Pandangan Muhammadiyah tentang Salat Hajat dan Salat Taubat - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Oleh: Atang Solihin*

Pembahasan tentang macam-macam salat sunnah sudah dijelaskan dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT) jilid I, ialah dalam bab Salat Sunnah Tathawwu’. Namun, dalam HPT jilid I belum dijelaskan tentang salat sunnah rencana dan salat sunnah taubat.

Salat sunnah rencana pertama kali dibahas oleh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid yangg dimuat di kitab Tanya Jawab Agama Jilid 5, sedangkan salat sunnah taubat dimuat di kitab Tanya Jawab Agama Jilid 9. Salat rencana dan taubat dibahas kembali pada Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih XXX di Makassar pada 2018, dan diputuskan bahwa keduanya disyariatkan/disunnahkan sehingga dapat diamalkan.

Salat Hajat

Salat rencana adalah salat yangg dilakukan andaikan kita mempunyai hajat/kepentingan, baik terhadap Allah maupun terhadap sesama manusia. Salat rencana dilakukan agar kepentingan alias keinginannya dikabulkan oleh Allah swt. Dalam kitab Tanya Jawab Agama Jilid 5 (hlm. 58), dalil yangg dijadikan rujukan dalam menetapkan pensyariatan salat rencana berasal dari Abu Darda dan Abu Aufa, sebagai berikut,

“Dari Yusuf bin Abdullah bin Salam (diriwayatkan) dia berkata: “Aku menyertai Abu Darda’ untuk belajar darinya, maka ketika ajalnya tiba, dia berkata: “Sebarkanlah kepada orangorang bakal kematianku,” maka saya pun menyebarkannya kepada orang-orang. Ketika saya kembali, rupanya rumahnya telah penuh dengan orang. Yusuf berkata: “Aku telah sebarkan kepada orangorang tentang kematianmu (sakaratul maut), dan rupanya rumah (mu) Telah penuh (dengan orang). Kemudian Abu Darda’ berkata: “Keluarkanlah aku,” maka kami mengeluarkannya. Kemudian dia berkata: “Dudukkanlah aku”. Maka kami pun mendudukkannya. Kemudian dia berkata: “Wahai manusia, sesungguhnya saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian dia berdiri dan melakukan salat dua rakaat dengan sempurna, maka Allah bakal memberikan apa yangg dia minta dengan segera alias diakhirkan”. (H.r. Ahmad)

“Dari Abdullah bin Abu Aufa (diri- Abdullah bin Abu Aufa (diri- Abdullah bin Abu Aufa (diriwayatkan) dia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa mempunyai rencana (keinginan) kepada Allah alias kepada seseorang dari anak Adam, maka hendaklah dia berwudhu dengan menyempurnakan wudhunya, lampau melakukan salat dua rakaat, memuji kepada Allah, membaca salawat kepada Nabi saw., kemudian membaca: “Laa Ilaaha illa Allahul haliimul kariim, subhaanallaahi Rabbil ‘arsyil ‘adziim, alhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin, as’aluka muujibaati rahmatika wa azaa›ima maghfiratika wal ghaniimata min kulli birrin was salaamata min kulli itsmin, laa tadaa’ li dzamban illaa ghafartahu walaa hamman illaa farrajtahu walaa haajatan hiya laka ridhan illa qadhaitaha yaa arhamarrahimin”. (H.r. at-Timidzi, dan an-Nasa`i)

Kedua sabda tersebut telah mendapat koreksi dalam Munas Tarjih XXX di Makassar. Dinyatakan bahwa sabda yangg berasal dari Abu Darda dan Abu Aufa adalah sabda dhaif. Meskipun demikian, putusan Munas tetap menguatkan hasil fatwa, ialah bahwa salat rencana disyariatkan/ disunnahkan, berasas sabda lain yangg berasal dari ‘Utsman bin Hanif sebagai berikut:

“Dari Utsman bin Hunaif (diriwayatkan) bahwa ada seorang laki-laki buta mata mendatangi Nabi saw. lampau berkata: Berdoalah kepada Allah agar Dia memberi kesehatan kepadaku. Beliau menjawab: Jika engkau mau, saya tangguhkan untukmu dan itu lebih baik bagimu, dan jika engkau mau, saya bakal berdoa. Dia berkata: Berdoalah kepadaNya. Dia (perawi) berkata: Maka beliau menyuruhnya untuk berwudhu, memperbagus wudhunya, salat dua rakaat, dan bermohon dengan angan ini (yang artinya): Ya Allah sungguh saya memohon kepada-Mu, dan menghadap kepada-Mu dengan Nabi-Mu Muhammad Nabi rahmat. Hai Muhammad, sungguh saya menghadap denganmu kepada Tuhanku di dalam masalah hajatku ini agar ditunaikan. Ya Allah berilah syafaat kepadanya untukku.” (H.r. Ahmad, atTimidzi, dan Ibnu Majah)

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal dalam Musnad asSyammiyin nomor 10664, At-Tirmidzi dalam Sunan at-Tirmidzi di kitab adDa’awat nomor 479, 2/344, dan Ibnu Majah dalam Sunan Ibnu Majah di kitab as-Shalah nomor 1384, 2/394. Hadis riwayat Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah tersebut dinilai hasan sahih oleh Tirmidzi, dan dinilai sahih oleh al-Hakim, al-Albani, Syu’aib al-Arnauth, dan al-A’dzamiy.

