Literatur KHGT (6) : Review Buku “Penyatuan Kalender Islam : Dari Solidaritas Individual-Sektarian Menuju Solidaritas Kebangsaan-Keumatan” Karya Susiknan Azhari - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 minggu yang lalu

Literatur KHGT (6) : Review Buku “Penyatuan Kalender Islam : Dari Solidaritas Individual-Sektarian Menuju Solidaritas Kebangsaan-Keumatan” Karya Susiknan Azhari

Oleh: Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar – Dosen FAI UMSU dan Kepala OIF UMSU

Judul komplit kitab ini adalah “Penyatuan Kalender Islam (Dari Solidaritas Individual-Sektarian Menuju Solidaritas Kebangsaan-Keumatan) karya Prof. Dr. H. Susiknan Azhari, MA (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). Seperti tampak dari judulnya, kitab ini membahas jenis dinamika penyatuan almanak Islam di tanah air yangg meliputi pembahasan seputar hisab rukyat dan almanak Islam. Seperti dituturkan penulisnya, kitab ini berupaya mengisi dan mengambil bagian mini dari proses penyatuan almanak Islam yangg telah dan sedang melangkah saat ini, khususnya di Indonesia. Bila disimak, uraian-uraian dalam kitab ini merupakan respons dan sekaligus ekspresi kegelisahan penulisnya terhadap momen dan peristiwa mengenai almanak Islam di tanah air dan apalagi bumi internasional yangg tak kunjung menemukan solusi dan opsi terbaik.

“Penyatuan Kalender Islam : Dari Solidaritas Individual-Sektarian Menuju Solidaritas Kebangsaan-Keumatan” karya Susiknan Azhari (Yogyakarta: Museum Astronomi Islam- Absolute Media, cet. I, 1441 H/2020 M

Selain itu, uraian dalam kitab ini juga berkarakter naratif-informatif namun didukung dengan data-data autentik sehingga seluruhnya dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, kitab ini juga ditulis dengan style bahasa yangg ringan dan mengalir sehingga semua kalangan bakal mudah memahaminya. Keseluruhan uraian dalam kitab ini berisi 37 rumor dan alias kejadian yangg mana antara satu dengan lainnya saling terhubung dan terkait. Secara umum, uraian-uraian dalam kitab ini meliputi pembahasan tentang hilal, hisab, rukyat, dan almanak Islam.
Dalam konteks hari ini, kitab ini merupakan sumbangan krusial dalam kajian tentang almanak Islam, karena di dalamnya terdapat data-data dan informasi-informasi berharga. Selain itu, kehadiran kitab ini juga seumpama kitab harian dan alias catatan tentang rumor almanak Islam agar tidak hilang, dimana suatu saat manakala diperlukan bakal mudah dibaca dan didapatkan.

Beberapa pembahasan menarik dalam kitab ini antara lain pembahasan berjudul “Sidang Isbat di Tegah Wabah” (hlm. 34-37), dalam pembahasan ini penulis kitab menyatakan bahwa seyogianya sidang isbat guna menentukan masuknya awal Ramadan di tengah pandemi yangg sedang melanda saat ini tidak perlu dilakukan. Menteri Agama cukup mengumumkan saja tanpa perlu melakukan seremoni dan mengumpulkan banyak orang. Hal ini tidak lain dilatari kondisi pandemi yangg sedang melanda. Atas pendapat dan pernyataannya ini, penulis kitab banyak mendapat kritik terutama dari kalangan yangg tetap memegang teguh rukyat dan segenap prosesi dan prosedurnya. Pembahasan menarik lainnya adalah mengenai anggitan almanak Islam ialah pembahasan berjudul “Kalender Uhadi dan Kalender Tawlifi Sebuah Pilihan Menuju Penyatuan”. Dimana selain almanak Uhadi, penulis kitab menyebut dan mengusulkan sebuah tawaran konsepsional almanak Islam yangg berjulukan “Kalender Tawlifi”, ialah sebuah sistem almanak yangg dibangun berasas sistem almanak Muhammadiyah dan berasas info hasil rukyat yangg dimiliki oleh Nahdlatul Ulama (hlm. 140-154).

Selain itu, penulis kitab juga menekankan pentingnya “otoritas kolektif”, bukan otoritas tunggal dalam perumusan dan perwujudan sebuah kalender.

Lebih lanjut penulis kitab menyatakan bahwa persoalan almanak Islam sejatinya berada pada ranah fikih dan ijtihad, yangg berasas pada daya telaah teks (dalil) terkait. Selain itu, penulis kitab juga menekankan pentingnya alam yangg luas, pengetahuan mendalam, dan langkah pandang yangg terbuka dan sikap siap menerima perubahan. Hal ini tidak lain guna memudahkan proses integrasi alias sintesa dalam perumusan almanak Islam pemersatu (hlm. 144).

