Masa Depan Profesi Apoteker di Era Disrupsi Teknologi - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 7 bulan yang lalu
Prayoga Salim

WARTAMU.ID, Jakarta – Profesi Apoteker telah menjadi pilar utama dalam dunia kesehatan sejak dikeluarkannya Edict of Salerno oleh Kaisar Romawi Suci Frederick II pada tahun 1241. Dekrit ini secara basal memisahkan fungsi apoteker dan dokter, menciptakan tatanan baru dalam dunia farmasi yang terus berkembang hingga saat ini. Namun, setelah lebih dari tujuh abad, peran dan fungsi apoteker masih berputar dalam ranah yang sama, yaitu pelayanan dan pembuatan obat.

Menurut information Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) tahun 2023, jumlah apoteker di Indonesia mencapai 60.000 orang. Dengan full populasi Indonesia sebesar 278 juta jiwa berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun yang sama, rasio apoteker dan penduduk adalah 1:4.633, jauh dari standar WHO yang menetapkan 1 apoteker maksimal melayani 2.000 pasien. Kondisi ini menegaskan bahwa Indonesia masih mengalami kekurangan tenaga apoteker. Namun, pertanyaan mendasar muncul: Apakah tenaga kerja apoteker benar-benar dibutuhkan dalam sistem kesehatan Indonesia?

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 Tahun 2009, apoteker memiliki peran utama dalam pengelolaan apotek, penyerahan, serta pelayanan obat. Namun, realita di lapangan menunjukkan banyak apotek yang beroperasi tanpa kehadiran apoteker. Fenomena ini memicu pertanyaan mendalam tentang urgensi profesi ini dalam sistem pelayanan kesehatan.

Tantangan dan Disrupsi di Dunia Farmasi

Disrupsi teknologi telah mengubah banyak sektor, termasuk farmasi. Kehadiran level elektronik seperti Halodoc, Medscape, dan eMedicine memungkinkan masyarakat mengakses informasi obat tanpa harus berkonsultasi langsung dengan apoteker. Belum lagi, perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang semakin pesat menimbulkan kekhawatiran terhadap keberlangsungan profesi apoteker di masa depan.

Prof. apt. Ivan Surya Pradipta, Ph.D., dosen pasca-sarjana farmasi Universitas Padjajaran, menyampaikan perspektif kritisnya terhadap profesi ini. “Jika apoteker dianggap sebagai variabel yang bisa dipangkas dalam efisiensi anggaran sebuah apotek, maka perannya bukanlah faktor penunjang, melainkan beban,” ujarnya.

Sejarah membuktikan bahwa banyak profesi yang sebelumnya dianggap tidak tergantikan justru tergeser oleh inovasi teknologi. Contoh nyata adalah bagaimana mesin tik yang dulunya captious dalam dunia kerja kini telah tergantikan oleh komputer. Dalam dunia catur dan permainan Go, AI bahkan mampu mengalahkan grandmaster dunia, seperti yang terjadi pada Garry Kasparov melawan Deep Blue (1997) dan Lee Sedol melawan AlphaGo (2016). Jika AI bisa menciptakan strategi yang jauh lebih kompleks dibanding manusia dalam waktu singkat, apakah mungkin AI juga mampu mengambil alih tugas-tugas apoteker di masa depan?

Peluang dan Solusi untuk Profesi Apoteker

Kendati AI dan teknologi menawarkan efisiensi yang lebih besar, profesi apoteker masih memiliki keunggulan kompetitif, yakni sisi humanis yang tidak dimiliki oleh mesin. Pasien mungkin bisa mendapatkan informasi obat secara mandiri, tetapi aspek kepercayaan, empati, dan edukasi yang dilakukan secara langsung oleh apoteker tetap memiliki nilai yang tidak bisa digantikan oleh teknologi.

Tantangan lain yang harus dihadapi adalah resistensi antibiotik. Berdasarkan laporan WHO, lebih dari 1,27 juta kematian di dunia terjadi akibat resistensi antibiotik, sebagian besar disebabkan oleh ketidakpatuhan pasien dalam mengonsumsi antibiotik secara benar. Ini merupakan peluang bagi apoteker untuk memainkan peran lebih aktif dalam edukasi masyarakat serta pengawasan penggunaan antibiotik.

Selain itu, apoteker harus beradaptasi dengan perubahan zaman melalui inovasi. Salah satu bentuk inovasi yang dapat dilakukan adalah dengan berkolaborasi dalam penelitian pengembangan obat menggunakan AI. Jika AI seperti AlphaGo Zero dapat menciptakan strategi permainan yang sebelumnya tidak pernah dipikirkan manusia, maka dalam dunia farmasi, AI berpotensi membantu menemukan obat-obatan baru secara lebih cepat dan efisien.

Peran Apoteker dalam Regulasi dan Kebijakan Publik

Apoteker juga perlu memperluas perannya dalam ranah kebijakan dan regulasi. Selama ini, dunia kesehatan lebih didominasi oleh dokter dalam aspek kebijakan, baik di kementerian maupun parlemen. Jika profesi apoteker ingin tetap relevan, maka perlu adanya keterlibatan lebih dalam dalam pengambilan keputusan publik, seperti kebijakan terkait distribusi obat, pengawasan apotek, hingga edukasi kesehatan kepada masyarakat.

Dengan mengambil peran lebih luas dan mengadopsi inovasi teknologi, profesi apoteker dapat bertahan dalam era disrupsi ini. Bukan hanya sebagai pelengkap dalam sistem kesehatan, tetapi sebagai garda terdepan dalam memastikan penggunaan obat yang aman, efektif, dan bertanggung jawab.

Profesi apoteker harus beradaptasi atau akan tergilas oleh zaman. Semoga tantangan ini bisa menjadi momentum bagi apoteker untuk terus berkembang dan memberikan kontribusi nyata bagi dunia kesehatan Indonesia.

Dibaca: 2,364

-->
Sumber wartamu.id
wartamu.id