Perpindahan Hari dari Maghrib Itu Tidak Ada Dalil yang Tegas, Penggunaan Garis Bujur 180 Derajatlah yang Bisa Diterima oleh Masyarakat Dunia. - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Makassar – Sesi Ketiga pada Seminar Nasional Sosialisasi Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) yangg diselenggarakan di UNISMUH menampilkan 3 narasumber. Narasumber pertama adalah Dr. Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, M.A. Anggota Divisi Hisab dan IPTEK MTT PP. Arwin menuturkan bahwa perkembangan almanak di bumi bukanlah perihal yangg baru, misalnya almanak pra Islam ialah almanak era Sumeria (6000 tahun yangg lalu), saat itu dia bertindak unifikatif dan disepakati oleh masyarakat. Selanjutnya almanak Masehi, dia mengalami proses yangg berasal dari almanak Yunani Kuno, berubah menjadi almanak Yahudi, lampau almanak Romawi, kemudian almanak Julian dan hingg akhirnya menjadi almanak Gregorius (kalender Masehi). Namun kenyataannya perihal itu tidak terjadi perbedaan apalagi disepakati dengan mudah oleh seluruh umat Kristen dan diperlakukan secara global.

Kemudian Arwin menjelaskan bahwa almanak Islam sendiri pertama kali diformalisasi sistemnya secara waktu dalam Islam adalah pada masa Khalifah Umat bin Khattab. Saat itu almanak Islam dilatari kebutuhan sipil-administratif dan inilah yangg nantinya menjadi cikal bakal KHGT. Dari semua perihal yangg krusial dalam sistem KHGT menurut Arwin, ittihadul mathali’ (kesatulan tempat terbit matahari) lah yangg menjadi inti dan dasar utama KHGT. Tanpa adanya ittihadul mathali’, KHGT tidak mungkin bisa berjalan.

Ittihadul Mathali’ bukan sebuah temuan baru Muhammadiyah, gimana tidak rangkaian turas dari setiap 4 ajaran fikih mengemukakan perihal serupa. Sebut saja ajaran Hanafiyyah pada kitab Maraqy al-Falah Syarh Nur al-Idhah milik Hasan b. Ammar asy-Syarabnalaly menuliskan bahwa “penglihatan bulansabit di satu sisi adalah keputusan bagi seluruhnya”. Lalu ajaran Malikiyah yangg diwakili oleh Ibnu Qusyd di Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid bahwa “Seseorang ketika memandang bulansabit Ramadhan maka wajib bagi seluruh manusia untuk memulai puasa”. Mazhab Hanabilah diwakili Manshur bin Yunus bin Idris al-Bahuty di kitab Kassyaf al-Qina’ ‘an Matn al-Iqna’, j. 2 mengatakan bahwa “Apabila keterlihatan bulansabit telah definitif (tsabat) di suatu tempat, baik jauh alias dekat, maka semua manusia (umat Islam) wajib berpuasa, norma orang yangg tidak memandang bulansabit dianggap sudah memandang hilal, berasas sabda Nabi Saw “puasalah kalian lantaran memandang hilal”, sabda ini ditujukan kepada umat seluruhnya”. Mazhab Syafi’iyyah, sekalipun secara kebanyakan menolak ittihadul mathali’ namun kenyataannya adapula yangg mendukungnya, seperti pemimpin Nawawi dalam kitab Al-Majmu’nya, Al-Laits dalam kitab Majmu’ dan lain sebagainya. Seluruhnya mempunyai support yangg sama terhadap pemberlakuan ittihadul mathali’.

Sementara narasumber kedua, Rahmadi Wibowo Suwarno, Lc., M.A., M.Hum., Sekretaris Divisi Hisab dan Iptek MTT PP Muhammadiyah, menunjukkan dasar-dasar organisasi di Muhammadiyah yangg menunjukkan akomodasi KHGT ini. Pertama, hasil Muktamar Muhammadiyah ke-47 tahun 2015, yangg menyebut Muhammadiyah memandang perlu adanya upaya penyatuan almanak hijriah yangg bertindak secara internasional, sehingga dapat memberikan kepastian dan dapat dijadikan sebagai almanak transaksi. Kedua, hasil Muktamar Muhammadiyah ke-48 tahun 2022, yangg memutuskan naskah Risalah Islam Berkemajuan (RIB). Dalam RIB, bagian pengkhidmatan Islam berkemajuan, perkhidmatan global, peran dan tanggung jawab Muhammadiyah dalam Tingkat global: memperbaiki sistem waktu Islam secara internasional melalui upaya pemberlakukan almanak Islam dunia unifikatif.
Tidak kalah menarik, Rahmadi menyinggung mengenai penegasan bahwa KHGT ini secara legal umum mempunyai kekuatan yangg besar dan berfondasi kuat, sehingga hal-hal yangg sering dilontarkan masyarakat mengenai kerancuan KHGT mengapakah kudu memulai hari pada jam 00.00 WIB padahal selama ini umat Islam memulainya selepas maghrib dan menyandarkan statement tersebut pada ayat “wa lillahi masyriqu wal maghribu…”. Rahmadi menjelaskan bahwa ayat tersebut tidak mengindikasikan pergantian hari ada pada waktu maghrib, dengan kata lain Perpindahan hari dari maghrib itu tidak ada dalil yangg tegas! Apalagi jam maghrib itu selalu berubah, maka penggunaan garis bujur 180 derajatlah yangg bisa diterima oleh masyarakat dunia.

Narasumber ketiga, Dr. H. Oman Fathurrohman SW., M.Ag. selaku ketua Divisi Hisab dan IPTEK MTT PP menyampaikan secara rinci mengenai Uji Sahih Hisab KHGT dan Perbandingan KHGT dan Kalender Wujudul Hilal (KWH). Oman pada intinya menegaskan bahwa almanak wujudul bulansabit itu sifatnya lokal, hanya bertindak secara resmi di Indonesia (dan tidak dengan tempat yangg lain) sebagaimana dalam putusan di Padang beberapa tahun yangg lalu. Artinya, almanak wujudul bulansabit bakal ditinggalkan setelah KHGT dinyatakan sah melalui sistem yangg semestinya (Musyawarah Nasional Tarjih). Perlu dicatat, KHGT tidak membuang wujudul hilal, lantaran KWH adalah bagian dari tradisi keilmuan Islam yangg perlu didokumentasikan dan diapresiasi. Oleh karenanya Oman kemudian menyampaikan di titik mana perbedaan signifikat antara KHGT dan KWH.Abd

-->
Sumber Tarjih.or.id
Tarjih.or.id