Selanjutnya di laman 155-162 tertera pembahasan dengan titel “Perjalanan Upaya Penyatuan Kalender Islam”. Disini ditampilkan beragam peristiwa seminar (muktamar) dunia, seluruhnya ada 29 peristiwa dari sejak tahun 1393 H/1973 M hingga tahun 1441 H/2019 M, ialah diawali “Muktamar Pennyatuan Awal Bulan Kamariah” di Kuwait hingga “Muzakarah Falak Peringkat Kebangsaan” di Kuala Lumpur. Betapapun dapat dipastikan bahwa beragam seminar (muktamar) ini belum mewakili seluruh peristiwa muktamar di dunia, namun info dan info ini sangat membantu dan memberi info krusial bagi para pengkaji astronomi dan khususnya pengkaji diskursus almanak Islam di era modern.

Selanjutnya pada laman 163-188 terdapat satu pembahasan menarik bertitel “Pandangan Para Tokoh Seputar Penyatuan Kalender Islam”, ialah berupa tanggapan dan komentar para tokoh mengenai penyatuan almanak Islam. Secara umum, di bagian ini dikemukakanngan
pandangan 25 tokoh dari beragam kalangan, seperti Amin Abdullah, Ayumardi Azra, M. Din Syamsuddin, Baharuddin bin Zainal, Moedji Raharto, Lukman Hakim Saefuddin, Firdaus Yahya, dan lain-lain. Prof. Dr. H. Abdul Djamil, MA (Guru Besar UIN Walisongo Semarang
dan mantan Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI) misalnya menyatakan sebagai berikut,

“Jika suatu saat terjadi kesatuan penetapan awal Ramadan dan hari raya seperti beberapa tahun terakhir ini bukan berfaedah kehebatan mereka yangg mengelola penetapan awal bulan hijriyah tetapi lantaran siklus peredaran bulan tidak berada pada titik kritis sehingga antara mereka yangg menggunakan langkah hisab dan rukyat bisa berjumpa dalam satu titik pandangan yangg sama” (hlm. 165).

Sementara itu Lukman Hakim Saefuddin (Menteri Agama RI periode 2014-2019) mengatakan sebagai berikut, “Proses penyatuan yangg sudah panjang jangan dibiarkan terus berjalan. Hasil konvensi Turki perlu ditelaah bersama. Jadikan Indonesia sebagai teladan penyatuan almanak Islam di dunia” (hlm. 176).

Di bagian awal, kitab ini diberi apresiasi positif oleh sejumlah tokoh di tanah air, ialah Prof. Dr. Amany Lubis, MA (Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Prof. Dr. H. Faisal Ismail (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), Prof. Dr. Misri A. Muchsin (Guru Besar Sejarah Pemikiran Modern dalam Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh), Prof. Dr. Noorhadi Hasan (Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy (Rektor IAIN Salatiga), Prof. Dr. Ahmad Rofiq, MA (Guru Besar UIN Walisongo Semarang), Assoc. Prof. Dr. Sonny Zulhuda (Dosen International University Malaysia), K.H. Sirril Wafa, MA (Ketua Lembaga Falakiyah PB Nahdlatul Ulama), Dr. K.H. Shobahussurur, MA (Ketua Takmir Masjid Al-Azhar Jakarta), Amich Alhumami, Ph.D (Direktur Pendidikan dan Agama, Kementerian PPN/Bappenas), dan Dr. H. Fuad Thobari, MA (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).

Secara umum, kitab ini mempunyai ketebalan xvi + 264 halaman, kitab ini diterbitkan oleh Museum Astronomi Islam Yogyakarta yangg bekerjasama dengan Absolute Media Yogyakarta, merupakan cetakan pertama, tahun 2020 M/1441 H. Sementara itu di bagian akhir kitab ini terdapat sejumlah lampiran yangg sangat berfaedah dan informatif seperti hasil-hasil keputusan mengenai hisab rukyat dan almanak Islam, lampau keputusan-keputusan seminar internasional (salah satunya Rekomendasi Jakarta 2017 dalam bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab), dan lain-lain.

Karena itu dengan membaca kitab ini pembaca bakal mendapatkan banyak info krusial seputar diskursus penyatuan almanak Islam yangg berjalan selama ini. Karena itu pula kitab ini dapat dijadikan rujukan dalam mengkaji dan memotret perumusan almanak Islam baik di tanah air maupun di bumi internasional lantaran sekali lagi di dalamnya terdapat banyak info dan info yangg berbobot dan berguna. Wallahu a’lam[]

-->
Sumber infomu.co medan
infomu.co medan