Panggil Aku Mamak, Kau Ku Angkat Jadi Anakku: Cerita Safari Wukuf Lansia - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Makkah-Suara ‘Aisyiyah. Jelang pukul 07.00 di Hari Sabtu tanggal 9 Dzulhijjah 1425 H, tetiba Meldy mendapat panggilan bahwa salah satu jemaah peserta safari wukuf non berdikari tiba-tiba mengalami lemas di bilik mandi. Dokter ahli geriatri yangg menjadi petugas safari wukuf ini bergegas menuju bilik jemaah untuk memeriksa kondisi kesehatannya.

Sebelumnya, sejak pukul 04.00 pagi, para petugas telah menyiapkan kebutuhan jemaah sebelum berangkat safari wukuf, mulai dari memandikan, mengganti pampers, memakai kain ihram, menyuapi makan, hingga menyiapkan air minum, snack, dan obat yangg perlu dibawa jemaah saat safari wukuf di atas bis.

Setelah dicek, rupanya jemaah mengalami penurunan kesadaran, tekanan darah turun, nadi meningkat, gula darah rendah, dan dia didiagnosa glukemi dengan dehidrasi. Jemaah pun kemudian mendapat pertolongan sigap dengan memberi konsentrat gula dan cairan sehingga kondisinya membaik. Nadi sudah turun, gula darah meningkat, hanya saja, pasien terlihat tetap mengantuk.

Petugas pun kudu mempertimbangkan beberapa pilihan, “Kalau kita paksa safari wukuf bakal rawan bagi jemaah tersebut. Apalagi bis yangg bakal dipakai bukan jenis bis yangg bisa digunakan membawa jemaah sakit dalam kondisi berbaring,” terang laki-laki berjulukan komplit Meldy Muzada Elfa.

Sedangkan jika jemaah langsung dirujuk ke RS Arab Saudi maka dia tidak bakal mengikuti safari wukuf tetapi dibadalhaji. Padahal tujuan safari wukuf adalah agar para lansia bisa berangkat wukuf ke Arafah walaupun dalam bis.

Setelah berkoordinasi dengan Kabid Lansia serta Klinik Kesehatan Haji Indonesia, maka diputuskan jemaah mengikuti safari wukuf KKHI lantaran tersedia bis bagi pasien berebahan dilengkapi peralatan medis. “Kalau tidak sigap kita lakukan pertolongan dan mengambil keputusan, maka bisa saja pasien terlambat dan tidak bisa mengikuti safari wukuf. Alhamdulillah, sekarang pasien sudah membaik dan sehat,” ungkap master di RSUD Ulin Banjarmasin saat menceritakan pengalaman yangg membuatnya terkesan.

Dari Memandikan Hingga Menelfon Keluarga Jemaah

Bayangan tentang safari wukuf sebenarnya bukan saja mengantar jemaah lansia non berdikari menggunakan bus ke Arafah dan kembali lagi ke hotel. Pasalnya, jemaah yangg menjadi peserta safari wukuf ini adalah para lansia, risti, hingga difabel yangg tidak mempunyai pendamping.

Butuh waktu dua hari untuk menjemput peserta safari wukuf dari 11 kloter lantaran kudu membawa jemaah turun dari kamar, mengangkat ke bis, menurunkan kembali dari bis, hingga membawa ke bilik di hotel transit. Perlu daya dan waktu lebih panjang mengingat keterbatasan kondisi kesehatan jemaah.

Para petugas inilah yangg memenuhi kebutuhan dasar pasien lantaran jemaah tidak mempunyai pendamping. Meldy yangg juga Wakil Sekretaris PWM Kalimantan Selatan ini menyampaikan, bahwa petugas sepakat membikin program jaga yangg dilakukan dua kali dalam sehari, ialah sejak pukul 04.00-08.00 di pagi hari dan pukul 16.00-20.00 di sore hari.

Mantan Ketua Pemuda Muhammadiyah Kalimantan Selatan ini menjelaskan, Kebutuhan dasar lansia, mulai tukar pampers, membuang urine bagi jemaah yangg memakai kateter, mandi, mencuci pakaian, menyuapi makan, minum, minum obat, membersihkan kamar, hingga membantu jemaah menelfon keluarganya itu semua dilakukan petugas.

“Kalau jemaah mau mandi, kita dimandikan. Ada yangg stroke sehingga jalan sangat terbatas, kita papah. Ada yangg kesulitan BAB apalagi lima hari belum, kita bantu secara manual. Pampers penuh, kita ganti.” terangnya.

Ada 70 orang petugas safari wukuf yangg terdiri dari beragam unsur dan profesi, baik itu sie lansia, PKP3JH, pengarahan ibadah, dan lainnya. Meldy yangg berprofesi sebagai master dan dipercaya sebagai koordinator lansia pada program safari wukuf ini pun selalu berpesan, bahwa semua petugas adalah setara dan melakukan semua tugas pelayanan kepada jemaah safari wukuf.

Kebersamaan Selayaknya Keluarga

Kebersamaan dengan jemaah selama delapan hari rupanya menumbuhkan rasa kekeluargaan. Dalam satu bilik terdapat 8 hingga 13 jemaah didampingi 2 hingga 3 petugas yangg bertanggung jawab untuk melakukan pelayanan.

Ternyata ikatan emosional para lansia meningkat dengan para petugas safari wukuf. “Ada lansia yangg ga mau dipanggil mbah alias nenek, katanya panggil saya mamak, Anda saya angkat menjadi anakku  ya,” Meldy menceritakan.

Bahkan, ungkapnya, jelang kepulangan yangg semestinya disambut dengan ceria lantaran bakal kembali berjumpa rekannya di hotel kloter, justru dirasakan sebaliknya. “Waktu tahu besoknya mau pulang, raut muka jemaah justru terlihat sedih dan menangis, mereka merasa bahwa di hotel transit ini mereka diperhatikan.”

Menurut Meldy, dalam pengetahuan geriatri alias pengetahuan tentang kesehatan lansia, problem lansia itu isolasi alias merasa diri sendiri kesepian. Bermula dari perasaaan terisolasi inilah yangg kemudian berakibat pada depresi dan memunculkan beragam penyakit yangg biasa dialami lansia.

Begitu diberi perhatian lebih, lanjut Meldy, semangat hidup para lansia muncul lantaran merasa dihargai. Ia pun tidak bisa melupakan momen saat berpelukan dan tangis yangg pecah saat para lansia bakal kembali ke hotel. Pesan jemaah pun tetap diingatnya, “Panggil saya mamak, Anda saya angkat menjadi anakku ya.” (hns)

-->
Sumber suaraaisyiyah.id
suaraaisyiyah.id