Mulyadi Kartanegara: Menjemput Masa Depan Filsafat Islam - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 2 tahun yang lalu

Wacana matinya makulat Islam pasca Ibn Rusyd telah lama didengar khususnya oleh kalangan pelajar makulat Islam. Namun, faktanya hingga hari ini diskursus makulat Islam tetap digelorakan. Mulai dari kelas perkuliahan, perspektif diskusi, webinar nasional dan baru-baru ini telah diadakan konvensi internasional oleh Asosiasi Aqidah dan Filsafat Islam (AAFI).

Untuk menjawab terhadap wacana matinya makulat Islam, sudah banyak tokoh yangg menyumbangkan pikirannya dalam menanggapi wacana tersebut. Sebut saja Seyyed Hossein Nasr dalam bukunya “Filsafat Islam Dari Muasalnya Hingga Sekarang: Filsafat di Padang Nubuat” yangg sudah diterjemahkan oleh Syihabul Furqon, bahwasannya makulat Islam saat ini tetap hidup di padang Nubuat yangg berkelindan dengan unsur kenabian.

Selain Seyyed Hossein Nasr, Mulyadhi Kartanegara, Guru Besar makulat Islam turut memberikan pikirannya mengenai masa depan makulat Islam yangg sekarang oleh sebagian orang dianggap telah mati. Bagaimanakah isi pemikirannya? Mari kita simak.

Lahan Potensial Kajian Masa Depan Filsafat Islam

Dalam karyanya “Gerbang Kearifan: Sebuah Pengantar Filsafat Islam”, Mulyadhi menyebut ada beberapa aspek kajian yangg dapat dikembangkan oleh makulat Islam untuk masa yangg bakal datang, di antaranya: Studi Biografis, Karya-Karya Gnomologis, Sains Islam, Filsafat Perennial dan Pemikiran Pasca Ibn Rusyd (Kartanegara, 2006: 154).

Studi biografis merupakan kajian potensial bagi perkembangan makulat Islam. Kajian tersebut disajikan melalui pengumpulan para Filsuf Muslim yang dikelompokkan berasas wilayah maupun alfabet. Studi biografis perlu, dikarenakan kalangan mahasiswa makulat islam khususnya hanya mengenal filosof-filosof yangg terbatas pada al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, al-Ghazali, al-Razi dan Ibn Rusyd.

Ia membagi filosof menjadi dua; filosof besar dan filosof kecil. Tujuan dikembangkan studi riwayat hidup ini untuk mengenalkan filosof-filosof mini yangg belum banyak dikenal apalagi asing bagi mahasiswa. Para filsuf seperti Ibn Masarrah, Ibn Hazm, dan lain sebagainya sekaligus mencerminkan keluasan filosof muslim.

Selanjutnya mengkaji karya-karya Gnomologis yangg memuat kata-kata mutiara baik dalam corak kisah teladan, nasihat dan dialog. Urgensi mengkaji karya hikmah tersebut adalah untuk menginspirasi filosof terus berkarya, juga untuk solusi krisis moral, mendapat teladan alias contoh konkrit untuk menjadi manusia bijaksana. Terutama untuk makulat sendiri yangg selama ini dinilai mengawang-awang idenya kemudian diturunkan menjadi buahpikiran konkrit.

Lahan kajian potensial berikutnya adalah sains Islam. Melihat belum banyaknya kajian sains Islam terutama di perguruan tinggi Islam membikin kajian tersebut menjadi perlu. Perlu diingat pada masa klasik banyak filosof yangg sekaligus disebut saintis seperti seperti Ibn Sina dalam kitabnya al-Syifa’ yangg memuat makulat dan pengetahuan pengetahuan.

Dalam bagian pengetahuan pengetahuan alam, intelektual muslim menulis tentang pengetahuan hewan dan tumbuhan, antropologi, geografi, pengetahuan bumi dan lain sebagainya. Ada al-Jahiz, Ibn Sina, Ibn Miskawaih, al-Quzwuni, Ikhwan al-Shafa dan lain sebagainya.

***

Di barat, kita mengenal Charles Darwin sebagai pencetus teori evolus. Namun perlu diketahui bahwa sebelum Darwin sudah dikemukakan teori perkembangan oleh al-Jahiz, Ibn Miskawaih dan Ikhwan al-Shafa. Menurut teori perkembangan intelektual muslim, alam mineral lebih dulu ada, kemudian alam tumbuhan, lampau alam hewan dan terakhir alam manusia (Nasution, 1996: 35).

Produktivitas para filosof sekaligus saintis muslim sangatlah luar biasa dalam revolusi ilmiah. Maka sangat disayangkan jika kita sebagai muslim tidak mengenal apalagi tidak mau meneruskan semangat keilmuan mereka.

