Berbicara mengenai Israel dan kaum Yahudi memang tidak pernah ada habis-habisnya untuk dibahas. Apalagi akhir-akhir ini kita disibukkan dengan kasus batalnya kejuaraan sepak bola U-20 yangg rencananya bakal diselenggarakan di Indonesia. Batalnya kejuaraan itu tidak lain lantaran adanya klub sepak bola dari Israel. Mendengar kata Israel secara otomatis, baik kaum awam maupun politisi mendadak muncul untuk menolaknya bermain di Indonesia.
Sebagai negara yangg kebanyakan Muslim, seperti Indonesia. Mendengar kata Israel dan kaum Yahudi seakan-akan keagamaan kita diuji untuk berhadapan dengannya. Meski ini hanya pertandingan sepak bola dan tidak ada kaitannya dengan agama. Tetapi tetap saja keagamaan kita selalu lebih kuat untuk menolaknya.
Harus diakui memang banyak pihak, Muslim maupun bukan, yangg tidak paham, salah paham, dan “gagal paham” mengenai umat Yahudi. Sering kita mendengar dan membaca slogan-slogan yangg digemuruhkan oleh sejumlah golongan Muslim maupun politisi yangg mengatasnamakan Islam bahwa Yahudi sama dengan Zionis. Pernyataan jelas mengandung unsur propaganda. Bahwa sikap politik Israel terhadap Palestina yangg arogan memang kudu dikritisi.
Namun, menganggap semua Yahudi itu pendukung aktivitas Zionisme jelas sangat salah kaprah. Sebab pada kenyataannya banyak kaum Yahudi, khususnya di Amerika Serikat, yangg menentang dan melawan kekerasan rezim Israel terhadap Palestina.
Berbicara mengenai kaum Yahudi dan hubungannya dengan umat-umat lain di bumi sebenarnya bukan sesuatu yangg asing. Di era Nabi Muhammad Saw banyak berinteraksi dengan kaum Yahudi.
Kenyataan itu sebagaimana digambarkan di dalam kitab berjudul “Bintang Daud di Jazirah Arab: Relasi Politik Nabi Muhammad dengan Yahudi di Madinah”. Sebuah kitab karya Khoirul Anwar, yangg diterbitkan oleh penerbit eLSA press pada tahun 2018. Buku setebal 175 hlm. Buku ini terdiri dari dari tiga bab, yakni: 1). Perjumpaan suku Quraisy dengan Yahudi Madinah pada masa pra-Islam, 2). Relasi politik Nabi Muhammad dengan Yahudi di Madinah, 3). Kontribusi Yahudi terhadap kekuasaan Nabi Muhammad.
Peradaban Yahudi Madinah Pra-Islam
Madinah disebut juga dengan Yastrib. Salah satu riwayat menyebutkan, wilayah ini dinamakan Yastrib lantaran orang yangg tinggal pertama kali di wilayah ini berjulukan Yastrib bin Qaniyah bin Mihla’il bin Irmi bin Ubail bin Aush bin Irmi bin Sam bin Nuh. Riwayat lain juga menginformasikan, kata Yastrib diambil dari julukan Bathlimus yangg menamainya dengan “Jathripa”. Lalu wilayah Yastrib diberi nama oleh orang-orang Yahudi yangg tinggal di sana dengan julukan “Medinta”, kata dari bahasa Aramic yangg diarabkan menjadi “Madinah”, artinya kota.
Di Madinah telah banyak masyarakat Yahudi yangg tinggal di sana. Orang-orang Yahudi di Madinah menguasai perekonomian yangg dihasilkan oleh pertanian. Orang-orang Yahudi mempunyai kebun dan sawah yangg sangat luas. Orang-orang Yahudi di Jazirah Arab telah memasukkan beragam macam tanaman baru dan memperkenalkan metode baru dalam perihal pertanian. Oleh karenanya, orang Yahudi dalam bagian pertanian menjadi pembimbing bagi orang-orang Arab (asatidzah li’arab al-hijaz).
Dalam bagian industri, orang Yahudi banyak mencetak emas, pedang, dan baju-baju perang. Orang Yahudi membikin pasar sebagai tempat transaksi peralatan yangg dihasilkan dari pertanian dan perindustriannya. Pasar-pasar Yahudi dibangun di depan tembok alias pagar keliling. Setiap kabilah Yahudi mempunyai tembok yangg dinamakan sesuai kabilahnya, misalnya tembok bani Qainuqa dinamakan tembok “benteng qar” (atham qar). Maksud dari pembuatan tembok ini tak lain untuk menjaga organisasi Yahudi dari serangan orang luar.
