Optimalisasi Pembelajaran di Bulan Ramadan - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 7 bulan yang lalu

 TribunPontianak

Ilustrasi: TribunPontianak

Oleh: Arif Jamali Muis*

Jelang Ramadan 1446 H/2025 M, pemerintah menetapkan kebijakan pembelajaran di bulan suci tahun ini. Ketentuan tersebut merujuk pada Surat Edaran Bersama (SEB) yangg ditandatangani oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti, Menteri Agama Nasaruddin Umar, dan Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian yangg ditetapkan di Jakarta.

Kebijakan tersebut tidak muncul tiba-tiba, menurut Abdul Mu’ti, kebijakan ini diputuskan berdasar pertimbangan aspirasi dari masyarakat dan orang tua siswa. Ketetapan tersebut merupakan agenda ideal seiring kehendak untuk menata pendidikan nasional, oleh karenanya SEB tersebut tentang pembelajaran selama bulan Ramadan bukan SEB tentang libur selama bulan Ramadan. Pemerintah dalam perihal ini hendak menyelaraskan dimensi spiritual dan intelektual dalam pembelajaran.

Ramadan dan Pembelajaran Siswa

Tahun ini, lebih dari satu milliar muslim di bumi bakal melaksanakan ibadah puasa Ramadan, termasuk di antaranya para pelajar/siswa. Ramadan sesungguhnya bukan sekadar ritual ibadah, melainkan juga momentum pendidikan guna memperdalam makna spiritual, emosional, dan sosial.

Kendati sebagian pihak menilai pembelajaran melangkah kurang ideal saat Ramadan, studi ilmiah justru menunjukkan sebaliknya. Riset dari tiga akademisi Jerman—Erik Hornoung (University of Cologne), Guido Schwerd (University of Kontstanz) serta Maurizio Strazzeri (University of Bern)—yang diterbitkan oleh Journal of Economic Behavior and Organization (Januari, 2023) menunjukkan bahwa aktivitas puasa Ramadan ikut membantu mengasah dan mempertajam aspek sosial siswa, memperkuat identitas kolektif, apalagi juga mengikis kesenjangan sosial ekonomi lewat semangat kebersamaan sebagai sesama muslim.

Hasil riset tersebut cukup untuk menjelaskan bahwa puasa Ramadan bukanlah halangan pembelajaran bagi siswa. Sebaliknya, kehadiran bulan Ramadan berbanding lurus dengan upaya memaksimalkan proses pendidikan bagi siswa, baik secara kognitif maupun afektif.

Tantangan Pembelajaran

Kendati mempunyai akibat positif terhadap peningkatan nilai akademik siswa di sekolah, puasa Ramadan juga mempunyai tantangan-tantangan multiaspek yangg kudu ditangani dengan baik. Tantangan tersebut berupa tantangan fisiologis, psikologis, sosial, dan akademik.

Tantangan fisiologis dalam perihal ini berangkaian dengan respons bentuk akibat puasa di mana para siswa dan pembimbing kerap merasa lemas, mudah mengantuk, hingga masalah kurang fokus. Tantangan fisiologis tersebut sering melangkah seiring dengan masalah psikologis di mana terjadi penurunan motivasi belajar siswa serta tingkat emosi yangg fluktuatif.

Baca Juga: Tuntunan Ibadah Ramadan: Niat Puasa Ramadan Menurut Muhammadiyah-‘Aisyiyah 

Secara sosial, di tengah lingkungan yangg heterogen, siswa yangg tidak berpuasa memungkinkan menjadi tantangan tersendiri untuk menyesuaikan diri dengan siswa yangg sedang menjalankan ibadah puasa. Sementara tantangan ademik terlihat dari kesulitan untuk menyesuaikan agenda pembelajaran di sekolah.

Salah satu faktornya adalah pengurangan lama pembelajaran—yang berakibat terhadap efektivitas penyampaian topik pembelajaran. Secara pedagogis, lama yangg terlalu sigap dan waktu yangg terbatas dapat menghalang bangunan pemikiran siswa untuk lebih mendalami sebuah konsep, melakukan refleksi, dan berperan-serta aktif dalam obrolan kelas.

Di tengah kompleksitas tantangan tersebut, para pelaku pendidikan kudu mengambil langkah strategis yangg tepat untuk mengatasi halangan potensial yangg dapat menurunkan kualitas pembelajaran. Dalam kesadaran itulah, diperlukan strategi untuk membangun optimasi pembelajaran di bulan Ramadan.

Optimalisasi Pembelajaran

Pembelajaran di bulan suci Ramadan kudu melangkah seimbang antara upaya peningkatan kualitas akademik dengan peningkatan nilai-nilai spiritual melalui rangkaian ibadah. Atmosfer intelektual yangg intens haruslah melangkah senapas dengan kehendak untuk menjaga dan membimbing kepintaran para siswa.

