Oleh: Intarti
Manusia diciptakan Allah subhanahu wata’ala untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan berelasi. Komunikasi bukan hanya sekadar berganti informasi, satu berbicara, satu yangg lainnya mendengarkan, alias sekadar menimpali tutur kata yangg disampaikan. Lebih dari itu, komunikasi merupakan jembatan utama dalam membina semua hubungan, salah satunya hubungan orang tua dengan anak.
Tercapainya komunikasi timbal kembali antara orang tua dan anak yangg efektif memainkan peran signifikan untuk perkembangan anak, baik untuk perkembangan perseorangan maupun sosialnya. Pun dengan hubungan antara orang tua dan anak, komunikasi timbal kembali dapat membentuk ikatan emosional yangg kuat, membangun
kepercayaan, serta menciptakan hubungan family yangg selaras dan penuh kasih sayang.
Kesalahan dalam berkomunikasi juga berisiko fatal. Mungkin maksudnya sayang, tetapi jika disampaikan dengan langkah yangg tidak tepat, pesan yangg diterima bakal tidak sesuai dengan yangg kita harapkan. Lalu, gimana dampaknya? Dampaknya sangat besar bagi perkembangan psikologis anak, dan jelas bakal berpengaruh pada tumbuh kembang nantinya.
Padahal, kemauan utama sebagai orang tua adalah mau memandang putraputri mempunyai masa depan yangg cerah dan bahagia. Oleh lantaran itu, sebagai orang tua, jangan berakhir untuk selalu mawas diri dan selalu mengevaluasi diri. Apakah kita sebagai orang tua sudah memahami anak-anak masa kini?
Kadang tetap terbesit dalam kemauan kita bahwa dalam berkomunikasi, orang tua kudu jadi pemenang, menang saat berbincang dengan mereka alias menang membikin mereka takluk dengan kepatuhan. Kepatuhan ini kerap membikin orang tua merasa sukses ketika kemauan mereka dilakukan. Sayangnya, isi hati para anak yangg menyimpan kekesalan tidak terpahami. Hal ini tentu kurang sesuai dengan kegunaan utama komunikasi, ialah agar kedua belah pihak sama-sama memahami pesan yangg disampaikan dan sama-sama nyaman.
Manfaat Komunikasi Timbal Balik
Komunikasi timbal kembali dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan. Masih banyak terjadisebuah family tidak menerapkan keterbukaan antar anggotanya. Anak tidak berani menceritakan banyak perihal yangg dialaminya, tidak berani menceritakan kondisi hatinya, apalagi tidak berani menceritakan masalah yangg sedang mereka hadapi dalam kehidupannya. Komunikasi timbal kembali memungkinkan orang tua dan anak merasa nyaman untuk berbincang tentang perasaan, masalah, dan aspirasi mereka.
Dengan saling mendengarkan dan berbincang terbuka, ikatan emosional antara kedua belah pihak dapat semakin kuat. Begitu pula ketika orang tua mengajarkan pentingnya berbincang dengan jujur dan mendengarkan dengan penuh perhatian, anak-anak merasa didukung dan dihargai. Dengan begitu, kepercayaan tumbuh, dan anakanak bakal lebih mungkin membuka diri untuk menceritakan keadaan mereka tanpa rasa takut alias malu dengan apa yangg sudah mereka alami.
Membangun keterbukaan ini juga Allah perintahkan dalam firman-Nya. Dalam perihal ini, jika ada persoalan dalam family hendaknya melalui proses musyawarah dan saling terbuka sebagaimana tertuang dalam Q.s. Ali Imran: 159.
وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ ١٥٩
“…Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, andaikan engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yangg bertawakal.”
Komunikasi timbal kembali yangg efektif dapat mendukung pertumbuhan emosional dan sosial. Dengan berbincang tentang emosi dan masalah sehari-hari, orang tua dapat membantu anakanak mengembangkan pemahaman yangg lebih baik tentang diri mereka sendiri dan orang lain. Selanjutnya, perihal ini membantu anak untuk belajar keahlian komunikasi yangg efektif. Mereka bakal dapat sigap beradaptasi dan mempunyai skill untuk menjadi komunikator yangg baik dalam kehidupan pribadi dan sosial.
Di samping itu, komunikasi timbal kembali yangg efektif dapat menjadi sarana bagi anak-anak untuk mengatasi stres dan bentrok dalam kehidupan mereka. Dalam family yangg mendorong anak-anak untuk berbincang tentang masalah dan emosi mereka, anak-anak belajar untuk mengungkapkan kekhawatiran mereka dengan lebih baik. Penelitian oleh Thompson dan Davis (2017) menunjukkan bahwa anak-anak yangg mempunyai kesempatan untuk berbincang tentang masalah mereka dengan orang tua condong mengalami tingkat stres yangg lebih rendah.
Hal yangg tidak kalah penting, lisan orang tua, terutama ibu, adalah doa. Allah menganugerahkan satu senjata yangg sangat efektif di muka bumi kepada para orang tua berupa lisan. Lisan para orang tua merupakan angan yangg mujarab bagi anaknya. Ketika orang tua selalu mengucapkan yangg baik-baik, perihal ini bakal menjadi angan baik untuk anak mereka. Lalu gimana jika rupanya kemauan anak tidak sesuai dengan kemauan hati orang tuanya? Di sinilah kegunaan komunikasi timbal balik. Kita dapat berdiskusi dengan mereka, dan memodifikasi angan bagi mereka.
