[Khutbah Shalat Gerhana] “Pelajaran Akidah dan Ibadah dari Gerhana Matahari” - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 2 tahun yang lalu

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

الصَّلَاةُ و السَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الْمُرْسَلِيْنَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ

أما بعد:

Jamaah hadirin dan hadirat yangg Allah muliakan

Peristiwa eklips adalah sunnatullah, kejadian alam, yangg terjadi sesuai dengan ketentuan Allah azza wa jalla. Allah mengatur pergerakan alam semesta secara perincian dan rapi. Allah berfirman:

وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ

dan mentari melangkah di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (Allah) nan Mahaperkasa, Maha Mengetahui. (Yasin 38)

Gerhana mentari (dalam Bahasa Arab disebut dengan khusūf) terjadi ketika bulan mengakhiri satu putaran rutin nya mengelilingi bumi. Ketika eklips terjadi, posisi bulan berada di tengah-tengah antara mentari dan bumi dalam satu garis lurus. Posisi tengahan bulan ini menutupi seluruh alias sebagian sinar mentari ke bumi.

Rasulullah Saw mewasiatkan kepada kita pada saat eklips terjadi untuk memperbanyak zikir, doa, dan istighfar.

إنَّ الشَّمْسَ والقَمَرَ آيَتانِ مِن آياتِ اللَّهِ، لا يَخْسِفانِ لِمَوْتِ أحَدٍ ولا لِحَياتِهِ، فإذا رَأَيْتُمْ ذلكَ، فادْعُوا اللَّهَ، وكَبِّرُوا وصَلُّوا وتَصَدَّقُوا

Sesungguhnya mentari dan bulan adalah dua tanda dari banyak tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami eklips lantaran wafatnya alias hidupnya seseorang. Jika kalian memandang gerhana, maka berdoalah kepada Allah, perbanyak takbir, lakukan shalat, dan bersedekahlah. [HR Bukhari no 1044 dan no Muslim 901]

Dalam sabda lain beliau bersabda,

فَافْزَعُوْا إِلَى ذِكْرِ اللهِ تعالى، ودُعَائِهِ، وَاسْتِغْفَارِهِ

Bersegeralah untuk berzikir kepada Allah, bermohon kepada-Na, dan beristifghar [HR Bukhari no 1059 dan Muslim no 912].

Jamaah hadirin dan hadirat yangg Allah muliakan

Perintah unik untuk melaksanakan zikir, doa, dan istighfar di waktu eklips (momen unik yangg jarang terjadi) mengindikasikan setidaknya dua hal.

Pertama, peristiwa eklips adalah salah satu momen yang mustajab (doa kita bakal dikabulkan oleh Allah Swt). Untuk itu, selaku khatib, saya membujuk kepada kita semua pada hari ini untuk melangitkan kalimat-kalimat bagus dan memunajatkan kemauan kita kepada Allah Swt. Mintalah apapun kepada Allah disertai kepercayaan bahwa Allah bakal mengabulkan nya (udʿullāh wa antum muqinūna bil ijābah).

Kedua, Rasulullah mengingatkan kepada kita bahwa kita kudu menghubungkan semua perihal di alam semesta yangg kita lihat kepada kebesaran Allah Swt. Gerhana adalah kesempatan bagi kita untuk mengekspresikan kesadaran bahwa Allah lah yangg berkuasa dan mengatur alam semesta. Semuanya tunduk bakal kehendak Allah. Matahari tunduk, bulan tunduk, maka kita pun semestinya tunduk kepada-Nya.

Jamaah hadirin dan hadirat yangg Allah muliakan

Peristiwa eklips mentari pernah terjadi pada masa Rasulullah satu kali. Peristiwa ini terjadi di akhir kehidupan beliau, ialah tepatnya tanggal 29 Syawwal tahun 10 hijriyah, alias lima bulan sebelum beliau wafat. Sebagaimana kita ketahui, Nabi kita tercinta wafat pada tanggal 12 Rabiul Awwal 11 H.

Peristiwa eklips di era Rasulullah terjadi berbarengan dengan wafatnya putra terakhir beliau yangg berjulukan Ibrahim. Ia adalah satu-satunya anak nabi yangg lahir dari selain ummul mukminin Khadijah Ra. Ibrahim lahir dari pasangan Nabi yangg berjulukan Maria Qibtiyyah yangg berasal dari Mesir.