Oleh karena itulah, maka diperlukan strategi unik untuk memastikan bahwa pembelajaran berjalan secara optimal pada bulan Ramadan. Setidaknya ada tiga strategi yangg bisa dilakukan.

Pertama, melahirkan metode pembelajaran yangg reflektif. Dalam impelementasinya, para pembimbing dapat menggunakan metode pembelajaran reflektif (reflective learning), ialah para siswa didorong untuk merenungkan makna puasa, ibadah tarawih, iktikaf, dan nilai-nilai dasar lainnya. Dengan metode yangg sama, para pembimbing menggunakan pendekatan interdisiplin untuk mengajarkan para siswa seperti mendiskusikan akibat puasa bagi kesehatan tubuh.

Guru juga bisa menggunakan metode pendidikan yangg berbasis pada pengalaman belajar siswa (experiencial learning), ialah para siswa didorong untuk dapat merelevansikan ibadah mereka dengan kehidupan sosial sehari-hari. Secara aplikatif, metode pembelajaran ini dapat diwujudkan misalnya melalui aktivitas penyaluran hidangan buka puasa berbareng kepada kaum duafa.

Metode pembelajaran yangg efektif bukan sekadar untuk menjaga produktivitas akademik para siswa, namun juga membantu mereka untuk mengelola energi, meningkatkan pemahaman, dan menghubungkan pengetahuan dengan kehidupan sosial sehari-hari.

Kedua, menciptakan lingkungan belajar yangg kondusif bagi pelajar. Selain berangkaian dengan aspek fisik, lingku- ngan belajar yangg optimal dan kondusif juga berangkaian dengan aspek psikologis, spiritual, dan hubungan sosial selama pembelajaran.

Dalam kajian ilmu jiwa pendidikan, efektivitas belajar banyak dipengaruhi oleh aspek fisiologis dan psikologis. Pada bulan Ramadan, perubahan pola makan dan waktu tidur berakibat pada daya konsentrasi. Maka, lingkungan belajar yangg kondusif memungkinkan terjaganya konsentrasi dan daya ingat para siswa terhadap proses pembelajaran.

Ketiga, membimbing dari rumah. Optimalisasi proses pembelajaran siswa bukanlah tugas dan kegunaan para pembimbing di sekolah semata, melainkan juga erat berangkaian dengan peran orang tua untuk membimbing anaknya dari rumah. Peran orang tua demikian vital untuk memastikan pembelajaran siswa tetap melangkah optimal di bulan Ramadan.

Baca Juga: Menggapai Kemuliaan di Bulan Suci Ramadan

Keterlibatan orang tua dalam perihal ini tercermin dalam upaya menciptakan lingkungan belajar yangg kondusif di rumah, membantu para siswa mengatur waktu juga memberikan mereka support motivasi untuk terus meningkatkan prestasi akademik tanpa mengabaikan aspek spiritual.

Dengan menerapkan segala strategi di atas, maka diharapkan pembelajaran di bulan Ramadan dapat melangkah secara efektif tanpa mengabaikan prinsip dari segala aktivitas ibadah. Dengan keseimbangan yangg tepat, bulan suci ini diharapkan menjadi momen terbaik untuk melahirkan pribadi siswa yangg berkarakter.

Pendidikan Karakter Berbasis Agama

Dalam perspektif Haedar Nashir (2013), pendidikan dihadirkan guna mencerahkan logika budi manusia. Proses pencerdasan dan pencerahan tersebut mula-mula pada ranah individu, kemudian masyarakat secara umum lampau pada akhirnya bermuara pada lahirnya peradaban yangg mulia.

Pendidikan karakter dalam konteks keindonesiaan itu tidak lepas dari kepercayaan sebagai nilai dasar (basic value), terlebih dengan memandang bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yangg religius (beragama dan berbudi pekerti keagamaan).

Pembangunan karakter itulah yangg kemudian diharapan menjadi muara dari segala optimasi pembelajaran di bulan Ramadan. Momentum ini hendaknya menjadi momentum strategis untuk membentuk nilai-nilai dasar para siswa, seperti kesabaran, empati, disiplin, kejujuran, serta nilai-nilai adiuluhung yangg lain.

Bulan Ramadan sudah sepantasnya dimaksimalkan untuk membina dan membimbing para siswa, sejalan dengan kegunaan Ramadan sebagai sarana pendidikan (syahrut tarbiyah), madrasah kehidupan yangg diharapkan membimbing para siswa untuk menjadi pribadi yangg lebih baik dan paripurna.

Serupa aliran air yangg membersihkan kotoran, kita berambisi Ramadan dapat menyucikan manusia dari watak buruk, serta menanamkan dan mem- biasakan sikap baik. Harapannya setelah Ramadan berlalu, tumbuhlah jiwa-jiwa baru, karakter manusia yangg paripurna sebagai hasil tempaan pendidikan bulan suci Ramadan.

*Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY, Staf Khusus Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah 

-->
Sumber suaraaisyiyah.id
suaraaisyiyah.id