Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) lahir bukan sekadar organisasi mahasiswa biasa, tetapi sebagai aktivitas intelektual yangg berakar pada nilai-nilai Islam berkemajuan. Dalam mobilitas sejarahnya, IMM senantiasa berupaya membentuk kader yangg tidak hanya pandai secara intelektual, tetapi juga berbudi pekerti profetik ialah berdasarkan pada nilai-nilai kenabian. Tiga pilar profetik yangg menjadi ruh dari aktivitas IMM dengan memaknai daripada Al Qur’an surat Al-Imran ayat 110 ialah adanya sifat kenabian berupa humanisasi (ta’murûna bil-ma‘rûf), liberasi (wa tan-hauna ‘anil-mungkar), dan transendensi (wa tu’minûna billâh). Ketiganya bukan hanya konsep teologis, tetapi fondasi praktis dalam proses kaderisasi IMM agar melahirkan insan paripurna yangg berilmu, beriman, dan beradab sosial.
Humanisasi-Humanitas (Ta’muruna Bil Ma’ruf)
Humanisasi berarti memanusiakan manusia mengangkat harkat dan martabat kemanusiaan melalui ilmu, empati, dan pengabdian. Dalam konteks kaderisasi IMM, humanisasi menuntut setiap kader untuk menjadi insan yangg peka terhadap realitas sosial. Proses perkaderan tidak boleh berakhir pada tataran kognitif, tetapi kudu membentuk sikap peduli dan tanggung jawab sosial. Kader IMM idealnya menjadi figur yangg datang di tengah masyarakat, membawa nilai-nilai keadilan, perdamaian, dan kemanusiaan. Melalui aktivitas sosial, pengabdian masyarakat, dan pembelaan kemanusiaan, nilai humanisasi diwujudkan secara konkret. IMM dengan demikian menjadi ruang pembentukan intelektual yangg tidak elitis, tetapi membumi.
Liberasi-Intelektualitas (Wa Tan-hauna ‘Anil Munkar)
Liberasi berfaedah pembebasan dari segala corak penindasan baik fisik, struktural, maupun ideologis. Bagi IMM, nilai liberasi menjadi dasar mobilitas dakwah amar ma’ruf nahi munkar yangg progresif. Dalam kaderisasi, liberasi berfaedah membebaskan pola pikir kader dari kebodohan, ketertinggalan, dan mentalitas pasif. Kader kudu dilatih berpikir kritis, berani menyuarakan kebenaran, dan melawan ketidakadilan sosial. Proses pembebasan ini juga mencakup pembentukan kesadaran intelektual yangg reflektif bahwa pengetahuan tidak boleh dijadikan perangkat dominasi, melainkan sarana transformasi. Liberasi, dalam semangat IMM,adalah jalan menuju kemerdekaan berpikir dan kemerdekaan bertindak dalam koridor nilai-nilai Islam.
Transendensi-Religiusitas (Wa Tu’minuna Billah)
Transendensi adalah puncak dari dua pilar sebelumnya. Ia menegaskan bahwa seluruh mobilitas kaderisasi IMM kudu berakar pada tauhid alias kesadaran bahwa semua perjuangan berasal dan berorientasi pada Allah. Nilai ini menuntun kader IMM untuk menjadikan spiritualitas sebagai sumber kekuatan moral dan etika perjuangan. Tanpa transendensi, humanisasi dan liberasi berisiko kehilangan arah, menjadi sekadar aktivitas sosial tanpa ruh. Oleh lantaran itu, setiap proses kaderisasi IMM kudu menumbuhkan kesadaran spiritual yangg mendalam, berjuang bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi sebagai ibadah dan pengabdian kepada Allah melalui pelayanan kepada sesama manusia.
Ketiga pilar profetik ini berkarakter saling melengkapi. Humanisasi membentuk sisi sosial kader, liberasi membentuk daya kritis dan keberanian moral, sedangkan transendensi mengokohkan fondasi spiritualnya. Ketiganya menjadi kompas ideologis yangg menuntun kader IMM untuk menjadi “intelektual yangg beragama dan beramal” bukan hanya berpikir tajam, tetapi juga berhati bersih dan berbudi pekerti pengabdi. Dalam era modern yangg penuh disrupsi nilai, pilar profetik menjadi tembok agar kader IMM tidak tercerabut dari akar spiritual dan moralnya.
Dengan demikian, kaderisasi IMM bukan sekadar proses administratif alias training formal, melainkan perjalanan profetik yangg membentuk manusia seutuhnya seperti cerdas, merdeka, dan bertakwa.
6 jam yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·