JAKARTA, PIJARNEWS.ID – Peneliti dari Pusat Riset Masyarakat dan Budaya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rusydan Fathy menekankan atraksi budaya di desa wisata seyogyanya kudu terinternalisasi dengan kebudayaan masyarakat setempat, bukan kebudayaan pesanan (by-order) untuk sekadar ditampilkan.
Dalam obrolan bedah kitab berjudul “Desa Wisata” karya Nurdiyansah Dalidjo yangg diikuti secara daring di Jakarta, Senin (2/9/2023), dia menilai pariwisata yangg ada di desa wisata kudu mempunyai pondasi narasi lokal yangg kuat serta prinsip-prinsip kooperativisme, lantaran desa wisata melekat pada entitas utuh dan milik penduduk bersama.
“Di desa wisata, atraksi semestinya tidak mengalami manipulasi,” ujarnya. Ia menjelaskan kebudayaan by-order juga mempunyai sisi negatif, ialah dapat mengurangi kesakralan dan bisa menyebabkan budaya tersebut menjadi punah, lantaran tidak terinternalisasi dan hanya diketahui oleh orang yangg sering mementaskannya.
Contohnya seperti filosofi “Adat basandi sarak, sarak basandi Kitabullah” di Sumatera Barat yangg pada situasi tertentu, hanya menjadi identitas simbolis dan semboyan yangg mempunyai nilai jual, tetapi minim kesakralan dan tidak terinternalisasi.
“Kebudayaan by-order merupakan kondisi di mana kebudayaan tersimplikasi menjadi atraksi budaya yangg dipesan turis. Pada satu sisi, merupakan daya tarik yangg kudu ditampilkan, tetapi di sisi lain tidak melekat pada masyarakatnya sendiri,” ungkapnya.
Oleh karenanya, dia menekankan desa wisata semestinya tidak muncul lantaran tekanan komodifikasi menjadi komoditas pandangan visitor alias tourist gaze, dan hanya menjadi sekadar destinasi wisata.
Namun menurutnya, desa wisata kudu dapat menciptakan ikatan emosional dan individual dengan wisatawan, agar visitor bisa mendapatkan pengalaman utuh saat memutuskan kunjungi desa wisata.
Hal tersebut, bisa diwujudkan dengan penerapan paket wisata yangg sesuai, yangg melibatkan visitor untuk terjun ke dalam aktivitas penduduk sebagai strategi untuk memperpanjang kunjungan wisatawan, sebagai upaya menciptakan ikatan antara visitor dengan desa wisata yangg berkelanjutan.
“Entitas desa wisata yangg apa adanya, meliputi indikasi dan persoalan lokal, kebudayaan dan tradisi, kearifan lokal, sistem dan struktur ekonomi-sosial, semestinya menjadi daya tarik dan berujung pada keterikatan visitor dan kerinduan mengulangi kunjungan,” tuturnya.
1 tahun yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·