Sieradmu.com Yogyakarta – Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan Selamat atas Hari Pers Nasional yangg jatuh pada 9 Februari 2025. Peringatan tersebut dimaknai sebagai bentuk penghargaan atas peran pers dalam mencerdaskan bangsa dan menjaga kerakyatan Indonesia.
Pers Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yangg melaksanakan aktivitas jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan info baik dalam corak tulisan, suara, gambar, bunyi dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yangg tersedia.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir pada Sabtu (8/2) mengatakan bahwa kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi norma (Pasal 2).
Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial (Pasal 3). Pers nasional bertanggung jawab memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah (Pasal 5).
Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut : a. memenuhi kewenangan masyarakat untuk mengetahui; b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan; c. mengembangkan pendapat umum berasas info yangg tepat, jeli dan benar; d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yangg berangkaian dengan kepentingan umum; e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran (Pasal 6).
Karenanya, Haedar menekankan dalam memperingati Hari Pers Nasional (HPN) tahun ini seluruh insan dan lembaga pengelola pers alias media massa merefleksikan kaidah-kaidah normatif dan imperatif tersebut untuk dijadikan referensi dan penerapan di bumi pers.
Bersamaan dengan itu, Haedar menyampaikan beberapa point yangg perlu direfleksikan. Pertama, pers nasional saat ini diharapkan betul-betul menjalankan fungsinya secara untuh dan komprehensif bukan semata-mata kegunaan kontrol sosial tetapi juga edukasi dan menyajikan info yangg objektif, adil, mencerahkan, dan mencerdaskan bangsa.
Dengan makin bebasnya ekosistem pers maka diharapkan tetap menjunjungtinggi kebenaran, kebaikan, dan nilai-nilai luhur kehidupan. Seraya menjauhi hoaks, provokasi, menebar kebencian dan permusuhan, serta hal-hal yangg meluruhkan martabat, kebaikan, dan persatuan bangsa.
“Azas cover both side mesti dipegang teguh seraya dikembangkan penyajian info yangg memberi banyak pandangan agar tidak berkarakter tendensius dan monolitik,” tegas Haedar.
Kedua, pers nasional dalam upaya mencerdaskan bangsa diharapkan memberikan edukasi yangg objektif, berbasis pengetahuan, dan memberi kesempatan kepada seluruh penduduk untuk menyerap info secara demokratis.
“Berilah rakyat info yangg komplit dan perspektif pandang dari beragam aspek, sehingga tidak menimbulkan bias dan opini yangg monolitik di hadapan rakyat. Rakyat berkuasa untuk memilah dan memilih info yangg disajikan secara objektif, berimbang, dan demokratis. Hindari pencampuradukan kebenaran dan opini lebih-lebih yangg berkarakter tendensius dan hanya bersandarkan pada satu perspektif pandang. Hargai pilihan-pilihan baik kelompok-kelompok masyarakat secara terhormat tanpa dihakimi sepihak sebagai bentuk menghargai prinsip demokrasi,” tegas Haedar.
Ketiga, pers nasional sebagai pilar kerakyatan diharapkan tetap menjadi penjaga kerakyatan dan berkedudukan aktif dalam proses konsolidasi kerakyatan Indonesia. Selain tetap konstruktif dan kritis dalam menyikapi kebijakan-kebijakan negara, diharapkan pers nasional ikut menciptakan budaya kerakyatan yangg moderat serta berbasis pada nilai-nilai luhur Pancasila, Agama, dan Kebudayaan Bangsa.
“Demokrasi yangg menjadi rujukan adalah Pancasila khususnya pasal 4 yakni Kerakyatan yangg dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, Bukan kerakyatan liberal yangg sebebas-bebasnya tanpa keterikatan pada nilai dan sistem kehidupan yangg bertindak di Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tutur Haedar.
Keempat, unik media sosial dan digital sebagai media baru dalam kehidupan pers dan ekosistem nasional diharapkan tetap menjunjungtinggi nilai dan etika luhur yangg hidup di tubuh bangsa ialah Pancasila, Agama, dan Kebudayaan Bangsa.
“Media digital dan teknologi Artificial Intelligence (AI) tidak disalahgunakan untuk kepentingan-kepentingan yangg merugikan kepentingan umum termasuk untuk menebar keresahan, penipuan, pemerasan, dan merusak martabat orang lain. Kembangkan sistem self-editing yangg seksama sebelum info dan segala corak sajian diangkat ke ruang publik. Pergunakan kedua media baru tersebut untuk memajukan kehidupan dan keadaban bangsa,” jelas Haedar.
Kelima, dengan semakin masifnya perkembangan media digital dan media sosial maka meda cetak dan media konvensional lainnya semakin terancam keberadaannya. Seluruh pihak diharapkan tetap menjaga keberadaan dan keberlangsungan media cetak dan media konvensional sebagai bagian dari menjaga kebudayaan universal. Relasi sosial yangg berkarakter verbal dan langsung juga tetap diperlukan dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan antar bangsa untuk menjaga keberadaan manusia sebagai Homo Sapiens.
“Manusia dengan segala relasinya tidak dapat sepenuhnya dibentuk secara instrumental serta digantikan oleh teknologi digital, AI, dan perangkat mesin lainnya lantaran kedudukannya sebagai insan buatan Tuhan yangg terbaik (fi ahsan at-taqwim) dan khalifah di muka bumi (khalifat fi al-ardl) yangg melekat dengan sunatullah kehidupan,” tutur Haedar.
Terakhir, Haedar berpesan bahwa pers sebagai media massa sejatinya merupakan media kebudayaan yangg berbasis dan berorientasi pada pengembangan sistem pengetahuan kolektif manusia dalam kehidupan bersama, termasuk dalam kehidupan berbangsa dan antarbangsa.
Karenanya pers nasional mesti menjaga nilai dan pengetahuan adiluhung tentang kebenaran, kebaikan, dan etika kehidupan yangg utama. Pers bukan media yangg menjadi perangkat pragmatis semata, apalagi menjadi perangkat kepentingan politik dan ekonomi yangg tidak sejalan dengan kepentingan luhur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan berkehidupan di ranah global. Manusia dan bangsa tidak hanya memerlukan kebenaran, kebaikan, dan keistimewaan hidup secara profan belaka tetapi juga dimensi yangg sakral dan transenden sebagaimana diajarkan agama-agama.
“Apalagi jika kebenaran yangg disajikan berkarakter parsial dan memuat kepentingan-kepentingan pragmatis tertentu. Manusia memerlukan nilai-nilai luhur kehidupan yangg berkarakter Ilahiah yangg niscaya dihormati dalam sistem kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan ranah kemanusiaan universal,” tutup Haedar. (Nur)


8 bulan yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·