Itulah setidaknya beberapa info yangg diberikan dalam kitab “Bintang Daud di Jazirah Arab” mengenai organisasi Yahudi sebelum datangnya Islam. Secara garis besar, jauh sebelum datangnya Islam. Kaum Yahudi telah mempunyai segala perihal dalam beragam bidang, sehingga dapat dikatakan bahwa untuk ukuran saat itu, kaum Yahudi telah lebih maju sebagai peradaban.
Relasi Politik Nabi Muhammad dengan Kaum Yahudi
Sebelum Nabi Muhammad beserta pengikutnya hijrah ke Madinah. Di wilayah ini ada tiga suku besar yangg sedang dilanda persaingan ekonomi dan politik, ialah Yahudi, suku Aus, dan suku Khazraj. Di tengah-tengah bentrok persaingan yangg seakan tanpa ujung, para kaum Yahudi Madinah berambisi kepada Nabi Muhammad agar dapat menghimpun kabilah-kabilah di Madinah agar berasosiasi menciptakan ketenangan dan kenyamanan kota Madinah.
Kedatangan Nabi Muhammad di Madinah disambut baik oleh penduduknya, termasuk orang Yahudi yangg sudah lama berambisi bakal kedatangannya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam, bahwa orang Yahudi sudah lama menunggu. Menyaksikan kehadiran Nabi Saw, orang Yahudi berteriak: “wahai bani Qailah, ini kakek kalian telah datang”. Setelah Nabi Saw membaca kondisi sosial, ekonomi, dan politik di Madinah, Nabi Muhammad segera melakukan strategi politiknya dengan mengadakan perjanjian tenteram (mu’ahadah) dengan beragam family Yahudi di Madinah.
Selama di Madinah Nabi Muhammad selalu mengadakan perjanjian tenteram dengan kaum Yahudi berulangkali. Nabi Saw melakukan perjanjian tenteram diantara para kabilah Yahudi, seperti Yahudi Khaibar, Yahudi Taima, Yahudi Quraidhah, Yahudi Wadi al-Qura, dan Yahudi Ghudyah. Adapun tujuan yangg hendak digapai Nabi Saw dalam mengadakan beragam perjanjian tenteram dengan family Yahudi ialah untuk menyatukan semua unsur di Madinah, dan mengembalikan Madinah menjadi kota yangg satu setelah penduduknya tercerai berai lantaran persaingan politik dan ekonomi.
Kontribusi Kaum Yahudi Kepada Nabi Muhammad
Kondisi sosial dan politik Yahudi di Madinah yangg berbasis pada tembok (al-atham), mendorong Nabi Saw untuk melakukan perjanjian damai. Keluarga-keluarga yangg ada di dalam tembok mempunyai kepekaan sosial yangg tinggi, ialah tolong menolong. Sebab itu, dengan melakukan perjanjian tenteram dengan orang-orang Yahudi, Nabi Saw dan pasukannya mendapatkan pertolongan dari mereka dan menjadi kekuatan tersendiri bagi kekuasaan yangg sedang dicita-citakan.
Peperangan yangg dilakukan Nabi Saw menghadapi orang-orang Quraisy tidak lepas dari support orang-orang Yahudi, baik materi, pikiran alias tenaga. Pada perang Uhud, Nabi Saw secara terang-terangan meminta support kepada orang Yahudi, khususnya Yahudi bani an-Nadlir. Ibnu Ishaq menginformasikan, bahwa Mukhairiq seorang Rabbi Yahudi yangg kaya dan pandai apalagi menyerukan kepada kaumnya, “wahai orang-orang Yahudi, demi Allah sesungguhnya kalian tahu bahwa menolong Muhammad bagi kalian adalah suatu kewajiban”.
Kemudian kepada umatnya Mukhairiq berpesan, “apabila pada hari ini saya terbunuh, maka semua hartaku diberikan kepada Muhammad untuk digunakan sesuai dengan izin Allah”. Bahkan di beberapa perang lainnya kaum Yahudi memberikan ide-idenya dalam peperangan untuk membikin parit (khandaq), lampau Nabi Muhammad menerima dan meminjam alat-alat untuk menggalinya.
Di era kenabian Muhammad, relasi terhadap kaum Yahudi begitu cair. Meski di beberapa tempat terjadi konflik, tetapi sejatinya bentrok tersebut didasari pada motif politik, bukan agama.
Editor: Soleh
2 tahun yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·