Oleh: Mukhlis Rahmanto
Pujian agung untuk Allah swt, Ar-Razzaq, Maha Pemberi Rezeki untuk seluruh makhluk-Nya. Salawat serta salam untuk baginda Nabi Muhammad saw, Nabi teladan umatnya dalam seluruh bagian kehidupan, salah satunya perihal konsumsi sebagai bagian dari aktivitas ekonomi yangg terpenting. Salah satu tantangan utama manusia sejak awal keberadaannya hingga dewasa ini adalah pemenuhan kebutuhan hidupnya, ialah pangan.
Tantangan ini meliputi kekurangan makanan yangg mengakibatkan kelaparan dan keberlimpahan makanan yangg memungkinkan munculnya sampah makanan. Bagaimana membaca kejadian ini dari perspektif pandang aliran Islam? Dalam Islam, makanan dipandang sebagai kebutuhan primer yangg diidentikkan dengan kata legal dan thayyib (al-Baqarah [2]: 168), dan diwakili oleh kata “at–tha’am” dan “al–aklu” yangg artinya sama, ialah makanan, sebagaimana dalam Quraisy [106]: 4 dan Ar-Ra’du [13]: 4.
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًاۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ (2:168)
الَّذِيْٓ اَطْعَمَهُمْ مِّنْ جُوْعٍ ەۙ وَّاٰمَنَهُمْ مِّنْ خَوْفٍࣖ (106:4)
وَفِى الْاَرْضِ قِطَعٌ مُّتَجٰوِرٰتٌ وَّجَنّٰتٌ مِّنْ اَعْنَابٍ وَّزَرْعٌ وَّنَخِيْلٌ صِنْوَانٌ وَّغَيْرُ صِنْوَانٍ يُّسْقٰى بِمَاۤءٍ وَّاحِدٍۙ وَّنُفَضِّلُ بَعْضَهَا عَلٰى بَعْضٍ فِى الْاُكُلِۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ (13:4)
Meski demikian, tha’am lebih mengarah pada makanan pokok manusia umumnya, seperti beras dan gandum, sedangkan al-aklu adalah makanan yangg manusia biasa makan sehari-hari, termasuk di luar makanan pokok. Kedua kata ini disebutkan dalam al-Quran masing-masing 48 dan 72 kali. Artinya, makanan dan minuman dalam Islam diberikan perhatian dan diatur sedemikian rupa oleh hukum agar manusia senantiasa berada dalam kondisi maslahat: teratur, tepat, seimbang, sehat, sehingga dapat menjalankan tugasnya sebagai khalifah-Nya dengan baik.
Makanan yangg baik dalam Islam adalah yangg didapatkan dengan jalan halal, lampau porsi-ukuran dan asal-muasalnya dibolehkan oleh syariat. Tentu dia bakal baik untuk badan dengan tanda panca indra kita tidak menolaknya, dan yangg utama, membikin hati manusia baik, damai, dan tenang (qalbun salim).
Jenis makanan dalam al-Quran paling tidak terbagi menjadi tiga, yaitu: tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan, hewan, dan sumber makanan yangg sifatnya cair seperti madu. Makanan yangg baik dalam Islam adalah salah satu bagian puncak etikanya yangg dapat diturunkan menjadi beberapa konsep dan prinsip, khususnya dalam perihal ekonomi.
Pertama, bahwa pangan sebagai salah satu sumber daya kebutuhan pokok dianugerahkan oleh Allah dapat mencukupi seluruh makhluk hidup, termasuk manusia. Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam surat Hud [11]: 6,
مَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَاۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ (11:6)
Tidak satu pun hewan yangg bergerak di atas bumi melainkan dijamin rezekinya oleh Allah. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yangg nyata (Lauhulmahfuz). Oleh lantaran itu, di dalam Islam tidak dikenal adanya teori kelangkaan sumber daya (scarcity).
Adanya kelangkaan sumber daya, termasuk pangan, adalah diakibatkan lantaran perilaku jelek manusia, salah satunya keserakahan yangg bakal melahirkan pedagang-pebisnis(produsen) yangg memonopoli hingga menimbun komoditas pangan ini. Akibatnya, komoditas pangan yangg ditimbun menjadi langka di pasar.
