Memakmurkan Masjid sebagai Wujud Kesetiaan kepada Allah - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 4 minggu yang lalu

PWMJATENG.COM – Dalam sebuah tausiyah di hadapan jamaah, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Jumari, menekankan pentingnya memakmurkan masjid. Menurutnya, perintah Al-Qur’an bukanlah untuk memewahkan masjid dengan kemegahan bentuk semata, melainkan untuk memakmurkannya dengan ibadah, aktivitas keilmuan, serta kebaikan kebaikan.

Ia merujuk pada Surah At-Taubah ayat 17–18 yangg menegaskan bahwa orang musyrik tidak mungkin bisa memakmurkan masjid. Allah berfirman:

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ ٱللَّهِ مَنْ آمَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْآخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا ٱللَّهَ

Artinya: “Sesungguhnya yangg memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yangg beragama kepada Allah dan hari akhir, menegakkan salat, menunaikan zakat, dan tidak takut kepada siapa pun selain kepada Allah.” (QS. At-Taubah: 18)

Jumari menegaskan, musyrik adalah orang yangg “memperselingkuhkan Allah dengan sesuatu selain-Nya.” Ia menganalogikan bahwa orang musyrik ibaratkan pasangan yangg berkhianat. “Kalau selingkuh dengan manusia saja disebut tidak setia, apalagi jika memperselingkuhkan Allah,” ujarnya. Karena itu, orang musyrik disebut sebagai orang yangg “kurang ajar kepada Allah” sehingga tidak layak menjadi pemakmur masjid.

Menurut Jumari, ayat tersebut memberi petunjuk tentang karakter orang yangg betul-betul beriman. Pertama, mereka senantiasa hati-hati dalam hidup. Orang yangg beragama sadar bahwa setiap langkahnya selalu diawasi oleh Allah. Kesadaran inilah yangg menjadikan mereka tidak sembrono, tidak berputus asa, dan selalu bersemangat. “Orang yangg mudah putus asa berfaedah kurang percaya kepada Allah. Kita punya Allah yangg melindungi, maka tidak ada argumen untuk nglokro,” katanya.

Kedua, orang beragama tidak sombong. Mereka menyadari bahwa keberhasilan apa pun tidak mungkin terjadi tanpa izin Allah. Karena itu, kesombongan justru menjadi tanda lemahnya iman.

Ketiga, keagamaan juga melahirkan kebahagiaan. Bagi Jumari, seorang mukmin yangg betul pasti merasa tenteram, karena kepercayaannya kepada Allah dan hari akhir membikin hidup lebih ringan dijalani.

Keempat, orang yangg beragama kepada hari akhir tidak berani melakukan maksiat. Keyakinan adanya pertanggungjawaban di alambaka mencegah mereka dari tindakan yangg menyalahi patokan Allah. “Kalau tetap berani maksiat, berfaedah antara ucapan dan kepercayaan tidak sejalan,” tegasnya.

Selain iman, tanda berikutnya adalah mendirikan salat. Jumari menekankan bahwa mendirikan salat bukan sekadar melaksanakannya secara ritual, tetapi juga menjaga konsistensi dalam mengingat Allah dan menjauhi maksiat setelah salat. “Kalau orang giat salat, mestinya waktunya lenyap untuk kebaikan. Tidak sempat lagi melakukan maksiat,” jelasnya.

Selanjutnya, orang yangg memakmurkan masjid juga ditandai dengan kesadaran menunaikan zakat. Jumari menuturkan bahwa amal bukan hanya tanggungjawab sosial, melainkan corak pengakuan terhadap kemurahan Allah. “Kalau enggan bayar zakat, berfaedah belum sungguh-sungguh dalam memakmurkan masjid. Sebaliknya, orang yangg rutin menunaikan amal menjadikan kebaikan sebagai karakter,” ungkapnya.

Ia mengingatkan bahwa amal dalam Al-Qur’an mempunyai tingkatan. Ada yangg ditarik secara paksa oleh negara, ada yangg diserahkan secara sukarela, dan ada pula yangg sudah menjadi karakter sehingga dikerjakan apalagi dengan langkah prabayar. “Kalau sudah sampai level amal prabayar, artinya kesadaran kita sangat tinggi. Ganjarannya surga firdaus,” tambahnya.

Baca juga, Berita Resmi: Tanfidz Musywil II-III Majelis Tarjih PWM Jawa Tengah

Tanda terakhir pemakmur masjid adalah tidak takut kepada siapa pun selain Allah. Menurut Jumari, orang yangg takut hanya kepada Allah tidak bakal terikat oleh kepentingan duniawi. Keberanian moral inilah yangg menjadi fondasi aktivitas dakwah Islam, termasuk Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah.

Dalam konteks keseharian, memakmurkan masjid berfaedah menghidupkan salat berjamaah, menjaga ukhuwah, dan menghadirkan kemaslahatan bagi masyarakat luas. Masjid, menurutnya, tidak boleh eksklusif hanya untuk orang yangg giat hadir. Bahkan mereka yangg jarang datang pun tetap berkuasa merasakan manfaatnya.

“Allah saja memberi rezeki kepada orang yangg alim maupun yangg tidak taat. Maka, sebagai pengurus masjid, jangan sampai kita pilih kasih. Semua kudu merasakan keberkahan,” tegasnya, sembari mengutip firman Allah:

وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ

Artinya: “Berbuat oke sebagaimana Allah telah melakukan baik kepadamu.” (QS. Al-Qasas: 77)

Di bagian akhir tausiyah, Jumari menyinggung pentingnya menghilangkan sifat dengki agar persaudaraan sesama muslim terjalin dengan baik. Ia mengutip Surah Al-Hijr ayat 45–47 yangg menggambarkan kehidupan orang bertakwa di surga, di mana Allah menghilangkan segala kedengkian dari hati mereka.

وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِم مِّنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَىٰ سُرُرٍ مُّتَقَابِلِينَ

Artinya: “Kami cabut segala rasa dengki yangg ada di dalam hati mereka, sehingga mereka bersaudara, duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.”

Bagi Jumari, dengki adalah penyakit sosial yangg memicu perpecahan. Ia menyebutnya sebagai “SMS: Senang Melihat orang Susah dan Susah Melihat orang Senang.” Karena itu, memakmurkan masjid juga berfaedah membangun ukhuwah tanpa kedengkian, sehingga jamaah betul-betul menjadi family yangg saling menguatkan.

Sebagai penutup, Jumari mengingatkan agar umat beragama, khususnya penduduk Muhammadiyah, tidak berislam dengan sikap separuh hati. Ia mengutip Surah Al-Hajj ayat 11 tentang orang yangg beragama hanya di tepian, yangg mudah beralih ketika diuji.

Menurutnya, kepercayaan kudu dijalani dengan motivasi utama berupa cinta. “Kalau bermuhammadiyah dengan cinta, meskipun ada perihal yangg mengecewakan, kita tetap bertahan. Karena cinta melahirkan pengabdian dan pengorbanan,” ujarnya.

Dengan demikian, memakmurkan masjid bukan hanya soal datang secara fisik, tetapi juga menghadirkan ketaatan yangg kokoh, salat yangg tegak, amal yangg ikhlas, keberanian moral, serta ukhuwah tanpa dengki. Semua itu hanya mungkin terwujud jika dijalani dengan cinta kepada Allah dan cinta kepada sesama.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Jumlah Pengunjung : 128

-->
Sumber pwmjateng.com
pwmjateng.com