Nabi sendiri dalam hidupnya mempunyai tujuh orang anak, ialah Qasim, Abdullah (yang wafatnya menjadi karena turunnya surat al-Kautsar), Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fatimah, dan Ibrahim sendiri. Qadarallah, semua anak-anak Nabi dipanggil oleh Allah mendahului beliau, selain Sayyidah Fatimah az-Zahra, yangg wafat enam bulan setelah nabi wafat.

Pada saat eklips terjadi, muncul desas-desus di kalangan sahabat Nabi bahwa kejadian ini terjadi lantaran wafatnya Ibrahim. Nabi mengetahui beredarnya spekulasi ini di kalangan sahabatnya di Madinah. Maka dalam khutbah nya Nabi tegaskan:

إنَّ الشَّمْسَ والقَمَرَ لا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أحَدٍ ولَا لِحَيَاتِهِ

Sesungguhnya mentari dan bulan tidak mengalami eklips lantaran wafatnya alias hidupnya seseorang. [HR Bukhari no. 1059]

Jamaah hadirin dan hadirat yangg Allah muliakan

Pernyataan Nabi dalam sabda ini sesungguhnya krusial untuk kita renungkan sejenak lantaran ada pelajaran iktikad krusial di dalamnya. Kita seringkali secara keliru menisbahkan peristiwa di bumi lantaran perbuatan manusia. Khusus mengenai dengan gerhana, apalagi ada satu kepercayaan mistik pada tingkat dunia yangg terdapat dalam banyak peradaban manusia bahwa peristiwa ini adalah akibat dari seorang raksasa menyantap matahari.[1] Tentu saja ini suatu kekeliruan: selain bertentangan dengan iktikad Islam, dia juga bertentangan dengan pengetahuan pengetahuan.

Di samping pandangan mistik, di sisi lain, kita juga menjumpai pandangan sekuler mengenai gerhana. Kelompok ateis alias agnotik meletakkan kejadian eklips mentari murni sebagai indikasi alam, tidak ada hubungan nya dengan Tuhan dan keimanan. Pandangan ini tidak kalah menyesatkan nya. Alam semesta dikosongkan dari kombinasi tangan Tuhan. Naʿūdzubillāh, sungguh arogannya pandangan ini.

Di sinilah kita bisa memahami letak posisi tengahan (wasatiyyah) Islam. Ajaran kepercayaan ini berada di antara golongan yangg kurang dan lebih (bayna al-ifrāṭ wa al-tafriṭ). Islam tidak mistis, tetapi juga tidak sekuler. Ajaran tengahan ini perlu kita dakwahkan kepada bumi global. Allah berfirman:

وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا

 Dan demikian pula Kami telah menjadikan Anda (umat Islam) umat pertengahan agar Anda menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. [QS al-Baqarah 143]

Apa yangg terjadi pada Nabi Muhammad setelah wafatnya putra beliau?

Kembali kepada Ibrahim. Ia wafat dalam usia belum genap dua tahun. Ada riwayat yangg menyebutnya bahwa dia wafat pada usia 1 tahun 4 bulan, ada yangg menyebutnya 1 tahun 6 bulan. Pada usia ini, anak-anak sedang dalam usia menggemaskan. Anak mini mulai mengenal orang tuanya, mulai berjalan, dan lari-lari kecil. Anak pada usia ini membawa kesenangan kepada orang tuanya. Kehilangan anak pada usia ini tentu bakal sangat menyakitkan bagi orang tua. Begitu pula dengan Nabi Muhammad Saw.

Wafatnya Ibrahim meninggalkan kesedihan yangg mendalam pada diri beliau. Air mata deras mengalir di pipi beliau. Seorang sahabat, Abdurrahman ibn Auf, yangg menyaksikan ini sampai terheran dan bertanya:

“Wa anta yā rasūlallāh (Engkau juga bisa menangis, ya Rasulullah)?

