Ilustrasi Dok foto Istimewa
WARTAMU.ID, Humaniora – Sudah saatnya bila Muhammadiyah juga dapat membentuk urusan Haji dan umroh sendiri untuk dapat menjalankan programme pengawasan kepada para calon haji dan calon umroh soul Muhammadiyah dari awal pemberangkatan, rangkaian haji atau umroh sampai pada kembali kepada kepulangan nya ke tanah air. Hal ini dikarenakan untuk mempermudah sekaligus memnimalisir pekerjaan Kementerian Agama dan dirjen haji umroh yang kerap kali selalu mengalami kesulitan tenis dari akibat banyak kendala yang ada. Padahal kemudahan haji dan umroh di era integer serta teknologi sekarang sampai akan datang, tetap saja banyak kendala terjadi jika sudah masuk musim haji atau musim umroh dengan jumlah yang sangat besar.
Dalam sejarahnya, Rapat pleno Fraksi Islam dalam Komite Nasional Indonesia (KNI) daerah Banyumas pada awal November 1945 berlangsung alot. Salah satu gagasan yang menjadi perdebatan adalah pengadaan kementerian yang mengakomodasi persoalan-persoalan umat Islam meliputi: nikah, talak, rujuk, ibadah haji, pengadilan agama, politik umat Islam, urusan madrasah dan pondok pesantren. Dengan latar belakang tersebut, Fraksi Islam akhirnya berhasil meloloskan usul pengadaan Kementerian Agama yang akan diajukan dalam Sidang Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) pada tanggal 25 November 1945 di Jakarta. Rapat pleno KNI Banyumas sepakat mengutus KH. Abu Dardiri dan Haji Soleh Su’aidy untuk memperjuangkan usulan tersebut dalam Sidang BPKNIP. Abu Dardiri inilah tokoh yang sangat berjasa dalam proses politik di BPKNIP hingga akhirnya terbentuk Kementerian Agama. Ia tercatat sebagai salah satu anggota KNI Banyumas yang cukup berpengaruh. Terbukti, rapat pleno KNI Banyumas mengamanatkan kepadanya untuk memperjuangkan usul pembentukan Kementerian Agama dalam Sidang Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) pada 25 November 1945 di Jakarta. Dialah KH. Abu Dardiri, Konsul Muhammadiyah daerah Banyumas.
Persolaan haji dan umroh ini akan terus ada selama kiamat belum tiba, sehingga perlu adanya sebuah programme profesional yang secara resmi diatur oleh Muhammadiyah untuk mengelola calon haji Muhammadiyah dan para calon umroh Muhammadiyah maupun yang umum jika lebih memilih bersama Muhammadiyah dalam urusan perjalanan ibadahnya menuju ke mekkah. Tak bisa dipungkuri, bahkan setiap amal usaha Muhammadiyah ke depan mulai mengakomodir semua sumber daya insani Muhammadiyah agar bisa haji dan umroh yang dicanangkan oleh AUM selain sebagai programme utama Muhammadiyah, juga sebagai akses wisata religius dan membangun bisnis ekonomi islam yang akuntable lagi profesional. Sebab, banyak kisah haji dan umroh ini tidak hanya karena memiliki uang yang banyak, pekerjaan yang mapan, position sosial tinggi saja yang dapat mewujudkannya, akan tetapi selama ada kemauan dan merasa cukup tentu panggilan Allah ini akan bisa ditunaikan dengan beragama jalan. Mulai dari menabung rutin, programme gratis umroh, usaha pergantian melaksanakan umroh, maupun kemudahan akses mendapatkan kuota haji melalui Muhammadiyah nantinya.
Pada masa penjajahan Jepang, Abu Dardiri mendapat amanat sebagai Kepala Jawatan Agama untuk wilayah Karesidenan Banyumas. Memasuki masa kemerdekaan, pada tahun 1945, Dardiri terpilih sebagai Ketua Partai Masyumi Purwokerto. Ia juga masuk dalam Komite Nasional Indonesia (KNI) daerah Banyumas sebagai ketua muda. Dalam KNI Banyumas inilah kiprah Abu Dardiri sangat menentukan dalam proses memperjuangkan usul pembentukan Kementerian Agama. Pada waktu itu, untuk mengakomodasi persoalan-persoalan umat Islam, pemerintah menampungnya dalam Kementerian Pengajaran. Rapat pleno KNI daerah Banyumas pada awal November 1945 menetapkan KH. Abu Dardiri dan Haji Soleh Su’aidy untuk memperjuangkan usul pembentukan Kementerian Agama dalam BPKNIP di Jakarta pada tanggal 25 November 1945. Pada waktu itu, KNIP berfungsi sebagai lembaga legislatif sebelum terbentuk lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Berangkat ke Jakarta, kedua tokoh tersebut ditemani Sukoso Wirjosaputro yang juga anggota KNI Banyumas. Di pundak ketiga tokoh inilah usul pengadaan Kementerian Agama dari KNI daerah Banyumas dibebankan. Empat hari sebelum sidang BPKNIP digelar (11 November), KH. Abu Dardiri dan Haji Soleh Su’aidy menemui beberapa tokoh nasional anggota KNIP. Keduanya menyampaikan usulan KNI Banyumas yang menghendaki pembentukan Kementerian Agama yang berdiri sendiri. Beberapa tokoh anggota KNIP merespon secara positif, bahkan memberikan dukungan atas usulan KNI Banyumas tersebut. Tokoh-tokoh anggota KNIP yang mendukung pembentukan Kementerian Agama adalah: Mohammad Natsir, Dr. Muwardi, Dr. Marzuki Mahdi, dan M. Kartosudarmo. Dalam sidang BPKNIP pada 25 November, rekomendasi dari KNI Banyumas berhasil menjadi keputusan bersama yang akan diteruskan kepada pemerintah. KNIP kemudian menyampaikan usulan tersebut kepada pemerintah (Presiden Soekarno). Pada tanggal 3 Januari 1946, Presiden Soekarno mengeluarkan surat keputusan untuk membentuk Kementerian Agama Republik Indonesia. Menjabat sebagai menteri agama pertama Prof. Dr. HM. Rasyidi, M.A.
