Masyarakat Sipil Apresiasi Pengesahan PP 28 Tahun 2024 sebagai Upaya Penguatan Perlindungan Anak dan Pengendalian Konsumsi Tembakau - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

 Kompas

Sc: Kompas

Jakarta, Suara ‘Aisyiyah – Pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, khususnya mengenai pengendalian unsur adiktif, mendapat sambutan positif dari beragam pihak. PP ini dinilai sebagai langkah krusial dalam melindungi kewenangan kesehatan anak dan mengendalikan konsumsi tembakau di Indonesia.

Indonesia, sebagai salah satu pasar rokok terbesar di dunia, menghadapi tantangan serius dalam mengatasi darurat pecandu rokok, terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan prevalensi perokok usia 10-18 tahun mencapai 7,4%, meskipun sesuai dengan sasaran RPJMN 2020-2024, tetap jauh dari ideal RPJMN 2015-2019 yangg menargetkan 5,4%.

Tingginya konsumsi rokok menjadi salah satu halangan utama dalam pembangunan kesehatan, dengan akibat yangg meliputi meningkatnya penyakit tidak menular, prevalensi stunting yangg tinggi, gangguan gizi, dan beban pembiayaan BPJS.

Pengesahan PP 28 Tahun 2024 menandai era baru dalam upaya pengendalian tembakau. Beberapa pasal dalam PP ini mencerminkan penguatan patokan yangg diharapkan dapat mengurangi akibat epidemi rokok dan darurat pecandu tembakau.

Emma Rachmawati, Wakil Ketua 4 Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PP Muhammadiyah, mengapresiasi ketegasan Pemerintah dalam upaya pencegahan akibat kesehatan jangka panjang, khususnya dalam pengendalian produk tembakau.

“Muhammadiyah, yangg telah konsisten mengawal fatwa haram mengenai rokok, berambisi PP ini bakal menjadi pegangan untuk penyelenggaraan program-program kesehatan lebih terkoordinasi, bersinergi, dan berkepanjangan bagi seluruh lapisan pemerintah di pusat maupun daerah,” ujar Emma dalam jumpa media di Jakarta, Jumat (2/8).

Ketua LPAI, Seto Mulyadi juga menyatakan harapannya agar PP ini dapat melindungi kewenangan kesehatan anak secara signifikan, dengan menerapkan prinsip-prinsip nasional dan internasional serta menciptakan generasi bebas dari akibat rokok.

“Kami menekankan pentingnya penerapan patokan secara ketat dan berkepanjangan untuk mencegah akibat jelek konsumsi dan paparan produk tembakau terhadap kesehatan masyarakat,” kata Kak Seto, sapaan akrabnya.

Ifdhal Kasim, Koordinator Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau, menegaskan bahwa negara mempunyai tanggung jawab besar untuk memastikan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan kewenangan kesehatan publik dari paparan produk tembakau.

Ia menekankan pentingnya penyelenggaraan patokan pengendalian tembakau dalam PP No. 28/2024 secara ketat dan terus menerus untuk mencegah kesakitan dan kematian akibat konsumsi dan paparan produk tembakau.

“Negara dapat dituduh kandas dalam melindungi, memenuhi, dan menghormati HAM penduduk negaranya jika tidak melakukan upaya serius mencegah apalagi melarang produksi, konsumsi, dan pengedaran produk tembakau termasuk iklan, promosi, dan sponsor rokok,” ujar Ifdhal.

Mukhaer Pakkana dari Center of Human Economic Development Institute Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan menyoroti peran krusial PP No. 28 Tahun 2024 dalam mengatasi masalah predator anak.

Baca Juga: Keluarga Sebagai Pilar Pelindung Anak dari Paparan Zat Adiktif Rokok

“PP 28/2024 adalah langkah krusial dalam mengatasi masalah predator anak, dengan konsentrasi unik pada ancaman unsur adiktif seperti rokok yangg memberikan akibat negatif jangka panjang terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan,” ungkapnya.

Mukhaer juga mengungkapkan kekhawatiran mengenai nilai rokok yangg sangat terjangkau di Indonesia, yangg mempengaruhi aksesibilitas bagi anak-anak dan remaja.

Lili Sulistyowati dari Adinkes menambahkan bahwa PP No. 28 Tahun 2024 merupakan kebijakan progresif untuk mendorong penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Indonesia.

Ia menekankan pentingnya semangat dalam mengimplementasikan KTR untuk memastikan semua orang menghirup udara bersih dan mencegah penyakit dan kematian akibat merokok.

“Untuk kelancaran penerapan KTR, Kementerian Dalam Negeri telah memasukkan nomenklatur KTR pada SKPD Dinkes. Anggaran dapat digunakan oleh Dinkes untuk edukasi ancaman rokok, biaya jasa UBM, rapat-rapat KTR, training UBM/KTR, dan lain-lain,” ujar Lili.

Namun, Lili juga mengingatkan bahwa pemerintah tetap mempunyai pekerjaan rumah besar untuk mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

“Jaringan pengendalian tembakau mendorong agar Indonesia segera mengaksesi FCTC untuk melindungi generasi sekarang dan mendatang dari akibat konsumsi produk rokok dan tembakau,” tegasnya.

Penolakan Terhadap Kegiatan Terkait Tembakau

Jaringan masyarakat sipil untuk pengendalian tembakau juga menentang kegiatan-kegiatan yangg dianggap dapat mereduksi upaya perlindungan kewenangan kesehatan masyarakat, khususnya anak dan remaja.

Kak Seto dengan tegas menolak aktivitas seperti World Tobacco Asia dan World Vape Show di Surabaya pada 9-10 Oktober 2024.

“Kegiatan-kegiatan tersebut dinilai dapat mereduksi upaya perlindungan kewenangan kesehatan anak, sejalan dengan upaya Surabaya untuk menjadi Kota Layak Anak paripurna tahun 2024,” tegasnya.

Emma juga menegaskan bahwa Muhammadiyah dan seluruh warganya mendukung perlindungan anak-anak dan remaja dari eksposur lingkungan negatif yangg berasal dari industri makanan, minuman, dan rokok.

“Kami mendukung perlindungan anak-anak dan remaja agar tidak terpengaruh oleh eksposur lingkungan yangg negatif sejak dini,” ungkap Emma.

Mukhaer Pakkana mengingatkan bahwa pameran seperti World Tobacco Asia dapat mendukung ketergantungan ekonomi pada industri tembakau, yangg kontraproduktif dengan semangat PP 28/2024.

“Pameran seperti ini dapat menghalang upaya negara alias wilayah dalam mengurangi konsumsi tembakau untuk meningkatkan kesehatan masyarakat,” pungkasnya.

-->
Sumber suaraaisyiyah.id
suaraaisyiyah.id