Jawaban Rasulullah adalah sebagai berikut:

إنَّهَا رَحْمَةٌ

Ini adalah tangisan kasih sayang

إنَّ العَيْنَ تَدْمَعُ، والقَلْبَ يَحْزَنُ، ولَا نَقُولُ إلَّا ما يَرْضَى رَبُّنَا، وإنَّا بفِرَاقِكَ يا إبْرَاهِيمُ لَمَحْزُونُونَ

Sesungguhnya mata ini bisa menitikkan air mata dan hati ini bersedih, namun kami tidak mengatakan sesuatu yangg tidak diridhai Rabb kami. Sesungguhnya kami berduka dengan kepergianmu wahai Ibrahim. [HR Bukhari no 1303 dan Muslim no 2315]

Jamaah hadirin dan hadirat yangg Allah muliakan.

Ada pelajaran krusial yangg dapat kita ambil dari jawaban Rasulullah ini.

Pertama, kesedihan saat musibah terjadi adalah sesuatu yangg manusiawi. Kesedihan justru menunjukkan ada kasih sayang dalam diri kita. Sedih juga tidak bertentangan dengan sabar. Orang yangg berduka dan menangis, bukan berfaedah dia tidak sabar. Sabar artinya adalah mengontrol ucapan dan lisan kita, agar tidak mengucapkan kalimat jelek dan melakukan buruk. Kita tidak merusak diri dan orang lain dan juga tidak frustasi.

Kedua, sabda ini menunjukkan tingkat keteguhan hati dan kesabaran Nabi Muhammad Saw. Beliau adalah makhluk Allah yangg paling banyak diuji Allah. Beliau kehilangan ayah-ibu saat kecil, kehilangan istri dan om di puncak rintangan dakwah, akhirnya juga kudu kehilangan anak di usia tua. Sebelum lahir, sejak kecil, sampai jelang wafat hidup Nabi tidak berakhir diuji Allah.

Pelajaran yangg bisa kita ambil dari teladan Nabi Muhammad adalah pentingnya sabar dalam menghadapi ujian. Ujian adalah sistem yangg Allah pilih untuk meningkatkan derajat kita di hadapan-Nya. Ujian jangan sampai membikin kita menjauh dari Allah dan menjadi kufur terhadap-Nya. Rasulullah bersabda:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ)

Diriwayatkan dari Anas ibn Malik Ra dari Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya besarnya pahala itu sesuai dengan besarnya cobaan. Dan sesungguhnya andaikan Allah mencintai sebuah kaum niscaya Allah bakal memberikan ujian kepada mereka. Maka barangsiapa yangg ridha (dengan ketetapan Allah –pent), maka Allah bakal ridha kepadanya. Dan barangsiapa yangg tidak ridha, maka Allahpun tidak bakal ridha kepadanya.” [HR. Tirmidzi, no 2320 dan Ibnu Majah no 4021]

Jamaah hadirin dan hadirat yangg Allah muliakan.

Sebelum mengakhiri ibadah shalat eklips hari ini dengan berdoa, izinkan khatib merangkum pelajaran krusial yangg perlu kita catat.

1 Gerhana mendorong kita memperbanyak ibadah kepada Allah dengan berzikir, beristighfar, berdoa, dan bersadaqah. Di akhir bulan Ramadhan tentu saja, ibadah ini berarti unik bagi kita semua. Insya Allah pahalanya Allah lipat gandakan.

2 Gerhana menguatkan ketaatan kita lantaran peristiwa ini mengingatkan kita bahwa Allah mengatur alam semesta dengan kerapian dan keindahan.

Marilah kita bermohon kepada Allah azza wajalla.

Doa

اْلحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَ بِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُنْيَا وَ الدِيْنِ

وَ الصَّلَاةُ و السَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الْمُرْسَلِيْنَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ سَلاَمَة ًفِى الدِّيْنِ وَعَافِيَة ًفِى اْلجَسَدِ وَ زِيَادَةً فِى اْلعِلْمِ وَبَرَكَةً فِى الِّرزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ اْلمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيم

رَبَّنَا أَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Rofiq MuzakkirWarga Muhammadiyah Ranting Jongke Tengah, Sleman

[1] https://www.nationalgeographic.com/science/article/131101-solar-eclipse-myth-legend-space-science

repost from : https://suaramuhammadiyah.id/2023/04/19/pelajaran-ibadah-dan-akidah-dari-gerhana-matahari/

-->
Sumber Tarjih.or.id
Tarjih.or.id