PWMJATENG.COM – Dalam setiap pembahasan keislaman, kedudukan sabda senantiasa menempati posisi sentral. Al-Qur’an memang menjadi sumber utama norma Islam, namun sabda datang sebagai pelengkap dan penjelas, sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan. Hal ini ditegaskan oleh Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Ahmad Hasan Asyari Ulamai, dalam sebuah tausiyah yangg disampaikannya.
Menurut penjelasan beliau, sabda mempunyai peran krusial sebagai sumber norma kedua setelah Al-Qur’an. Ia menuturkan bahwa sabda bukan sekadar catatan sejarah, melainkan pedoman hidup yangg menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia. Melalui hadis, aliran Islam dijelaskan secara rinci dan praktis, sehingga mudah diterapkan oleh umat dalam kehidupan sehari-hari. Hasan Asyari menekankan bahwa sabda membantu menjaga kemurnian aliran Islam, membentuk karakter Muslim yangg baik, serta menjadi pedoman dalam kehidupan bumi maupun akhirat.
Kedudukan Hadis dalam Islam
Para ustadz telah sepakat bahwa sabda merupakan sumber norma Islam kedua setelah Al-Qur’an. Hal ini merujuk pada banyak dalil, salah satunya firman Allah dalam Surah An-Nisa ayat 59:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Artinya: “Wahai orang-orang yangg beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), serta ulil amri di antara kamu.”
Ayat ini menegaskan pentingnya ketaatan kepada Rasul, yangg perintah dan larangannya terekam dalam hadis. Dengan demikian, posisi sabda bukan hanya sebagai penguat hukum, tetapi juga sebagai penjelas atas ayat-ayat Al-Qur’an yangg tetap berkarakter umum.
Hasan Asyari menjelaskan bahwa tanpa hadis, pemahaman terhadap Al-Qur’an bakal banyak menemui kendala. Sebab, Al-Qur’an sering kali memuat prinsip dasar, sementara perincian tata langkah pelaksanaannya dijelaskan oleh hadis. Sebagai contoh, perintah salat dalam Al-Qur’an hanya disebutkan secara global. Namun, tata langkah penyelenggaraan salat—mulai dari jumlah rakaat, bacaan, hingga gerakan—semuanya dijelaskan melalui sabda Nabi Muhammad ﷺ.
Pentingnya Ilmu dalam Memahami Hadis
Dalam tausiyahnya, Hasan Asyari juga menekankan bahwa memahami Al-Qur’an maupun sabda tidak cukup dilakukan secara tekstual semata. Umat Islam perlu membekali diri dengan pengetahuan yangg memadai agar tidak terjebak dalam pemahaman yangg dangkal.
“Membaca Al-Qur’an, misalnya, tidak cukup hanya sebatas melafalkan ayat, tetapi juga kudu memahami rahasia dan makna di kembali kata-kata yangg dibaca,” ujar beliau. Pernyataan ini menunjukkan bahwa kedalaman pengetahuan menjadi kunci dalam memahami pesan ilahi.
Hal serupa bertindak pada hadis. Memahami sabda tidak cukup hanya dengan membaca terjemahan, melainkan juga memerlukan pengetahuan tentang sanad, matan, serta konteks sosial dan historis yangg melatarbelakanginya. Tanpa bekal pengetahuan tersebut, seseorang berisiko keliru dalam menafsirkan ajaran.
Jenis dan Fungsi Hadis dalam Kehidupan
Lebih lanjut, Hasan Asyari memaparkan bahwa sabda mempunyai beragam jenis berasas kekuatan periwayatannya. Hadis sahih, hasan, dhaif, hingga maudhu’ (palsu) perlu dikenali agar umat Islam dapat memilah mana yangg betul-betul berasal dari Rasulullah ﷺ dan mana yangg tidak.
Dalam kehidupan sehari-hari, penguasaan pengetahuan sabda sangat membantu umat Islam. Ia menjelaskan bahwa kegunaan sabda tidak hanya sebagai sumber hukum, tetapi juga sebagai pedoman moral, pendidikan akhlak, serta inspirasi dalam mengelola kehidupan sosial dan budaya.
Baca juga, Brand ID Milad ke-113
Sebagai contoh, banyak sabda yangg mengajarkan prinsip keadilan, kejujuran, kerja keras, serta kasih sayang. Prinsip-prinsip tersebut, jika dipraktikkan secara konsisten, bakal membentuk masyarakat yangg damai, harmonis, dan berperadaban.
Relevansi Hadis di Era Modern
Di tengah perkembangan era yangg serba cepat, sabda tetap relevan untuk dijadikan pegangan hidup. Menurut Hasan Asyari, tantangan modernitas tidak semestinya menjauhkan umat Islam dari aliran Rasulullah ﷺ. Sebaliknya, sabda justru dapat menjadi sumber inspirasi untuk menjawab beragam persoalan kontemporer.
Beliau mencontohkan gimana hadis-hadis tentang pentingnya menjaga kebersihan sangat relevan dengan rumor kesehatan publik. Demikian pula sabda tentang amanah dan integritas bisa dijadikan landasan dalam membangun tata kelola pemerintahan maupun lembaga modern yangg bersih dari praktik korupsi.
Tanggung Jawab Umat Islam
Pesan krusial yangg ditegaskan Hasan Asyari adalah bahwa setiap Muslim mempunyai tanggung jawab untuk mempelajari dan mengamalkan hadis. Penguasaan pengetahuan sabda bukan hanya menjadi ranah para ulama, melainkan juga tanggungjawab kolektif umat Islam agar tidak mudah terjebak pada pemahaman yangg keliru.
Beliau mengingatkan bahwa munculnya beragam aliran dan pemikiran menyimpang sering kali disebabkan oleh minimnya pemahaman terhadap Al-Qur’an dan hadis. Karena itu, memperkuat literasi keislaman menjadi langkah krusial dalam menjaga kemurnian ajaran.
Meneladani Rasulullah ﷺ
Pada akhirnya, sabda tidak hanya berfaedah sebagai sumber hukum, tetapi juga sebagai potret kehidupan Rasulullah ﷺ yangg patut diteladani. Melalui hadis, umat Islam dapat mengenal akhlak, style hidup, hingga langkah Nabi berinteraksi dengan sesama.
Sebagaimana sabda yangg diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
Artinya: “Sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan adab yangg mulia.”
Hadis ini menjadi pengingat bahwa inti aliran Islam adalah akhlak. Dengan menjadikan sabda sebagai pedoman, umat Islam tidak hanya menjalankan ibadah ritual, tetapi juga meneladani adab Rasulullah dalam seluruh aspek kehidupan.
Ikhtisar
Dari pemaparan Ahmad Hasan Asyari Ulamai, dapat disimpulkan bahwa sabda adalah kunci krusial dalam memahami dan mengamalkan aliran Islam. Sebagai sumber norma kedua setelah Al-Qur’an, sabda berfaedah melengkapi, menjelaskan, sekaligus membumikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha
Jumlah Pengunjung : 78
3 minggu yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·