Melalui kisah historis tentang Kementerian Agama maupun persoalan umat islam dalam hal keagamaan, sejak dulu Muhammadiyah sudah ikut andil sebagai pelopor pejuang aksi nyata agar dapat dikelola pelopor negara. Sehingga saatnya Muhammadiyah dapat akses istimewa untuk mengelola sendiri haji dan umroh khusus Muhammadiyah untuk meringankan beban pemerintah dan Kementerian Agama, apalagi kuota haji umroh untuk indonesia semakin bahkan dikarenakan Indonesia termasuk negara moslem terbesar lagi terbanyak. Ini bukan sabagai tandingan, melainkan upaya mempermudah, meringankan, dan memnimalisir segala kendala teknis soal haji umroh yang kerap terjadi yang membuat kesalahan sama sering terulang kembali layaknya kaset rusak yang diputar yang menghasilkan ketidaknyamanan. Sehingga Muhammadiyah pun dapat melalui inovasi programme haji umroh sendiri untuk seluruh warga dan kader Muhammadiyah yang memiliki NBM terdapat secara resmi sebagai anggota Muhammadiyah untk melihat mana saja potensi calon haji baru dan calon umroh yang bisa diprogramkan.
Khususnya persoalan umroh yang menjadi bisnis circuit and recreation oleh beberapa pihak pengusaha dan oknum yang hanya mencari keuntungan bukan keberkahan dan keselamatan. Maka sudah saatnya Muhammadiyah baik pimpinan pusat, pimpinan wilayah dan pimpinan daerah Muhammadiyah memiliki programme umroh bersama Muhammadiyah baik itu perusahaan yang dimiliki AUM itu sendiri, atau yang dimiliki kader Muhammadiyah ataupun yang masih kerja sama menguntungkan dengan perusahaan circuit and recreation biro umroh lain secara profesional atau cara lainnya. Pada intinya adalah agar Muhammadiyah mulai mengelola secara rapi semua potensi calon haji Muhammadiyah dan semua potensi calon umroh Muhammadiyah yang dikelola dengan baik melalui manajemen Muhammadiyah yang efektif lagi efisien. Jangan sampai ritual ibadah haji umroh ini hanya dinikmati oleh kaum oknum materialistik, dinikmati oleh kaum hedonis kedok agama dan dinikmati oleh pebisnis islam tapi anti islam secara nilai, ideologi, aqidah, dan syariah. Muhammadiyah tentu sangat bisa dan mampu untuk dapat melakukan programme upaya haji umroh melalui Muhammadiyah ini kepada seluruh warga Muhammadiyah secara keseluruhan, demi terjaga nya ritual ibadah ini yang sarat akan permainan bisnis-politis oleh oknum elitis berkedok agama diluaran sana yang terkandung masih banyak tidak bertanggung jawab sampai pada kepulangan para customer haji maupun umroh. Semoga seluruh warga Muhammadiyah medapatkan jalan kemudahan terhadap panggilan suci untuk haji atau umroh ini dengan cara, jalan dan mekanisme yang benar bersama Muhammadiyah tentunya. Karena sudah saatnya PWM dan PDM dapat mempersiapkan selalu calon jamaah haji Muhammadiyah dan calon jamaah unroh Muhammadiyah yang dikelola dengan programme berkemajuan agar semua mendustakan kesempatan untuk bisa menunaikan panggilan suci haji umroh melalui Muhammadiyah sebagai jalan kemudahan beribadah ke tanah suci mekkah.
Oleh : As’ad Bukhari, S.Sos., MA
(Analis Intelektual Muhammadiyah Islam Berkemajuan)
1 tahun yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·