Dekonstruksi Maskulinitas Politik Jawa Timur - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Jelang gelaran pemilihan kepala wilayah (Pilkada) serentak 2024, Jawa Timur disodorkan tiga calon kandidat Gubernur dari kaum perempuan, ialah Khofifah Indar Parawansa, Luluk Nur Hamidah dan Tri Rismaharini. Kontestasi ini tidak hanya menyajikan kekuatan partai, melainkan juga untuk memandang peta politik yangg menarik nantinya di wilayah aglomerasi-kultural yangg tersebar di wilayah Arek, Mataraman, Tapal Kuda, Pantura dan Madura dimana hasil perolehan Pileg tahun 2024 elektabilitasnya tetap didominasi oleh PKB.

Terlepas dari perihal tersebut, pertarungan kali ini merupakan angin segar bagi kerakyatan di Indonesia dan kaum wanita secara khusus. Sebab sebelumnya wanita seringkali tidak mempunyai akses dan kesempatan yangg sama dengan laki-laki dalam kehidupan publik dan politik dikarenakan adanya hambatan-hambatan struktural, kultural, dan dugaan lainnya yangg tetap bias gender. Hal itulah yangg diyakini sebagai aspek yangg mempengaruhi perkembangan partisipasi politik perempuan. Namun perkembangan terkini menunjukkan bahwa wanita semakin diakui sebagai pemimpin potensial di level pemerintahan daerah.

Konstelasi Pilkada Jawa Timur 2024 menunjukkan tanda-tanda dekonstruksi terhadap kekuasaan maskulinitas dalam politik. Pencalonan tiga wanita dalam Pilkada Jawa Timur menandakan perubahan paradigma serta merombak struktur tradisional politik yangg umumnya didominasi laki-laki. Dalam konteks ini, kehadiran calon wanita menantang dugaan bahwa kepemimpinan politik adalah domain laki-laki.

Hal ini semakin membuka ruang untuk mempertanyakan dan merekonstruksi makna kepemimpinan, kekuasaan, dan representasi kelamin dalam politik. Dengan demikian, kehadiran wanita dapat dilihat sebagai langkah dekonstruktif terhadap norma-norma patriarkal. Dalam konteks ini, keterlibatan wanita sebagai kandidat utama menantang norma-norma tradisional mengenai kepemimpinan dan maskulinitas.

Kehadiran para calon wanita ini tidak hanya sebatas representasi soal angka, tetapi juga soal jenjang sosial dan politik maskulin yangg syarat bakal kekuasaan, kontrol dan otoritas. Sehingga apresiasi layak diberikan kepada para partai pengusung dari ketiga figure kandidat tersebut. Kehadiran kandidat wanita dalam kontestasi Pilkada serentak kali ini, khususnya Jawa Timur, merupakan corak pendidikan dan upaya mematangkan kerakyatan di Indonesia.

Politik yangg dalam kesejarahannya dianggap sebagai domain laki-laki, perlahan mulai dibongkar dan disusun kembali dengan memperkenalkan wajah baru yangg mengedepankan empati, kerjasama lebih inklusif. Dan ini menandakan babak baru dalam redefinisi peran-peran kelamin dan mendorong partisipasi yangg lebih setara dalam proses politik.

Hadirnya calon pemimpin wanita di Jawa Timur hendaknya bisa merubah wajah maskulinitas politik yangg selama ini melekat pada politik Indonesia, dan pada praktiknya dapat memperkuat bunyi wanita dalam kebijakan publik dan mendorong partisipasi wanita yangg lebih besar dalam politik, utamanya dapat memperjuangkan isu-isu kesetaraan kelamin dan keadilan sosial secara lebih efektif. Semoga.

*Penulis: Ikhrotul Fitriyah, Master Program Studi Kajian Wanita Universitas Brawijaya dan peneliti di Renaissance Political Research and Studies (RePORT)

-->
Sumber pijarnews.id
pijarnews.id