KLIKMU.CO – “Bahasa adalah jembatan kemanusiaan.” Kalimat itu menjadi napas dalam setiap langkah Prof Dr Dra Sujinah MPd, Guru Besar Bidang Kepakaran Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya). Bagi wanita kelahiran Balikpapan, 30 Januari 1965 ini, bahasa bukan sekadar perangkat komunikasi, melainkan ruang untuk berpikir, berempati, dan menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan.

Lahir di Kampung Telindung Baru, Balikpapan, Prof Sujinah tumbuh dalam family yangg menjunjung tinggi kejujuran, kedisiplinan, dan pentingnya pendidikan, terutama bagi perempuan. Ayahnya, Ketang Sumoharjo, seorang pedagang, dan ibunya, Jasmin, merupakan sosok yangg menginspirasi dengan keteguhan dan kasih sayangnya.
Sejak kecil, Sujinah berkawan dengan kitab dan tulisan, meski tak pernah membayangkan bahwa jalan hidupnya bakal menuntunnya menjadi seorang pembimbing besar.
“Sejak mini saya hanya bercita-cita menjadi pedagang, lantaran bapak adalah seorang pedagang,” kenangnya, Kamis (23/10/2025).
Perjalanan pendidikannya dimulai di SD Negeri Bangsongan 1 Papar, Kediri, yangg dia tamatkan pada 1977. Ia kemudian melanjutkan ke SMP Negeri Papar (1981) dan SPG Negeri Kediri (1984).


Kecintaannya terhadap bumi pendidikan membawanya melanjutkan studi di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), tempat dia meraih gelar sarjana (1989), magister (2002), dan ahli (2011) dalam bagian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Sejak 1990, Sujinah memilih mengabdi di Universitas Muhammadiyah Surabaya—kampus yangg menjadi rumah intelektualnya selama lebih dari tiga dekade.
Karier akademiknya di UM Surabaya penuh dedikasi. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Program Studi, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM), serta sekarang dipercaya sebagai Kepala Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran. Kepemimpinan Prof Sujinah dikenal tegas, visioner, namun tetap hangat dan humanis.
Sebagai akademisi, Prof Sujinah dikenal produktif menulis dan meneliti. Bidang kepakarannya, pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, tidak hanya mengajarkan struktur bahasa, tetapi juga menanamkan nilai-nilai literasi yangg berakar pada kearifan lokal.
“Bagi saya, literasi sejati bukan sekadar keahlian membaca teks, tetapi keahlian memahami kehidupan,” imbuhnya.
Melalui karya-karyanya seperti Menjadi Pembicara Terampil, Literasi dan Kearifan Lokal untuk Anak, dan Model Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Siswa Cerdas Istimewa, dia menegaskan bahwa pendidikan bahasa kudu menyatu dengan karakter, budaya, dan empati sosial.
Kiprahnya tidak berakhir di ruang kelas. Ia aktif sebagai Duta Kampus Merdeka Jawa Timur, Koordinator Pertukaran Mahasiswa Merdeka, Ketua Divisi Pendidikan dan Latihan Asosiasi Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia, konsultan pendidikan, asesor nasional LAMDIK, serta asesor kedudukan akademik LLDIKTI Wilayah VII Jawa Timur. Dalam setiap peran itu, Prof Sujinah konsisten memperjuangkan pendidikan yangg membuka ruang berpikir, berkreasi, dan berkolaborasi.
“Pendidikan kudu memerdekakan manusia, bukan sekadar menuntut nilai,” ujarnya.
Bagi Prof Sujinah, keberhasilan pendidikan bahasa tidak hanya diukur dari kefasihan berbicara, tetapi dari sejauh mana seseorang memahami diri dan lingkungannya.
“Bahasa membentuk pikiran, dan pikiran yangg baik bakal melahirkan tindakan yangg bijak,” tuturnya dalam salah satu forum akademik.
Kini, setelah dikukuhkan sebagai Guru Besar, Prof Sujinah memandang pencapaian ini bukan sebagai puncak, melainkan babak baru pengabdian. Ia mau terus menulis, membimbing, dan menumbuhkan generasi pendidik yangg cerdas, berkarakter, serta cinta pada bahasa Indonesia.
“Ilmu yangg tidak dibagikan bakal berakhir di diri kita. Saya mau terus menjadi bagian dari aliran pengetahuan yangg bermanfaat,” pungkasnya.
(Uswah Sahal/AS)
1 hari yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·