Selanjutnya kajian makulat perennial. Huxley mendefinisikan makulat Perennial adalah metafisika yangg mengenali dan mengakui adanya realitas Ilahi pada bumi dan dalam diri manusia. Artinya baik bumi maupun manusia mempunyai unsur yangg mirip dengan realitas Ilahi tersebut (1996: 71).

Pasalnya saat ini pandangan modern mendistorsi metafisik sehingga yangg dianggap paling ilmiah adalah realitas yangg terindra. Oleh karena itu, krusial mengkaji makulat Perennial untuk mengembalikan pandangan yangg utuh dari pandangan yangg berat sebelah.

Terakhir makulat pasca Ibn Rusyd. Sebenarnya banyak filosof setelah Ibn Rusyd, hanya saja kurang mendapat perhatian. Kualitasnya tidak kalah krusial dari Ibn Rusyd apalagi melampauinya. Misalnya, filosof-filosof Syiah seperti Suhrawardi al-Maqtul, Nashir al-Din Thusi, Quthb al-Din Syirazi, Mir Damad, Mulla Shadra dan tetap banyak filosof yangg berasal dari ajaran Isfahan, Qum, dan lain sebagainya. Pemikiran-pemikiran mereka krusial untuk dikembangkan pada masa kontemporer saat ini lantaran mempunyai implikasi bagi eksistensi makulat Islam itu sendiri.

Masa Depan Filsafat Islam

Memang kita tidak bisa memastikan soal masa depan, tapi bukan berfaedah kita bersikap ‘berserah’ tanpa adanya upaya sedikit pun. Maka perlu melakukan upaya-upaya yangg konstruktif agar mendapat orientasi yangg jelas gimana sebuah pengetahuan dapat berkembang dengan dinamis.

Kelima lahan potensial kajian makulat Islam di atas mempunyai kepentingan untuk Filsafat Islam sendiri dan untuk merespon modernitas. Di antaranya makulat Perennial dan sains Islam, keduanya dapat merespon dan menjawab tantangan modern yangg sekarang menafikan fondasi metafisik sehingga pengetahuannya berasal dari realitas bentuk dan perangkat alias langkah yangg digunakan hanyalah melalui pengamatan indra.

Filsafat Perennial dapat menjawab fondasi metafisik secara filosofis dan sains Islam dengan menggambarkan gedung keilmuan yangg utuh dan integral, mulai dari ontologi, epistemologi dan aksiologi.

Selain merekonstruksi makulat Islam seperti memetakan kembali aliran-aliran yangg berkembang dalam makulat Islam, perlu membangun kembali epistemologi Islam yangg utuh dan mengupayakan integrasi keilmuan. Penting juga melakukan reaktualisasi tradisi makulat Islam agar ide-ide yangg berkembang dapat dimanifestasikan dalam corak upaya konkrit, di antaranya dengan membangun tradisi ilmiah dan mendirikan pusat kajian dan info makulat Islam, setidaknya dua perihal tersebut telah diupayakan oleh Mulyadhi.

***

Tradisi ilmiah bakal terbangun melalui dorongan internal dan eksternal. Dorongan internal timbul dari dalam masyarakat Islam untuk mendorong aktivitas keilmuan dan keagamaan. Sementara dorongan eksternal berasal dari luar yangg dalam perihal ini support biaya dan support dari pemerintah terhadap aktivitas keilmuan.

Jika kedua dorongan tersebut dilakukan secara optimal, dapat dikatakan sebuah pengetahuan bakal berkembang, mulai dari upaya translator karya-karya dari luar, berjalannya sistem pendidikan yangg dapat memacu daya kritis murid, produktivitas dalam berkarya baik karya terjemahan, karya yangg ditujukan untuk mengkritik maupun komentar atas karya lain, buku-buku dapat disalurkan dengan pesat dan aktivitas riset-riset penelitian melangkah masif (Kartanegara: 13).

Selain membangun tradisi ilmiah, perwujudan tradisi ilmiah salah satunya melalui pusat kajian dan info keilmuan khususnya makulat Islam. Pada masa klasik, di Baghdad terdapat Bayt al-Hikmah kemudian Nashr al-Din Thusi membangun observatorium Maragha.

Di Indonesia sendiri, Mulyadhi berbareng kawan-kawannya mendirikan CIPSI (Centre for Islamic-Philosophical Studies and Information). Mereka bergerak pada dua divisi: bagian kajian berupa penerjemahan, diskusi, penelitian serta pengajaran. Ada bagian info yangg meliputi database, mengoleksi karya-karya klasik, dan menerbitkan karya-karya makulat Islam (Kartanegara: 14).

Editor: Soleh

-->
Sumber ibtimes.id
ibtimes.id