Berapa Gaji Pengurus Muhammadiyah? - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 minggu yang lalu

Oleh: Hadi Pajarianto  (Sekretaris Muhammadiyah Palopo)

KHITTAH. CO – Berapa penghasilan pengurus Muhammadiyah? Pertanyaan ini seingat saya telah beberapa kali dilontarkan oleh kolega dan sahabat baik dari dalam dan luar negeri. Mungkin pertanyaannya terinspirasi dengan memandang total kekayaan Muhammadiyah yangg dirilis oleh Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yangg mencapai Rp400 triliun. Pada tahun 2017, Muhammadiyah tercatat mengelola sekitar 21 juta meter persegi tanah wakaf. Sekarang organisasi ini telah mempunyai lebih dari 214 juta meter persegi tanah wakaf. Adapun kebanyakan aset ini berupa tanah, bangunan, lembaga pendidikan, rumah sakit, dan beragam kebaikan upaya lainnya.

Pertanyaan yangg sama kembali muncul saat kami menjamu kolega dari Kelantan. Berapa gajinya pengurus Muhammadiyah? Ucap Dr. Hannan Yusof, pemegang merek Hannan Medispa yangg saat ini menjadi merek kecantikan ternama dan terbesar di Malaysia. Ini pertanyaan Dr. Hannan yangg menohok saya, yangg berdampingan dengan Prof. Salju dan Dr. Zainal Dekan Saintek UMPalopo. Sorot mata Dr. Hannan, Dato’ Prof. Arham (Rektor UM Kelantan), Prof. Madya. Dr. Muh Ashlyzan B. Razik, dan En. Ahmad Irwan bin Baharuddin, tertuju pada kami. Mungkin jawaban kami bakal memecahkan misteri yangg selama ini menyelimuti kepala mereka, sejak Prof. Haedar Nashir diundang ke UM Kelantan untuk diberikan award dari kampus tersebut.

Dengan ringan saya menjawab: untuk urusan Muhammadiyah, its free, kami tidak menerima gaji. Seingat saya dua kali pak Hannan menimpali seakan tidak percaya, untuk memecah perbincangan akhirnya kami tertawa bersama-sama. Saya lampau membacakan Surah At-Thalaq: 2-3 “waman yattaqillaha yaj’al lahu makhroja, wa yarzuqhu min haitshu la yahtasib. Waman yatawakkal Alallahi fahuwa hasbuh. Innallaha balighu Amrih. Qad ja’alallahu likulli syaiin qodroo”.

Dato’ Prof. Arham (Rektor UM Kelantan) menganggukkan kepala, pak Hannan tetap menimpali, lain cerita jika di Malaysia. Pada rapat-rapat pengurus yayasan alias pengarah bisa mendapatkan beragam jenis tunjangan yangg jumlahnya cukup besar. Kami hanya mendengarkan dengan seksama dan dan sesekali tersenyum. Senyum menjadi senjata paling efektif sembari membatin, bahwa sejak berdirinya tidak satupun ketua Muhammadiyah yangg menerima gaji. Pak Hanan menutup sesi ini dengan mengatakan, bapak-bapak adalah fisabilillah dan tradisi ini tidak terlalu kuat di Malaysia.

Di Muhammadiyah dan organisasi otonom tidak pernah mengenal penghasilan seperti pada yayasan alias perusahaan pada umumnya. Pengurus Muhammadiyah mempunyai penghasilan dari pekerjaannya baik sebagai dosen, guru, pengusaha, politisi, dan ahli lainnya. Dengan penghasilan inilah yangg digunakan untuk menggerakkan Muhammadiyah pada beragam levelnya. Di Muhammadiyah melakukan dakwah tidak hanya dengan niatan mendapatkan ujrah alias upah. Tetapi yangg lebih kekal adalah meraih ajrun yang dalam QS. At-Tin: 6 diterjemahkan sebagai pahala yangg tidak pernah putus.

Beberapa argumen tidak digajinya ketua Muhammadiyah adalah; pertama, untuk menanamkan dan menjaga nilai keikhlasan dalam kepemimpinan Muhammadiyah. Nilai ini telah menjadi tembok utama dari sikap pragmatis, serta menjaga agar Muhammadiyah tidak dijadikan sekadar sarana mencari penghidupan. Keikhlasan tersebut memberikan dorongan moral dan semangat yangg kuat bagi para ketua untuk terus berjuang tanpa pamrih.

Kedua, Tidak digajinya ketua persyarikatan membikin proses kepemimpinan Muhammadiyah melangkah secara seleksi alamiah. Hanya mereka yangg betul-betul siap berkorban waktu, tenaga, pikiran, apalagi kekayaan yangg bisa bertahan. Tanpa motivasi duniawi, kepemimpinan Muhammadiyah dijalankan oleh orang-orang yangg kuat secara ideologis dan tulus dalam berjuang. Tak heran jika ada yangg menyerah di tengah jalan, merasa lelah, lampau menghilang. Namun mereka yangg tetap bertahan, merekalah yangg layak memimpin.

Ketiga, memberikan penghasilan kepada ketua persyarikatan berpotensi mengubah makna kepemimpinan dalam Muhammadiyah. Jabatan bisa menjadi menarik secara materi, sehingga mengundang mereka yangg niatnya bukan lagi berjuang, melainkan mencari penghidupan. Akibatnya, proses suksesi dapat berubah menjadi arena rebutan, muncul persaingan tidak sehat, apalagi perpecahan antar golongan pendukung. Ini tentu bertentangan dengan nilai keikhlasan yangg menjadi ruh utama Muhammadiyah. Bila orientasi kedudukan bergeser ke arah duniawi, maka bakal rusaklah tatanan organisasi yangg selama ini terjaga lantaran dipimpin oleh mereka yangg tulus dan amanah.

Negara ini bisa belajar dari beragam praktik positif yangg diterapkan oleh sejumlah negara maupun organisasi. Salah satu contohnya adalah Muhammadiyah, sebuah organisasi besar yangg dikenal mempunyai banyak aset. Meski demikian, para pejabat yangg menjabat di Muhammadiyah tidak menerima penghasilan dari organisasi. Mereka tetap memperoleh penghasilan dari pekerjaan utama mereka, seperti dosen, dokter, alias bagian ahli lainnya, namun saat mengemban amanah sebagai pemimpin organisasi, peran tersebut dijalankan secara sukarela tanpa hadiah finansial. Inilah spirit teologis dalam beramal dan berupaya di Muhammadiyah senantiasa menyeimbangkan antara kehidupan bumi dan akhirat, antara ke-ikhlasan dan kebutuhan materi sebagai manusia biasa.

last but not least, sebagai manusia biasa pengurus Muhammadiyah tentu memerlukan ujrah (pendapatan) untuk menyambung hidup, keluarga, dan apalagi menggerakkan dakwah agar tetap hidup. Tetapi secara material tidak menjadi penghalang untuk mendapatkan ajrun (pahala) yangg tidak terputus. Maka pilihannya adalah pengurus tetap melakoni pekerjaannya secara ahli untuk mendapatkan penghidupan, dan itulah yangg dijadikan modal untuk menggerakkan dakwah Muhammadiyah.

-->
Sumber khittah.co
khittah.co