
IDNTimes
Oleh: Annisa Fithria*
Melemahnya nilai tukar rupiah dapat menimbulkan akibat rawan bagi perekonomian nasional. Oleh lantaran itu, pemerintah perlu segera menyiapkan beragam upaya kebijakan untuk menjaga stabilitas rupiah di tengah beragam ancaman yangg ada. Stabilitas sangat diperlukan untuk memperkuat esensial ekonomi nasional, menjaga daya beli masyarakat, mendorong pertumbuhan positif terhadap bumi usaha, dan beragam pengaruh domino lainnya.
Menurut info dari Bloomberg, pada 21 Juni 2024, nilai tukar rupiah berada di nomor Rp16.450 per dollar AS. Pada tanggal yangg sama tahun sebelumnya, nilai tukar rupiah adalah Rp15.004 per dollar AS. Hal ini menunjukkan bahwa dalam setahun rupiah telah melemah sekitar 9,64 persen.
Dalam sejarah ekonomi Indonesia, pada tahun 1991, nilai tukar rupiah pernah mencapai nomor Rp1.997 per dollar AS. Namun, kekuatan ini tidak memperkuat lama. Rupiah mengalami penurunan drastis hingga mencapai titik terendahnya pada Juni 1998, dengan nilai tukar Rp16.650 per dollar AS. Kejatuhan ini memicu krisis moneter yangg parah, menjadikan nilai tersebut sebagai yangg terendah dalam sejarah Republik Indonesia.
Krisis tahun 1998 tidak hanya mempengaruhi nilai tukar rupiah, tetapi juga membawa akibat yangg luas bagi perekonomian dan masyarakat Indonesia. Tingginya inflasi, melonjaknya nilai barang-barang kebutuhan pokok, serta bertambahnya tingkat pengangguran adalah beberapa akibat langsung dari krisis tersebut sehingga turut mendorong terjadinya krisis sosial politik yangg parah dan bersejarah.
Saat ini, salah satu aspek utama yangg menyebabkan melemahnya nilai tukar rupiah adalah penguatan dollar AS. Penguatan ini didorong oleh kebijakan moneter yangg tetap diterapkan oleh Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat, terutama melalui peningkatan suku kembang yangg garang sebagai upaya untuk mengendalikan inflasi yangg tinggi. Kebijakan ini diantaranya menyebabkan meningkatnya permintaan terhadap dollar dan melemahnya mata duit lain, termasuk rupiah.
Selain itu, ketidakpastian ekonomi dunia juga memainkan peran signifikan. Berbagai bentrok geopolitik yangg telah mengganggu pasar daya dan pangan dunia turut serta menyebabkan lonjakan nilai komoditas penting. Situasi ini menciptakan tekanan inflasi yangg lebih tinggi di beragam negara termasuk Indonesia, hingga kemudian berakibat pada melemahnya mata duit nasional. Tekanan eksternal ini diperparah oleh kondisi ekonomi domestik yangg belum sepenuhnya pulih dari akibat pandemi COVID-19. Kombinasi dari kebijakan moneter ketat di AS, ketidakpastian global, dan tantangan internal ekonomi domestik menciptakan lingkungan yangg susah bagi stabilitas rupiah.
Dampak pelemahan rupiah utamanya bakal signifikan dirasakan oleh para pelaku usaha. Salah satu dampaknya adalah meningkatnya biaya produksi lantaran nilai komoditas dasar yangg diimpor dari luar negeri bakal menjadi lebih mahal. Pelaku upaya yangg berjuntai pada bahan baku impor kudu menanggung biaya tambahan yangg tidak murah, hingga kemudian bisa mempengaruhi nilai jual produk dan pada akhirnya bisa menurunkan daya saing produk lokal di pasar internasional maupun domestik.
Selain itu, nilai tukar rupiah juga mempengaruhi sektor daya terutama dalam penetapan nilai Bahan Bakar Minyak (BBM). Badan upaya migas menjadikan kurs rupiah sebagai salah satu aspek utama dalam menentukan nilai BBM. Oleh lantaran itu, depresiasi rupiah yangg signifikan bisa memicu kenaikan nilai BBM di dalam negeri. Kenaikan nilai BBM ini bakal berakibat luas, mulai dari meningkatnya biaya transportasi hingga inflasi yangg bisa membebani masyarakat dan sektor upaya lainnya.
Baca Juga: Krisis Moneter 1998 dalam Tinjauan Suara ‘Aisyiyah (I): Lahirnya Orang Miskin Baru
Lebih jauh lagi, depresiasi rupiah bisa memperburuk defisit transaksi melangkah lantaran meningkatnya biaya impor dan berkurangnya nilai ekspor dalam denominasi rupiah. Hal ini juga dapat mempengaruhi persediaan devisa negara yangg digunakan untuk menstabilkan mata uang. Dengan persediaan devisa yangg tergerus, keahlian pemerintah untuk intervensi pasar kurs asing bakal berkurang dan memperparah volatilitas nilai tukar.
Untuk mengatasi pelemahan rupiah, pemerintah dan otoritas moneter perlu mengambil beragam langkah untuk menstabilkan nilai tukar. Salah satu langkah yangg dapat dilakukan adalah melakukan intervensi di pasar kurs asing untuk menyeimbangkan permintaan dan penawaran rupiah. Selain itu, peningkatan suku kembang referensi dapat menjadi perangkat krusial untuk mengurangi tekanan pada rupiah. Kebijakan makroprudensial lainnya, seperti pengawasan yangg lebih ketat terhadap perbankan dan sektor keuangan, juga diperlukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
Di samping langkah-langkah tersebut, pemerintah juga kudu konsentrasi pada penguatan esensial ekonomi. Mengendalikan inflasi menjadi prioritas utama untuk menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas harga. Memperbaiki defisit transaksi melangkah menjadi krusial untuk mencerminkan kesehatan ekonomi eksternal negara. Hal ini bisa dilakukan dengan meningkatkan keahlian ekspor dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Pelemahan nilai tukar rupiah tentu tak dapat dianggap sederhana, karena jika terus bersambung bakal memberi akibat yangg signifikan pada perekonomian secara nasional. Dalam sejarah, ancaman lemahnya rupiah dapat menimbulkan beragam krisis, bukan hanya berakibat pada aspek ekonomi tapi juga dapat merambat hingga krisis sosial politik yangg tentu kita tidak mau sejarah seperti krisis 1998 terulang kembali.
Untuk itu, kombinasi kebijakan perlu dilakukan dalam rangka memulihkan kondisi rupiah dan mengembalikan kepercayaan diri kurs nasional yangg tentu bakal mempunyai pengaruh yangg positif terhadap banyak hal. Kombinasi kebijakan strategis seperti intervensi di pasar kurs asing, peningkatan suku kembang acuan, dan penerapan kebijakan makroprudensial untuk menjaga stabilitas nilai tukar, serta beragam upaya lain dari pemerintah dan otoritas moneter dapat secara responsif dan terukur memberikan akibat positif terhadap penguatan rupiah.
Selain itu, memperkuat esensial ekonomi menjadi langkah yangg krusial. Mengendalikan inflasi, memperbaiki defisit transaksi berjalan, dan meningkatkan daya saing ekspor adalah langkah-langkah yangg kudu diutamakan. Dengan kombinasi kebijakan yangg komprehensif dan proaktif, kita berambisi pemerintah dapat menciptakan kondisi ekonomi yangg lebih stabil dan berkelanjutan, sehingga bisa menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil dan mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
*Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Ahmad Dahlan
English (US) ·
Indonesian (ID) ·