Jakarta, Suara ‘Aisyiyah – Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MHH) Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah bekerja sama dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan Pos Bantuan Hukum (Posbakum) ‘Aisyiyah Jakarta menyelenggarakan Sosialisasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kegiatan dengan tema “Memahami Paradigma Baru Hukum Pidana Nasional untuk Penguatan Pelayanan dan Bantuan Hukum Berkeadilan” ini dilaksanakan pada Rabu (15/10/25).
Kegiatan yangg berjalan secara daring ini bermaksud untuk memberikan pemahaman komprehensif kepada ketua MHH ‘Aisyiyah serta pengelola Posbakum ‘Aisyiyah di seluruh Indonesia mengenai substansi dan filosofi KUHP nasional, sekaligus memperkuat kapabilitas mereka dalam menghadapi perubahan paradigma norma pidana.
Ketua MHH PP ‘Aisyiyah, Henni Wijayanti dalam sambutannya menyampaikan bahwa keberlakuan KUHP nasional merupakan langkah monumental dalam sejarah norma Indonesia.
“Setelah satu abad lebih kita menggunakan KUHP warisan kolonial Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indië, sekarang bangsa Indonesia mempunyai norma pidana nasional yangg lahir dari jiwa bangsa sendiri, berakar pada nilai-nilai Pancasila, kemanusiaan, dan keadilan sosial,” ujar Henni.
Henni menjelaskan, paradigma baru KUHP tidak hanya menitikberatkan pada aspek penjeraan dan retributive justice, tetapi juga menumbuhkan semangat restorative justice yangg berorientasi pada pemulihan hubungan sosial, penghargaan terhadap korban, dan perbaikan perilaku pelaku.
“Nilai-nilai ini sejalan dengan prinsip Islam yangg menegakkan keadilan dan rahmah alias kasih sayang,” lanjutnya.
Ia menegaskan, MHH dan Posbakum ‘Aisyiyah di seluruh tingkatan mempunyai peran strategis dalam mensosialisasikan nilai-nilai KUHP baru, terutama lantaran ‘Aisyiyah mempunyai kepedulian terhadap perlindungan perempuan, anak, dan golongan rentan.
“Perubahan sistem norma pidana bukan hanya urusan negara, tapi juga panggilan moral bagi masyarakat sipil, termasuk ‘Aisyiyah, untuk memastikan norma betul-betul menjadi perangkat keadilan, bukan perangkat kekuasaan,” tegas Henni.
Baca Juga: Demokrasi dan Krisis Negarawan
Menurutnya, melalui sosialisasi ini, peserta diharapkan bisa memahami perbedaan mendasar antara KUHP lama dan baru, serta implikasinya terhadap jasa support norma yangg dijalankan ‘Aisyiyah.
Tujuan aktivitas ini juga mencakup peningkatan kapabilitas norma bagi pengurus dan paralegal, penguatan nilai keadilan sosial dan gender, serta sinergi antar Posbakum ‘Aisyiyah dalam mendukung penerapan norma yangg berkeadilan.
Sementara itu, Ketua PP ‘Aisyiyah, Masyitoh Chusnan, memberikan apresiasi kepada MHH atas penyelenggaraan aktivitas ini.
“Agenda sosialisasi ini sangat strategis dan mendesak. Jika penduduk Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah tidak memahami undang-undang baru ini, bisa terjadi salah tafsir dan multi tafsir, yangg bakal berakibat pada aktivitas pendampingan norma yangg kita lakukan,” ujarnya.
Masyitoh menambahkan, ketua ‘Aisyiyah mempunyai 7 karakter yangg salah duanya adalah karakter amaliah salehah dan bersikap inklusif. Dalam setiap kiprah dakwah dan pelayanan sosialnya karakter ini tentu kudu mewarnai Gerakan ‘Aisyiyah salah satunya dalam pendampingan keadilan bagi masyarakat.
“Kita dituntut untuk menjadi yangg terbaik amalnya, dalam rangka mengangkat harkat dan martabat wanita serta bangsa Indonesia, terutama dalam memperjuangkan keadilan, lantaran keadilan adalah tombak dan sasaran utama dakwah kita,” tandasnya.
Melalui aktivitas ini, ‘Aisyiyah berambisi dapat memperkuat perannya sebagai pelaku perubahan dalam membangun kesadaran norma masyarakat, serta memastikan bahwa penerapan KUHP nasional betul-betul berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Hadir sebagai narasumber dalam aktivitas ini adalah Riki Perdana Hakim Yustisial Mahkamah Agung RI, Septa Candra Akademisi FH UMJ, serta Heny Indrawati Penyuluh Madya BPHN RI. (Suri)-sa
English (US) ·
Indonesian (ID) ·