Masyarakat Sumatera Utara Ingin Langkah Nyata: “Kasus Ijazah Jokowi Harus Jadi Momentum Supremasi Hukum” - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 2 minggu yang lalu

TAJDID.ID~Medan || Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar, menilai masyarakat Sumatera Utara, khususnya Kota Medan, mempunyai tingkat literasi politik yangg tinggi dan sangat peka terhadap dinamika kekuasaan nasional, termasuk isu-isu yangg berakar pada konteks globalisasi.

Menurutnya, rumor dugaan piagam tiruan Presiden Joko Widodo dan Gibran Rakabuming Raka bukanlah perihal yangg susah dicerna oleh publik Sumatera Utara. “Masyarakat di sini well-informed. Mereka tahu langkah membaca situasi politik nasional, dan memahami relasi kuasa yangg bermain di baliknya,” ujar Siregar di Medan, Selasa (7/10).

Ia menilai, kehadiran tiga serangkai penulis kitab Jokowi’s White Paper — Roy Suryo, Rismon H. Sianipar, dan Tifa — yangg dijadwalkan datang di Medan pada 10 Oktober mendatang, bakal menjadi momentum krusial dalam konsolidasi sosial masyarakat. “Itu semacam social consolidation untuk meneguhkan angan masyarakat bahwa penegakan supremasi norma tetap mungkin terjadi di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto,” jelasnya.

Namun Siregar menambahkan, publik juga menyadari bahwa banyak partai politik saat ini tetap bersikap wait and see mengenai arah pemerintahan ke depan. “Rakyat tahu, partai-partai sedang berbilang untung-rugi politik. Sikap seperti itu memuakkan. Revolusi keadaan memang berisiko, tetapi rakyat juga sadar banyak kekuatan institusional pemerintah tetap ambivalen — antara mau tetap berorde Jokowi alias berorde Prabowo,” tegasnya.

Kegelisahan terbesar masyarakat, lanjut Siregar, justru sekarang tertuju pada tanda-tanda bahwa keordean Prabowo mulai kehilangan angan perubahan yangg dulu dijanjikan. “Masyarakat Sumatera Utara mau melangkah lebih maju. Mereka tidak mau trauma nasional selama satu dasawarsa pemerintahan Jokowi dilupakan, tetapi mau peristiwa itu ditelaah secara norma agar menjadi pelajaran kebangsaan,” paparnya.

Menurutnya, refleksi krusial yangg sekarang muncul di tengah masyarakat Sumut adalah pertanyaan mendasar: “Mengapa bangsa sebesar Indonesia bisa begitu naif selama sepuluh tahun terakhir, dan gimana agar perihal memilukan itu tidak terulang?”

Selain itu, Siregar juga mengingatkan bahwa rumor ini tidak berdiri sendiri. “Ada anatomi kasus yangg lebih luas. Sebagaimana pernah diungkap oleh mantan perwira intelijen, Kolonel Sri Radjasa, skenario eksternal untuk memecah Indonesia juga bukan isapan jempol. Ini serius dan kudu menjadi bagian dari kesadaran nasional,” ujarnya.

Siregar menegaskan bahwa masyarakat Sumatera Utara sekarang berada pada fase kedewasaan politik yangg menuntut keberanian negara menegakkan norma tanpa pandang bulu. “Inilah saatnya supremasi norma berdiri tegak. Bukan sekadar untuk menghukum masa lalu, tapi untuk memastikan masa depan bangsa tidak lagi dikelabui,” pungkasnya. (*)

-->
Sumber Tajdid.id
Tajdid.id