Yogyakarta – Seminar Nasional Sosialisasi Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) Sesi IV yangg diselenggarakan di UAD menghadirkan 2 narasumber. Narasumber pertama Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A., Ketua PP Muhammadiyah. Dalam uraiannya, Syamsul Anwar memaparkan, dalam almanak dunia ada beberapa prinsip, syarat dan kriteria. Salah satu prinsip dalam almanak dunia adalah penerimaan transfer imkan rukyat. Mengapa imkan rukyat? Supaya negeri Selandia Baru tidak dipaksa masuk bulan baru sebelum waktu ijtimak/konjungsi terjadi. Imkan rukyat bukan sebagai kriteria, tetapi sebagai syarat, ialah ketinggian bulansabit 5°, dan perspektif elongasi 8° di bagian bumi mana pun di muka bumi.
Syamsul juga menjelaskan tentang beberapa problem syar’i dalam almanak dunia yangg potensial muncul, antara lain adanya area yangg dipaksa masuk bulan baru tetapi bulansabit tetap di bawah ufuk, alias bisa terjadi pula segolongan umat Islam berpuasa sementara bulansabit sudah terlihat. Problem-problem seperti tentu perlu ditentukan solusinya.
Terakhir, Syamsul menegaskan bahwa jika disepakati almanak 2 derajat yangg berkarakter lokal, mungkin umat bisa berasosiasi di suatu kawasan, tetapi tidak bisa membujuk orang luar Kawasan untuk ikut lantaran almanak berkarakter lokal. Tetapi jika memakai almanak global, mungkin butuh proses untuk berasosiasi di suatu kawasan, tetapi bisa membujuk orang luar area untuk berasosiasi lantaran almanak berkarakter global.
Adapun Prof. Dr. Susiknan Azhari, M.A., Wakil Ketua MTT PP Muhammadiyah selaku narasumber kedua menyampaikan untuk menuju persatuan almanak global, perlu disepakati dulu pengertian dasar tentang almanak itu sendiri. Sebab, dalam satu area yangg sama dan kriteria yangg sama pula, tetap dimungkinkan terjadi perbedaan lantaran pengertian tentang kalendernya tidak sama. Menurut Susiknan, Kalender Islam Terpadu adalah Kalender yangg berasas sistem kamariah dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh bumi dan awal bulan berasas visibilitas bulansabit di bagian bumi mana pun.
Susiknan juga memaparkan tentang beragam respons terhadap KHGT ini. Respons pertama dari yangg setuju dan langsung menerapkannya, ialah Turki. Kehadiran almanak Islam dunia merupakan sebuah keniscayaan untuk membangun persatuan umat. Hasil Konferensi Turki sudah final dan kudu dilaksanakan secepatnya tanpa mempertimbangkan aspek kemaslahatan. Respons kedua, hasil konvensi Turki dapat diterima sebagai visi berbareng untuk mewujudkan almanak Islam yangg mapan. Namun implementasinya berjenjang dengan mempertimbangkan problem yangg berkembang di negara masing-masing. Sedangkan respons ketiga, menanggapi secara negatif hasil konvensi Turki dan mempertanyakan proses yangg dilakukan. Salman Zafar Shaikh, koordinator Hilal Sighting Committee of North America (HSCNA) menganggap metode voting yangg dilakukan dalam memilih sistem almanak tidak mempunyai landasan syar’i yangg kuat dan tidak dicontohkan oleh Rasulullah saw. -Amr
1 tahun yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·