Menembus Batas Keterbatasan dengan Bahasa Isyarat dan Kecerdasan Buatan: Peran Muhammadiyah-Aisyiyah dalam Mempelajari Al-Qur’an bagi Penyandang DIsabilitas Rungu Wicara - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 8 bulan yang lalu

Oleh: Aris Rakhmadi, Anton Yudhana, Sunardi

Pernahkah kita berpikir gimana rasanya jika kita tidak bisa mendengar alias berbicara, lampau mau berinteraksi dengan Al-Qur’an? Bagi teman-teman tuna rungu wicara, tantangan ini terasa begitu besar. Selama ini, sebagian besar dari kita membaca Al-Qur’an dengan bunyi dan pengajaran verbal, namun bagi mereka yangg mempunyai keterbatasan pendengaran, langkah itu tidak bisa diakses begitu saja. Mereka pun kudu berjuang keras untuk bisa memahami makna dari setiap ayat yangg ada.

Namun, ada angan yangg semakin nyata. Di tengah tantangan itu, bahasa isyarat mulai menemukan peran krusial dalam membuka akses bagi tuna rungu untuk lebih dekat dengan Al-Qur’an. Melalui aktivitas dan isyarat, Al-Qur’an sekarang bisa disampaikan dengan langkah yangg dapat dipahami, memberi mereka kesempatan untuk mendalami kepercayaan dengan langkah yangg inklusif dan penuh makna. Dengan langkah ini, setiap Muslim—tanpa terkecuali—dapat merasakan kedekatannya dengan Allah, seiring dengan pemahaman yangg lebih mendalam tentang ayat-ayat-Nya.

Dalam Surat Ali Imran, Al-Qur’an menggambarkan momen luar biasa dalam hidup Nabi Zakaria A.S., ketika beliau diuji dengan kehilangan keahlian berbincang namun tetap menemukan langkah untuk berkomunikasi.

قَالَ رَبِّ اجْعَلْ لِّيْٓ اٰيَةً ۗ قَالَ اٰيَتُكَ اَلَّا تُكَلِّمَ النَّاسَ ثَلٰثَةَ اَيَّامٍ اِلَّا رَمْزًا ۗ وَاذْكُرْ رَّبَّكَ كَثِيْرًا وَّسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالْاِبْكَارِ ࣖ

Dia (Zakaria) berkata, “Wahai Tuhanku, berilah saya suatu tanda (kehamilan istriku).” Allah berfirman, “Tandanya bagimu adalah engkau tidak (dapat) berbincang dengan manusia selama tiga hari, selain dengan isyarat. Sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah pada waktu petang dan pagi hari.” (QS Ali Imran 41)

Pada suatu ketika, Nabi Zakaria, yangg sangat menginginkan keturunan meskipun usia beliau sudah lanjut, bermohon kepada Allah dengan penuh harap. Sebagai tanda kebesaran Allah, Allah mengabulkan angan beliau dan memberinya berita ceria bahwa istrinya bakal mengandung. Namun, sebagai corak ujian, Allah menjadikan Nabi Zakaria tidak bisa berbincang selama tiga hari, sebagai akibat dari keajaiban yangg terjadi.

Dalam keadaan tersebut, Nabi Zakaria tidak bisa berkata-kata, namun beliau diperintahkan untuk hanya menggerakkan tangannya sebagai corak komunikasi. Meski tidak bisa berbicara, Nabi Zakaria tetap bisa menyampaikan pesan dan bermohon dengan tangan, yangg seakan menjadi corak bahasa isyarat yangg diterimanya dari Allah. Tiga hari tersebut menjadi momen penuh makna, bahwa meskipun dalam keterbatasan, umat Muslim selalu dapat menemukan langkah untuk berkomunikasi dengan Allah dan sesama, tanpa mengurangi kewenangan untuk beribadah.

Baca Juga: UMPP Luncurkan Fitur Baru di Sistem E-Learning

Kisah ini kemudian diceritakan ulang dalam Al-Qur’an surat Maryam ayat 10-11.