Tips Komunikasi Timbal Balik
Berikut ini adalah beberapa tips untuk orang tua dalam mengaplikasikan komunikasi timbal kembali dengan anak.
Pertama, buka komunikasi dengan senyuman dan ekspresi wajah yangg menggembirakan. Senyum orang tua yangg menyambut kehadiran anak bakal membikin merasa diterima, tidak merasa dihakimi, dan meningkatkan kepercayaan bahwa anak bahwa dia bakal mendapatkan solusi dengan bercerita pada orang tua.
Sebaliknya, jika sudah mempunyai niatan untuk bercerita, bakal tetapi orang tua memasang wajah menyeramkan dan penuh kemarahan maka suasana menjadi mencekam. Niatan anak untuk bercerita menjadi padam. Oleh lantaran itu, selalu buka garis komunikasi dengan anak. Pastikan buah hati kita tahu bahwa kita selalu siap mendengarkan dan berbincang dengannya.
Kedua, jadilah teladan alias contoh yangg baik dalam berkomunikasi. Perlihatkan kepada anak gimana berbincang dengan sopan, menghargai pandangan orang lain, dan mengungkapkan emosi dengan bijaksana. Jangan mencela pendapat alias emosi anak. Biarkan anak merasa kondusif untuk berbincang tentang apapun yang
dia rasakan. Lalu, bahaslah masalah tersebut dengan tenang. Saat menghadapi masalah alias konflik, ajak anak berbincang dengan tenang. Jangan biarkan emosi mengambil alih percakapan.
Tiga kata ajaib yangg terdiri atas tolong, maaf, dan terima kasih bukan kudu diucapkan oleh anak kepada orang tua, bakal tetapi bertindak juga dari orang tua kepada anak mereka. Hendaknya orang tua membiasakan pula mengelola nada bicara. Bila sedang sama-sama marah, turunkan nada bicara. Jangan malah ikut meningkatkan nada.
Sebaliknya, komunikasi yangg diselingi lawakhangat dan mengundang tawa bakal menambah kedekatan dan bisa mencairkan suasana. Perlu diperhatikan pula, jangan berbincang saat keadaan stres ataupun lelah. Hal tersebut membikin komunikasi yangg efektif tidak bisa dilakukan. Kita bisa menunggu waktu yangg tepat untuk
membicarakan masalah dengan tenang.
Ketiga, mengekspresikan komunikasi dengan produktivitas juga merupakan upaya untuk membangun komunikasi timbal balik. Tanyakan pertanyaan terbuka yangg mengundang anak untuk berbincang lebih banyak. Hindari jenis pertanyaan yangg hanya bisa dijawab dengan “ya” alias “tidak.” Biarkan anak menyampaikan emosi melalui beragam langkah seperti melalui seni, tulisan, alias aktivitas imajinatif lainnya.
Keempat, berkomunikasi timbal kembali juga dapat dijadwalkan secara rutin. Kita dapat meluangkan waktu unik untuk berbincang berbareng sebagai keluarga, misalnya saat makan malam bersama, berolahraga, menonton pameran, alias aktivitas family lainnya. Pada momen itu, kita berupaya untuk tidak membagi perhatian kepada yangg lainnya ketika anak berbicara. Luangkan waktu untuk mendengarkan buah hati sepenuh hati. Jangan terganggu oleh gawai alias masalah sehari-hari yangg mengganggu perhatian kita.
Terakhir, hadirkan empati dalam hati kita. Sangat mungkin bahwa isi hati, kepala, dan pemahaman anak terhadap kehidupan tidak sama dengan kita sebagai orang tua. Anak hidup dengan bumi dan tantangannya. Itu jelas tidak sama dengan tantangan orang tua dulu saat tetap berumur serupa. Oleh lantaran itu, dengarkan dan hargai opini anak walaupun dalam banyak perihal tidak bakal sama. Memberikan emosi dihargai bakal mendorong anak untuk lebih aktif berperan-serta dalam percakapan.
Jangan jadikan anak kita sebagai robot yangg bakal selalu siap sedia memberikan apa kemauan orang tuanya. Kita sebagai orang tua mempunyai banyak angan kepada anak, pun dengan mereka, pasti mempunyai pengharapan kepada orang tuanya. Hal tersebut dapat tersampaikan dengan baik jika dari kedua belah pihak bisa saling menyampaikan pesan dengan baik dan asyik.
Jadi, komunikasi timbal kembali adalah jembatannya. Communication melampaui conversation. Kita bisa berkomunikasi tanpa bicara. Mata berjumpa mata, sungguh dalam maknanya. Komunikasi itu bisa ditangkap, bisa dipahami, bisa dimengerti, dan bisa dirasakan. Semoga kita bisa berkomunikasi dengan hati agar sampai pula ke hati dan mendapatkan rida dari Sang Pemilik Hati.
*Ketua Departemen Pustaka, Informasi, Komunikasi, dan Digital, Pimpinan Nasyiatul Aisyiyah DIY
English (US) ·
Indonesian (ID) ·