Kita semua tahu, bahwa keberhasilan dakwah Islam di Nusantara tidak terlepas dari jasa para Walisongo. Namun tidak sedikit dari kita yangg mengetahui bahwa keberhasilan tersebut tidak terlepas pula dari peran serta wanita di sekitarnya, termasuk isteri dan anak-anaknya. Sa;ah satunya adalah Nyi Ageng Maloka.
Salah satu walisongo yangg berjulukan Raden Rahmat, alias yangg dikenal dengan gelar Sunan Ampel memilki putri yangg berjulukan Siti Syari’ah alias Nyi Ageng Maloka yangg berkedudukan krusial dalam penyebaran Islam di wilayah Lasem. Agus Sunyoto dalam karyanya yangg berjudul “Atlas Nusantara” menyebut bahwa Siti Syari’ah adalah anak dari hasil pernikahan Sunan Ampel dengan Nyi Ageng Manila putri dari Arya Teja (Bupati Tuban).
Mereka dikaruniai lima orang anak di antaranya adalah Siti Patimah alias Nyi Gedeng Panyuran, Nyai Wilis alias Nyai Pengulu, Siti Syari’ah yangg bergelar Nyi Ageng Maloka. Kemudian ada Makhdum Ibrahim alias Sunan Bonang dan Raden Qasim yangg bergelar Sunan Drajat. Jadi, Siti Syari’ah adalah putri ketiga dari Sunan Ampel dan Nyi Ageng Manila dan kakak dari Sunan Bonang.
Sebagai putri dari pemuka kepercayaan yangg masyhur pada saat itu, sudah dipastikan Siti Syari’ah mendapatkan pendidikan kepercayaan dari orang tuanya. Ia juga turut serta dalam mengurus lembaga pendidikan Islam yangg dibangun oleh Sunan Ampel ialah Ampel Denta. Pengalaman belajar dan mengajarnya itu membentuk pribadinya menjadi mubalighah dan piawai mengelola kelembagaan. Dalam perihal ini, dia berjasa dalam mengembangkan dakwah Islam di wilayah Lasem dan sukses menghadirkan adiknya (Sunan Bonang) sebagai pemuka kepercayaan di Lasem.
Dakwah Multikultural Nyi Ageng Maloka
Apa yangg dilakukan Siti Syari’ah adalah buah dari didikan ayahnya sehingga dia mewarisi keahlian berdakwah. Dalam perihal ini dakwah yangg diterapkan oleh Siti Syari’ah adalah dakwah multikultural. Sebuah metode berceramah dengan berupaya untuk menciptakan keselarasan di tengah-tengah masyarakat yangg beragam. Kemudian tetap bisa mengendalikan diri, bertoleransi terhadap segala corak perbedaan yangg tidak mungkin disertakan.
Dalam prinsip dakwah terebut, Nyai Siti Syari’ah berceramah melalui dua pendekatan. Di antaranya pendekatan dengan memperbaiki kualitas ketaatan masyarakat dan pendekatan mealui jalan politik alias kebijakan publiknya.
Khidmahnya di luar pesantren Ampel Denta di mulai ketika dia diperistri oleh Adipati Wiranegara dan diboyong ke Lasem dan di tempatkan di Puri Bonang. Puri Bonang berada di dekat Masjid Bonang. Adipati Wiranegara adalah seorang santri ayahnya yangg menjadi putra mahkota Lasem. Sunan Ampel membentuk jaringan kekerabatan antara ustadz dan penguasa-penguasa Majapahit, salah satunya Adipati Wiranegara.
Membangun Pesantren
Nyai Siti Syari’ah meminta suaminya untuk memberikan ruang berdakwah, terutama kepada kaum perempuan. Ia mengajarkan Agama Islam kepada masyarakat Bonang Binangun dan Caruban. Ia mengajarkan langkah membaca Al-Qur’an dan pengetahuan dasar tentang kepercayaan Islam. Ya walaupun diajarkan di tengah-tengah kesibukan wanita pedesaan pada saat itu.
Pesantren Nyai Siti Syari’ah bergembang pesat hingga didatangi santri dari luar daerah, di antaranya adalah putri dari Sunan Kudus yangg berjulukan Nyai Syamsiyah dan putri Sunan Muria yangg berjulukan Siti Qomariyah. Keduanya belajar, berkhidmat dan mengabdi kepada Nyai Siti Syari’ah hingga akhir hayat. Makam keduanya pun berada tepat di depan makam Nyai Siti Syari’ah.
Tiba saatnya suaminya meninggal pada saat Nyai Siti Syari’ah berumur 28 tahun dan mewarisi tahta dari mendiang suaminya pada tahun 1479 M. Sepeninggalan suaminya, dia mengurus pemerintahan sendiri di Puri Bonang. Sedangkan family dari suaminya berada di pusat pemerintahannya, ialah di Puri Kriyan.
Hal tersebut membikin Nyai Siti Syari’ah merasa memerlukan sokongan dari family besar suaminya dan mengingat dia bukan keturunan bangsawan. Dengan kemantapan hati Nyai Siti Syari’ah memindahkan pemerintahannya ke pusat kota Lasem. Ia membikin Puri baru di Colegawan tepat di depan Puri Kriyan. Di sana dia mendapat support oleh family suaminya.
Ia meninggalkan Puri Bonang Binangun diserahkan kepada adiknya, ialah Sunan Bonang untuk berdakwah. Hal ini menandakan bahwa dakwah Islam didukung oleh pemerintahan dan mempengaruhi rakyat Lasem untuk memeluk kepercayaan Islam baik dari kalangan bangsawan maupun rakyat biasa.
Dakwahnya Meluas hingga ke Caruban
Untuk memudahkan koordinasi dengan family lainnya, seperti Pangeran Santipuspa yangg tinggal di Caruban. Nyi Ageng Maloka membikin tempat tinggal dan taman Cita Resmi di komplek pantai Caruban. Taman tersebut menjadi pelipur lara Nyai Siti Syari’ah atas meninggalnya sang suami dan anak perempuannya yangg diboyong oleh Raden Patah ke Demak.
Di Colegawan pun Nyai Siti Syari’ah tetap berceramah hingga penyebaran ajarannya meluas sampai ke Babagan. Kala itu di Babagan adalah jalur lampau lintas laut dan kota sehingga semakin banyak umat Muslim dari beragam etnis yangg beraktifitas di sungai tersebut.
Dengan kepintaran Nyai Siti Syari’ah, dia memerintahkan untuk mendirikan masjid di wilayah itu sebagai tempat transit dan dakwah. Masjid tersebut dinamakan Masjid Nurul Huda Tiban dan hingga sekarang keberadaannya tetap tetap eksis tepatnya di desa Gedongmulyo, Lasem.
Dari keluasan/keluesan pendekatan dakwah Nyai Siti Syari’ah dengan memanfaatkan kekuasaan politik dan keahliannya membikin nilai-nilai Islam dapat diterima secara luas, baik di kalangan bangsawan maupun masyarakat biasa.
Editor: Soleh
2 tahun yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·