قَالَ رَبِّ اجْعَلْ لِّيْٓ اٰيَةً قَالَ اٰيَتُكَ اَلَّا تُكَلِّمَ النَّاسَ ثَلٰثَ لَيَالٍ سَوِيًّا فَخَرَجَ عَلٰى قَوْمِه مِنَ الْمِحْرَابِ فَاَوْحٰٓى اِلَيْهِمْ اَنْ سَبِّحُوْا بُكْرَةً وَّعَشِيًّا

Dia (Zakaria) berkata, “Wahai Tuhanku, berilah saya suatu tanda.” (Allah) berfirman, “Tandanya bagimu adalah bahwa engkau tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama (tiga hari) tiga malam, padahal engkau sehat.” Lalu, (Zakaria) keluar dari mihrab menuju kaumnya lampau dia memberi isyarat kepada mereka agar bertasbihlah Anda pada waktu pagi dan petang. (QS Maryam 10-11)

Kebutuhan Akses bagi Penyandang Disabilitas Rungu Wicara

Bagi penyandang tuna rungu, berinteraksi dengan Al-Qur’an menjadi sebuah tantangan besar. Selama ini, akses utama untuk memahami teks suci ini adalah melalui referensi dan pengajaran verbal. Namun, bagi mereka yangg tidak dapat mendengar alias berbicara, langkah tersebut tidak dapat dijangkau secara langsung. Keterbatasan dalam mendengar dan berbincang membikin mereka kesulitan untuk memahami makna yangg terkandung dalam Al-Qur’an secara penuh. Padahal, Al-Qur’an adalah petunjuk hidup yangg semestinya bisa diterima oleh setiap Muslim tanpa terkecuali. Oleh lantaran itu, sangat krusial bagi penyandang tuna rungu untuk mempunyai akses yangg setara dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an, baik dalam perihal pemahaman bacaan, tafsir, maupun aliran kepercayaan secara keseluruhan.

Bahasa isyarat menawarkan solusi yangg sangat krusial bagi tuna rungu untuk bisa memahami Al-Qur’an. Sebagai bahasa yangg dipahami oleh sebagian besar penyandang tuna rungu, bahasa isyarat bisa menjadi jembatan yangg efektif untuk menyampaikan makna teks suci. Dalam konteks ini, bahasa isyarat tidak hanya digunakan untuk menerjemahkan kata-kata alias ayat-ayat Al-Qur’an, tetapi juga untuk menyampaikan makna yangg terkandung dalam aliran Islam secara keseluruhan. Dengan menggunakan aktivitas tangan dan isyarat yangg sistematis, penyandang tuna rungu dapat mengikuti pembacaan dan mendapatkan pemahaman yangg lebih dalam tentang isi Al-Qur’an. Ini adalah corak inklusivitas yangg memungkinkan setiap Muslim, terlepas dari keterbatasannya, untuk beragama dan memahami kepercayaan dengan langkah yangg setara.

Bahasa isyarat adalah suatu penemuan yangg diperkenalkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia sebagai pedoman untuk memudahkan tuna rungu wicara dalam membaca dan memahami Al-Qur’an. Pedoman membaca mushaf Al-Qur’an dikategorikan menjadi dua; metode kitabah dan metode tilawah. Metode kitabah yangg ditunjukkan pada gambar 1 merupakan isyarat yangg mendasarkan pada tulisan, ialah isyarat setiap huruf, harakat dan tanda baca yangg tertulis dalam Mushaf.

Jeda waktu antar kata diperlukan agar huruf yangg diisyaratkan tidak tersambung. Adapun metode tilawah mengeja huruf per huruf mengikuti norma tilawah melalui isyarat aktivitas jari dan tangan. Pola jari dan tangan mengisyaratkan huruf yangg menyusun kalimat dalam membaca Al-Qur’an. Penyandang disabilitas menggerakkan jari-jemarinya untuk menggantikan setiap huruf yangg diucapkan.

Di beragam tempat, sudah ada beberapa inisiatif yangg mencoba menjawab kebutuhan tuna rungu dalam mengakses Al-Qur’an. Salah satu penemuan yangg cukup menonjol adalah translator surah-surah pendek ke dalam bahasa isyarat. Surah-surah seperti Al-Fatihah, Al-Ikhlas, dan surah-surah pendek lainnya telah diterjemahkan dalam corak bahasa isyarat yangg dapat dipahami oleh penyandang disabiltias rungu wicara.

Perkembangan teknologi juga semakin mendukung upaya ini. Aplikasi berbasis video sekarang menyediakan terjemahan bahasa isyarat untuk setiap ayat Al-Qur’an, memungkinkan pengguna untuk belajar secara interaktif dan mudah dipahami. Beberapa platform digital apalagi menawarkan kursus unik untuk tuna rungu, menggabungkan video dan animasi untuk menjelaskan konteks ayat-ayat Al-Qur’an.

