Mensucikan Allah dan Makna Munasabah Ayat: Menyelami Kedalaman Surah Al-Isra - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

PWMJATENG.COM – Dalam salah satu ceramahnya, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Ibnu Hasan, membujuk jamaah untuk merenungkan makna mendalam yangg terkandung dalam surah Al-Isra ayat pertama. Ia menjelaskan bahwa ayat tersebut tidak dapat dilepaskan dari konteks ayat-ayat sebelumnya di penghujung surah An-Nahl. Hubungan keterkaitan antar-ayat dalam Al-Qur’an ini dikenal dengan istilah munāsabah al-āyāt.

Menurutnya, baik surah An-Nahl maupun Al-Isra mempunyai benang merah yangg sama, ialah menekankan pada kesucian Allah. Surah An-Nahl ditutup dengan penegasan tentang kesucian Allah, sedangkan Al-Isra diawali dengan kalimat tasbih yangg juga mengisyaratkan kemahasucian-Nya. Dengan demikian, kesinambungan ayat ini menunjukkan bahwa Allah betul-betul suci dari segala sesuatu yangg jelek dan dari segala sifat kekurangan yangg kerap disematkan oleh manusia.

Allah menegaskan perihal itu dalam firman-Nya:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Ayat tersebut diawali dengan kata subḥāna, yangg berarti mensucikan Allah dari segala sesuatu yangg dianggap lemah alias cacat. Menurut Ibnu Hasan, perihal ini juga sekaligus membantah dugaan kaum kafir yangg menyamakan Allah dengan makhluk-Nya. “Allah itu suci dari persangkaan buruk, seperti dianggap tidak Maha Kuasa alias disamakan dengan ciptaan-Nya. Itu adalah sifat lemah, sementara Allah Mahasuci dari sifat lemah,” jelasnya.

Kesempurnaan Allah dalam Tafsir Al-Munir

Lebih jauh, dia menukil keterangan dari Tafsir Al-Munir karya Wahbah az-Zuhaili. Dalam kitab tersebut, dijelaskan bahwa selain menunjukkan penyucian Allah, ayat pertama surah Al-Isra juga menjadi bukti keagungan dan kesempurnaan-Nya. Allah bukan hanya suci dari segala kekurangan, melainkan juga mempunyai kekuasaan yangg absolut dalam menciptakan peristiwa-peristiwa agung dan dahsyat. Perjalanan Isra’ Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah salah satu buktinya.

Kata subḥāna di awal ayat berfaedah sebagai pengingat bagi manusia. Allah tidak mungkin melakukan sesuatu yangg sia-sia alias lemah, melainkan segala ketetapan-Nya selalu menunjukkan keagungan. Oleh lantaran itu, tasbih bukan hanya sekadar lafaz yangg diucapkan, tetapi sebuah pernyataan ketaatan bahwa Allah betul-betul sempurna dan Mahakuasa.

Makna Linguistik: Sabḥa dan Subḥānallāh

Ibnu Hasan juga menyinggung aspek bahasa dari kata subḥāna. Dalam beberapa tafsir, kata tersebut berasal dari akar kata sabbaḥa yangg berfaedah menjauh. Secara linguistik, maknanya adalah menjauhkan Allah dari segala sifat yangg tidak layak bagi-Nya. Dengan mengucapkan subḥānallāh, seorang Muslim sejatinya tengah menegaskan bahwa Allah jauh dari sifat lemah, cacat, alias kekurangan apa pun.

Baca juga, Wakil Ketua PWM Jateng Wahyudi: Rasulullah Adalah Figur Sempurna untuk Dijadikan Teladan

“Kalau seorang hamba mengucapkan subḥānallāh, artinya dia sedang mensucikan Allah dan meyakini kesempurnaan-Nya. Ia sedang menegaskan bahwa Allah itu Mahasempurna, Mahasuci, dan jauh dari segala yangg buruk,” ungkapnya. Pemahaman ini, menurutnya, sangat krusial agar tasbih tidak hanya menjadi kebiasaan lisan, tetapi juga mengakar dalam kesadaran spiritual.

Keagungan Peristiwa Isra’

Penggunaan kata subḥāna pada permulaan ayat Al-Isra juga mempunyai relevansi unik dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Perjalanan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dalam waktu satu malam merupakan sebuah mukjizat besar. Peristiwa ini sangat langka dan susah dipercaya bagi sebagian orang. Karena itu, ayat dibuka dengan tasbih, seolah menegaskan bahwa hanya Allah yangg bisa memperjalankan hamba-Nya dalam kejadian luar biasa tersebut.

Dalam narasi Ibnu Hasan, perihal ini juga menunjukkan bahwa mukjizat Isra’ dan Mi’raj tidak sekadar peristiwa sejarah, tetapi bukti nyata dari kesempurnaan kekuasaan Allah. Dengan demikian, ketaatan kepada Isra’ dan Mi’raj bukanlah sekadar kepercayaan buta, melainkan pengakuan atas kemahasucian Allah yangg ditandai dengan lafaz subḥāna.

Refleksi Spiritualitas Tasbih

Lebih dari sekadar aspek tafsir, Ibnu Hasan membujuk umat untuk menjadikan tasbih sebagai refleksi spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Mengucapkan subḥānallāh berfaedah menegaskan kepercayaan bahwa Allah tidak mungkin melakukan zalim, lemah, alias kandas dalam mengatur alam semesta. Sebaliknya, Allah selalu sempurna dalam setiap kehendak-Nya.

Dalam kehidupan modern yangg penuh tantangan, tasbih juga menjadi pengingat agar manusia tidak terjebak dalam pemikiran yangg meragukan kekuasaan Allah. Mengucapkan subḥānallāh adalah corak pengakuan bahwa segala keterbatasan manusia tidak bertindak bagi Sang Pencipta. Dengan kesadaran ini, seorang Muslim bakal lebih tenang menghadapi ujian hidup lantaran meyakini adanya kekuasaan Allah yangg mutlak.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Jumlah Pengunjung : 119

-->
Sumber pwmjateng.com
pwmjateng.com