Sleman, Suara ‘Aisyiyah – Konsolidasi Nasional Muhammadiyah pada Sabtu-Ahad (27-28/7) lampau telah memutuskan bahwa Muhammadiyah menerima Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan sejumlah pertimbangan.
Meskipun memahami pentingnya pengelolaan sumber daya alam yangg bertanggung jawab, PWM Kalsel menyatakan bahwa keputusan menerima IUP bukanlah langkah yangg strategis dan menguntungkan bagi organisasi maupun masyarakat.
Pernyataan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan Selatan (PWM Kalsel) tersebut berasas arsip yangg beredar tentang tanggapan PWM Kalsel terhadap terbitnya PP No. 25 Tahun 2024.
Sebelumnya melalui Peraturan Pemerintah tersebut, pemerintah melayangkan tawaran kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, termasuk Muhammadiyah, berupa pemberian IUP.
Namun sebelum memutuskan, Muhammadiyah melakukan pengkajian selama dua bulan dengan menerima masukan dari para mahir bagian pertambangan, hukum, lingkungan hidup, perguruan tinggi, dan sebagainya. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, pada konvensi pers, Ahad (28/7).
Tanggapan PWM Kalsel merujuk pada banyaknya bentrok agrarian di Kalimantan Selatan (Kalsel) antara korporat dan masyarakat, terutama masyarakat budaya yangg telah menyebabkan banyak korban jiwa.
Apalagi laju deforestasi akibat pembukaan lahan tambang telah banyak mengurangi luas rimba di Kalimantan juga semakin parah.
PWM Kalsel juga menyebut hasil riset Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) yangg mengatakan bahwa 80 persen dari wilayah tambang di Indonesia berisiko terhadap ketahanan pangan dan kemiskinan.
Baca Juga: Konsolidasi Nasional Muhammadiyah Hasilkan 9 Poin Penting
Di Kalimantan Selatan, kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Tabalong, padahal 15 persen wilayahnya adalah tambang batu bara.
PWM Kalsel mengingatkan pula tentang potensi krisis kemanusiaan yangg bisa muncul akibat pengelolaan tambang, termasuk migrasi tenaga kerja, climate migration, degradasi lingkungan yangg parah, kesenjangan sosial yangg tinggi, serta kerentanan penghidupan berkelanjutan.
Mereka mengkhawatirkan bahwa peraturan yangg melegalkan ormas keagamaan untuk mengelola upaya pertambangan berpotensi merusak ormas itu sendiri.
Mengingat tema Milad ke-111 Muhammadiyah ialah “Ikhtiar Menyelamatkan Semesta”, PWM Kalsel mengharapkan PP Muhammadiyah mengusulkan gugatan judicial review atas PP No. 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Peraturan ini dinilai menjadikan ormas keagamaan sebagai bumper untuk melanggengkan proyek pertambangan, yangg bisa merusak integritas dan misi ormas itu sendiri.
Menggunakan perumpamaan penelitian katak yangg dipanaskan secara perlahan, mereka menggambarkan ancaman tersembunyi dalam pengelolaan tambang oleh Muhammadiyah.
PWM tidak menginginkan Muhammadiyah menjadi seperti katak yangg kehilangan keahlian untuk melompat dari air yangg mendidih, jika terus terlibat dalam pengelolaan tambang.
Selanjutnya PWM Kalsel menegaskan perlunya kajian dan pertimbangan yangg lebih komprehensif dalam setiap kebijakan yangg diambil, demi kesejahteraan masyarakat dan kelestarian alam. (Ahimsa)
English (US) ·
Indonesian (ID) ·