Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Sambil menyongsong Ramadan, umat Islam terbiasa ikut meramaikan bulan Sya’ban sembari meningkatkan intensitas ibadah. Tidak heran jika dalam momen ini muncul ajakan-ajakan untuk melakukan ibadah-ibadah tertentu yangg dianggap hanya dilakukan unik saat bulan Sya’ban saja. Menanggapi kejadian ini, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengusung tema Keistimewaan Bulan Sya’ban dan Nisfu Sya’ban pada Pengajian Tarjih Edisi 295.
Homaidi Hamid, Anggota Divisi Fatwa dan Pengembangan Tuntunan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah sekaligus narasumber pada forum kali ini menjelaskan banyak hal. Mula-mula, dia menjelaskan beberapa dalil yangg dianggap melegitimasi ibadah-ibadah unik tersebut. “Biasanya bulan Sya’ban ini, selain Hanafiyah, menjadi kesempatan terakhir bagi mereka yangg hendak mengqadha puasa, utamanya perempuan. Rasulullah pada bulan ini memang berpuasa sebagaimana di bulan-bulan lain,” jelas Homaidi.
Baca Juga: Peringatan Isra’ Mi’raj, Saat Tepat Refleksi Salat
Ia juga menjelaskan tentang mustajab-nya momen momen pada malam Nisfu Sya’ban. Menurut Homaidi, sebenarnya momen mustajab ini tidak hanya saat malam Nisfu Sya’ban saja. Ia menjelaskan, “Di tanggal berapapun, baik itu 13, 14, ataupun saat Nisfu Sya’ban itu sendiri, setiap malamnya, baik itu awal maupun akhir sepertiga, adalah waktu yangg mustajab untuk berdoa.”
Alih-alih konsentrasi tentang norma alias kebolehannya, Homaidi menyarankan agar umat Islam memperbanyak ibadah untuk memanfaatkan momen yangg mustajab itu. Menurutnya, sabda tentang Allah yangg turun ke langit bumi saat Nisfu Sya’ban adalah daif lantaran rangkaian sanadnya yangg bermasalah. “Menurut as-Sanadi, Ibnu Azraq tidak pernah berjumpa dengan Abu Musa al-Asy’ari. Jadi, sabda tentang Allah turun ke langit bumi pada Nisfu Sya’ban adalah daif. Adapun tentang keistimewaan bermohon pada sepertiga malam, tentu sabda tersebut sahih,” jelas Homaidi. (-lsz)
Selengkapnya ada di tayangan Tarjih Channel
English (US) ·
Indonesian (ID) ·