Baca Juga: Pandangan Muhammadiyah tentang Pakaian Syari

Adapun tata langkah dan waktu penyelenggaraan salat rencana adalah sebagai berikut: salat rencana dikerjakan dua rakaat, alias empat rakaat, alias dua belas rakaat, seperti salat pada umumnya. Salat rencana dapat dilakukan pada waktu siang alias malam, alias pada waktu lainnya ketika mempunyai rencana duniawi maupun ukhrawi.

Salat Taubat

Salat taubat adalah salat yangg dilakukan setelah seseorang melakukan dosa alias maksiat sebagai upaya untuk memohon maaf dan taubat (kembali) kepada Allah. Salat ini juga disebut salat istighfar. Fatwa pertama tentang salat taubat dimuat dalam kitab Tanya Jawab Agama Jilid 9 (hlm. 113). Fatwa tersebut menyebut bahwa HPT Jilid I tidak mencantumkan salat taubat dan salat tasbih dalam deretan salat-salat sunnah, lantaran hadis-hadis tentang salat taubat berasal dari sabda Ali bin Abi Thalib karramallaahu wajhah, yangg di dalam sanadnya ada orang yangg namanya Asma bin Al-Hakam.

Nama Asma bin Al-Hakam diperselisihkan kesahihannya di kalangan para mahir hadis. Karena ada perbedaan pendapat ustadz mahir sabda tentang Asma bin alHakam dan tidak ada riwayat dari jalan lainnya sebagai penguat, maka sesuai dengan norma umum yangg dipegang mahir hadis, ialah “jarah didahulukan daripada ta‘dil”, artinya “cacat didahulukan daripada pujian”, atas dasar itulah Majelis Tarjih pada waktu itu tidak memasukkan salat taubat ke dalam deretan salat-salat sunat dalam HPT.

Setelah dilakukan pembahasan ulang pada Munas Tarjih XXX di Makassar, Majelis Tarjih dan Tajdid memutuskan bahwa salat taubat disyariatkan/disunnahkan berasas sabda dari Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai berikut,

“Dari Abu Bakar r.a. (diriwayatkan) bahwa dia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada seorang hamba yangg melakukan dosa, lampau bersuci dengan baik, kemudian berdiri salat dua rakaat, kemudian memohon maaf kepada Allah, melainkan Allah pasti bakal mengampuninya”. Kemudian beliau membaca ayat berikut (yang artinya): Dan orang-orang yangg andaikan mereka melakukan perbuatan yangg biadab alias mereka menzhalimi diri mereka sendiri mereka ingat Allah, hingga akhir ayat.” (H.r. Ahmad, Abu Dawud, at-Timidzi, dan Ibnu Majah)

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari Abu Bakar ass-Shiddiq dengan beragam redaksi. Abu Dawud meriwayatkannya di dalam Sunan Abi Dawud di kitab al-Witr bab fil Istighfar nomor 1523, 1/561. AtTirmidzi meriwayatkannya di dalam Sunan at-Tirmidzi di kitab ash-Shalah, bab fish-Shalah ‘Inda Taubah nomor 406, 2/257. Ibnu Majah meriwayatkannya di dalam Sunan Ibnu Majah di kitab Iqamatu-ash Shalah was-Sunnah bab Ma Ja’a Anna ash-Shalah Kaffarah nomor 1395, 2/403.

Sedangkan Ahmad bin Hambal meriwayatkannya di dalam Musnad Ahmad bin Hambal, Musnad Abu Bakar ash-Shiddiq ra. nomor 56, 1/10. Hadis riwayat Ahmad bin Hambal, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah yangg berasal dari Abu Bakar ashShiddiq tersebut dinilai hasan oleh alAlbani dan Tirmidzi, dan dinilai sahih oleh Syu’aib al-Arnauth. Salat taubat dikerjakan dua rakaat sebagaimana salat pada umumnya. Salat taubat dapat dilakukan pada waktu siang alias malam, alias pada waktu lainnya, terutama setelah melakukan perbuatan dosa alias maksiat. [4/24]

*Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah

-->
Sumber suaraaisyiyah.id
suaraaisyiyah.id