Kelangkaan sumber daya pangan juga disebabkan oleh beberapa faktorlain, seperti: tidak dihargainya pekerjaan petani –karena kebijakan pemerintah yangg tidak memihak—membuat banyak anak muda menolak menekuni pekerjaan ini, lantaran upahnya tidak menjanjikan alias perilaku kita yangg mempersempit lahan pertanian untuk dijadikan pemukiman dan perumahan hingga tindakan kita di meja makan yangg meninggalkan banyak sisa makanan. Semua ini diakibatkan oleh perilaku manusia sendiri. Sumber pangan yang
sebenarnya cukup, menjadi kurang dan langka.
Baca Juga: Peran Ibu Atasi Krisis Sampah di Yogyakarta: Langkah Kecil, Dampak Besar
Kedua, bahwa tindakan pemborosan (tabdzir) dan berlebihan (isyraf) dalam mengkonsumsi makanan dan minuman
adalah bagian dari ingkar (kufur) nikmat. Hal ini sebagaimana firman Allah di surat al-Isra’ [17]: 26-27,
وَءَاتِ ذَا ٱلْقُرْبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلْمِسْكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26) إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِ ۖ وَكَانَ ٱلشَّيْطَٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورًا (27)
Berikanlah kepada kerabat dekat haknya, (juga kepada) orang miskin, dan orang yangg dalam perjalanan. Janganlah Anda menghambur-hamburkan (hartamu) secara royal (26) Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya (27).
Mengapa demikian? Pangan dan makanan dapat dikategorikan sebagai kekayaan manusia yangg dikenai wajib amal jika mencapai nishab (ukuran). Menurut Jamaludin al-Qasimi dalam tafsirnya, Mahasin at-Ta’wil, mengkonsumsi kekayaan dengan tidak sesuai peruntukannya dan standar kepantasan dapat dimasukan ke dalam perilaku kufur nikmat.
Standar kepantasan dan kecukupan dalam mengkonsumsi makanan dan minuman ini telah dijelaskan oleh Nabi saw. dalam banyak hadis, salah satunya riwayat oleh At-Tirmidzi dalam Sunannya no. 2302,
عَنِ المِقْدَامِ بْنِ مَعْدِيْكَرِبَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ. رَوَاهُ الإِمَامُ أَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ:حَدِيْثٌ حَسَن
(Diriwayatkan dari Miqdam bin Ma’di karib berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Manusia tidak memenuhi wadah yangg jelek melampaui perut, cukup bagi manusia beberapa suapan yangg menegakkan tulang punggungnya, jika tidak dapat, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumnya dan sepertiga untuk nafasnya. (H.r. At-Tirmidzi)
Hadis ini dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali. Dalam kitab Ihya` Ulumidin, dia menyusun sebuah bab unik tentang langkah menaklukan dua syahwat terbesar (kasr al-syahwataini). Berikut kata-kata Al-Ghazali tentang ancaman perut yangg tidak diatur dengan baik, sehingga bakal menimbulkan tidak hanya food wasting, tetapi juga ancaman lain yangg lebih besar, ialah kehancuran bumi dan akhirat:
Pembunuh terbesar anak cucu Adam adalah nafsu perut, yangg karenanya, Adam dan Hawa dikeluarkan dari rumah kenikmatan (surga) ke rumah kehinaan dan kerendahan (dunia). Keduanya dilarang dari pohon itu, tetapinafsu (perut) mengalahkan hingga mereka memakannya, lampau aurat mereka pun ditampakkan. Perut adalah sumber syahwat-nafsu, penyakit dan kealpaan,yang diteruskan kemudian oleh syahwat kemaluan yangg membawa kepada kenikmatan seksual.
Diteruskan lagi oleh syahwat terhadap makanan dan pernikahan yangg mengantarkan pada syahwat kekuasaan dan kekayaan kekayaan yangg ditopang kekuasaan dan uang. Lalu muncullah bermacam kemauan yangg melahirkan persaingan, iri dengki, kebanggaan diri, kesombongan, kebencian, dan permusuhan. Pemilik syahwat ini pun bakal terjerumus ke dalam kejahatan, kefasikan, kemungkaran, yang
semuanya itu merupakan akibat dari abai bakal perut dan akibat awal yangg ditimbulkannya berupa rasa kenyang dan penuhnya makanan di dalamnya.
Sampai di sini, Anda tetap inginber-tabdzir ria dengan makanan di atas piring di meja makan dan menyampah makanan?
*Dosen Program Studi Ekonomi dan Keuangan Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
English (US) ·
Indonesian (ID) ·