Infak bisa ditasharufkan untuk hal-hal nan berangkaian dengan kepentingan dan kemaslahatan perorangan ataupun kelompok, baik masjid alias lembaga. Tentunya dalam mengeluarkannya kudu disertai dengan rasa ikhlas.
Keberadaan masjid mempunyai kegunaan sentral sebagai tempat peribadatan dan aktivitas umat Islam. Selain masjid digunakan untuk melakukan ibadah, masyarakat juga banyak nan menggunakan masjid untuk aktivitas seperti aktivitas keagamaan, aktivitas belajar mengajar, tempat berembuk kaum muslimin, tempat penyelenggaraan pernikahan, serta tempat pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Oleh lantaran itu, keberadaan masjid bisa dianggap sebagai simbol dari peradaban Islam.
Dalam melaksanakan kegiatannya, masjid mendapatkan sumber biaya nan berasal dari jamaah antara lain dari infak. Seringkali, pentasarufan infak tetap berada pada kemaslahatan masjid, seperti misalnya biaya kebersihan, biaya listrik, dan biaya air. Hanya sedikit dari masjid nan menggunakan infak itu untuk kebutuhan umat secara umum, di luar kemaslahatan masjid.
Penggunaan Dana Infak Masjid Menurut Muhammadiyah
Lebih lanjut, dilansir dari muhammadiyah.or.id, pemanfaatan dan penggunaan infak masjid nan sudah diprogram oleh pihak takmir itu termasuk ke dalam infak muqayyad, nan mana kudu disalurkan sesuai dengan maksud dan kemauan pemberi infak. Ketika semisalnya takmir masjid hendak menggunakan semua biaya infak untuk honor pembimbing diniyyah misalnya, maka pihak takmir diwajibkan untuk meminta izin kepada jamaah tentang pemanfaatan biaya tersebut. Hal ini dimaksudkan agar sesuai dengan niat dan jamaah bisa tulus biaya infaknya digunakan untuk biaya pendidikan.
Penggunaan Dana Infak Masjid Menurut NU
Dilansir dari islam.nu.or.id, dalam fiqih, penggunaan infak masjid sendiri wajib diarahkan kepada salah satu dari dua hal. Pertama, ‘imarah ialah kebutuhan bentuk gedung masjid, misalnya biaya pembaharuan alias penjagaan kelestarian gedung masjid. Kedua, mashalih ialah segala perihal nan berangkaian dengan kemashlahatan masjid seperti penghasilan takmir, khatib, nadzir, biaya kemakmuran aktivitas masjid, dan aktivitas lain seperti support kepada anak yatim, musibah alam dan lain sebagainya. Selain dari kedua pengalokasian tersebut tidak diperbolehkan.
Penentuan alokasi ‘imarah dan mashalih disesuaikan dengan tujuan pemberi, jika penyumbang menentukan untuk kebutuhan bentuk masjid (‘imarah), maka hanya boleh untuk kebutuhan bentuk masjid. Bila tujuan penyumbang untuk mashalih alias dimutlakan, maka boleh untuk alokasi ‘imarah dan kemaslahatan masjid secara umum. Namun pihak nazir wajib memprioritaskan kebutuhan ‘imarah masjid (KH Ja’far Shadiq, Risalah al-Amajid, hal. 18).
Dalam patokan fiqh, alokasi pemberian sumbangan kudu disesuaikan dengan kehendak pemberi, wajib bagi pihak pengelola untuk mengalokasikan duit infak sesuai tasaruf nan ditentukan pemberi. Misalnya, orang bersedekah untuk korban musibah alam, maka pengelola wajib menyalurkan untuk para korban.
Penggalangan biaya untuk aktivitas syi’ar keagamaan seperti maulid akbar wajib disalurkan untuk hal-hal nan berangkaian dengan aktivitas tersebut. Meski duit nan diterima menjadi milik pengelola tapi kepemilikannya atas duit tersebut dibatasi sesuai arah tasaruf nan ditentukan pemberi. Pemberian jenis ini disebut dengan hibah muqayyadah alias shadaqah muqayyadah (hibah nan dibatasi/sedekah nan dibatasi).
Cara Manajemen Infak Masjid
Setelah melalui beragam pemaparan di atas, kita mengetahui bahwa penggunaan infak masjid tidak hanya pada sebatas kemaslahatan masjid saja. Namun, infak juga bisa disalurkan kepada hal-hal lain nan mendukung aktivitas syi’ar dan dakwah masjid tersebut. Sebut saja seperti menggaji takmir, khatib, alias apalagi pembimbing TPQ nan mengajar di sana. Di samping itu, infak juga dapat disalurkan untuk banyak kegiatan-kegiatan sosial lainnya.
Sebagai solusi agar duit infak dapat dialokasikan untuk kebutuhan sosial masyarakat umum, pihak takmir hendaknya memisah kotak kebaikan untuk masjid dan kebutuhan sosial kemasyarakatan. Misalnya, di depan pintu masjid disediakan dua kotak amal; kotak pertama bertuliskan infak masjid, kotak kedua diberi tanda “dana sosial.” Dengan langkah pemisahan kotak demikian, dapat menjadikan sebuah indikasi maksud penyumbang, masing-masing duit nan terkumpul di kedua kotak dapat ditasarufkan sesuai peruntukannya.
Editor: Soleh
2 tahun yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·