Teknologi info juga memainkan peran krusial dalam pengembangan metode baru untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada tuna rungu. Salah satu penerapan teknologi terbaru adalah penggunaan Convolutional Neural Networks (CNN) dalam pengenalan pola bahasa isyarat. Metode ini memanfaatkan kepintaran buatan untuk mengenali aktivitas tangan dan menerjemahkannya menjadi teks alias suara, memungkinkan tuna rungu untuk berinteraksi lebih mudah dengan referensi Al-Qur’an. Dengan adanya teknologi ini, pembelajaran Al-Qur’an dapat berjalan dengan lebih efisien dan terstruktur, sehingga aksesibilitas bagi tuna rungu menjadi semakin terbuka dan mudah dijangkau.

Peran Muhammadiyah-Aisyiyah

Muhammadiyah dan Aisyiyah, sebagai organisasi yangg mempunyai komitmen kuat terhadap pendidikan inklusif, mempunyai potensi besar untuk memperluas akses pendidikan kepercayaan bagi tuna rungu. Salah satu langkah yangg dapat diambil adalah dengan melibatkan pembimbing kepercayaan di sekolah-sekolah Muhammadiyah dalam mengenalkan dan mengikutkan training bahasa isyarat. Pelatihan ini bakal memungkinkan mereka untuk mengajarkan Al-Qur’an dengan pendekatan yangg lebih inklusif.

Selain itu, Muhammadiyah-Aisyiyah juga dapat memperkuat perannya dengan mendukung pengembangan materi ajar berbasis teknologi. Aplikasi alias video pembelajaran bahasa isyarat Al-Qur’an bakal sangat membantu dalam memberikan pemahaman yangg lebih mendalam, khususnya bagi mereka yangg tidak mempunyai akses langsung ke training alias pengajaran tatap muka. Dengan memanfaatkan teknologi yangg semakin berkembang, Muhammadiyah-Aisyiyah dapat menjadi pelopor dalam menciptakan pendidikan kepercayaan yangg lebih inklusif dan dapat diakses oleh semua kalangan, tanpa terkecuali.

Harapan untuk Masa Depan

Aksesibilitas dalam berakidah adalah kewenangan setiap individu, tanpa terkecuali. Setiap Muslim, baik dengan kondisi bentuk apa pun, berkuasa untuk dapat membaca, memahami, dan mengamalkan Al-Qur’an. Bahasa isyarat, sebagai bahasa yangg dipahami oleh tuna rungu, dapat menjadi kunci untuk membuka pintu-pintu akses tersebut. Seperti yangg tertera dalam QS. Al-Baqarah: 286.

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا

Allah tidak membebani seseorang, selain menurut kesanggupannya. (QS Al Baqarah 286)

Ini mengingatkan kita bahwa Allah memberikan kemudahan dan akses kepada setiap hamba-Nya, tanpa membeda-bedakan, sehingga kita sebagai umat Islam pun kudu memastikan bahwa semua mempunyai kesempatan yangg setara dalam beragama dan memahami agama.

Mari kita bersama-sama menjadi bagian dari aktivitas inklusif ini. Setiap langkah mini dalam mendukung akses pendidikan kepercayaan untuk penyandang disabilitas rungu wicara, seperti mempelajari bahasa isyarat alias mendukung penggunaan teknologi yangg memudahkan mereka, adalah kontribusi besar bagi kesetaraan dalam beragama. Ayo, berikan support kita kepada saudara-saudara kita yangg membutuhkan, agar mereka pun dapat merasakan kedekatannya dengan Allah melalui Al-Qur’an dengan langkah yangg mereka pahami. Dengan berdampingan tangan, kita bisa mewujudkan masyarakat yangg lebih inklusif dan penuh kasih.

Penulis:

Aris Rakhmadi, Dosen Teknik Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta, mahasiswa Program Doktor Informatika Universitas Ahmad Dahlan

Anton Yudhana, Guru Besar Program Doktor Informatika Universitas Ahmad Dahlan

Sunardi, Wakil Rektor 2 dan Guru Besar Program Doktor Informatika Universitas Ahmad Dahlan

-->
Sumber suaraaisyiyah.id
suaraaisyiyah.id