Implementasi Akuntansi Pada Masjid dengan Fungsi Multidimensional - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 9 bulan yang lalu

Oleh: Wahyu Dewi Hapsari

Beberapa dasawarsa terakhir, peran masjid telah mengalami perkembangan signifikan. Masjid tidak lagi sekadar menjadi tempat ibadah ritual, tetapi telah berkembang menjadi pusat aktivitas multidimensional, mencakup bagian pendidikan, sosial, dan ekonomi. Masjid modern menyediakan jasa pendidikan seperti madrasah, training keterampilan, serta aktivitas sosial seperti support kemanusiaan dan pemberdayaan ekonomi umat. Fungsi yangg semakin kompleks, pengelolaan masjid memerlukan penerapan prinsip akuntansi yangg baik guna mendukung akuntabilitas, transparansi, dan pengelolaan finansial yangg efektif.

Urgensi Implementasi Akuntansi di Masjid

Masjid yangg menjalankan kegunaan multidimensional seringkali mengelola beragam sumber dana, baik yangg berasal dari zakat, infaq, sedekah, maupun sumbangan sukarela. Tidak hanya itu, banyak masjid juga mengelola aset berupa properti, wakaf, alias apalagi unit upaya seperti koperasi alias minimarket syariah. Pengelolaan finansial yangg tidak transparan dapat memunculkan kecurigaan dari masyarakat, mengurangi kepercayaan, dan pada akhirnya memengaruhi kelangsungan operasional masjid.

Implementasi akuntansi di masjid bermaksud untuk memastikan bahwa pengelolaan biaya dan aset dilakukan secara bertanggung jawab. Hal ini mencakup pencatatan transaksi, penyusunan laporan keuangan, hingga pelaporan biaya kepada masyarakat. Selain itu, penerapan sistem akuntansi juga krusial untuk memenuhi prinsip syariah yangg mengutamakan keadilan, amanah, dan transparansi.

Standar Akuntansi yangg Relevan

Salah satu referensi yangg dapat digunakan dalam penerapan akuntansi masjid adalah Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 335 tentang Penyajian Laporan Keuangan Entitas Berorientasi Nonlaba yangg disahkan oleh Dewan Standar Akuntan Keuangan (DSAK). ISAK 335 dirancang untuk entitas non-profit yangg tidak mempunyai tanggungjawab akuntabilitas publik signifikan, seperti masjid. Standar ini mencakup pedoman dalam mencatat pendapatan dari sumbangan, pengelolaan aset tetap, dan pelaporan arus kas.

Selain ISAK 335, masjid juga dapat merujuk pada Pedoman Akuntansi Wakaf yangg diterbitkan oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI) untuk mengelola aset wakaf secara profesional. Di mana wakaf merupakan penerimaan yangg bukan termasuk pendapatan masjid, sehingga perlu dicatat secara terpisah dengan penerimaan masjid lainnya. Dengan menggunakan standar ini, pengelola masjid dapat menyusun laporan finansial yangg mencerminkan posisi finansial secara jeli dan informatif.

Baca Juga: Merenungi Nasib Bangsa Palestina

Berdasarkan survey yangg telah dilakukan pada beberapa masjid yangg berada di Kota Yogyakarta, salah satunya ialah masjid Al Furqon, Nitikan, diketahui bahwa masjid telah melakukan pencatatan finansial secara sederhana. Pencatatan tersebut terbatas pada penerimaan dan pengeluaran yangg terjadi secara rutin. Informasi yangg terkumpul bahwa, takmir alias pengurus masjid belum mengetahui adanya standar penyusunan pencatatan keungan masjid. Oleh lantaran itu, perlu dilakukan sosialisasi dari akademisi khususnya tentang standar pencatatan yangg semestinya dilakukan oleh masjid yangg mempunyai transaksi finansial secara rutin.

Adapun langkah-langkah yangg sekiranya perlu dilakukan untuk memulai penerapan akuntansi masjid diantaranya: 1) Pengelola masjid perlu mempunyai pengetahuan dasar mengenai akuntansi. Pelatihan dan workshop mengenai akuntansi masjid dapat diadakan untuk meningkatkan kapabilitas SDM. 2) Masjid dapat memanfaatkan teknologi, seperti software akuntansi berbasis syariah, untuk memudahkan pencatatan transaksi finansial secara sistematis. 3) Laporan finansial masjid sebaiknya dipublikasikan secara berkala, misalnya melalui papan pengumuman alias situs web masjid. Langkah ini dapat membangun kepercayaan jamaah terhadap pengelolaan biaya masjid. 4) Untuk meningkatkan akuntabilitas, masjid dapat menggandeng auditor independen guna memverifikasi laporan keuangan.

Hasil interview dengan Reza takmir masjid Al Furqon Nitikan, meskipun penting, kemungkinan pada penerapan akuntansi masjid bisa menghadapi sejumlah tantangan, antara lain: 1) Banyak pengurus masjid yangg belum mempunyai latar belakang akuntansi. 2) Masjid mini seringkali tidak mempunyai anggaran untuk pengadaan sistem akuntansi alias audit. 3) Beberapa pihak mungkin merasa bahwa pengelolaan secara umum tidak sesuai dengan tradisi alias kebutuhan masjid kecil.

Implementasi akuntansi di masjid yangg mempunyai kegunaan luas adalah langkah strategis untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan biaya umat. Dengan merujuk pada standar akuntansi seperti ISAK 335 dan Pedoman Akuntansi Wakaf, masjid dapat mengelola finansial dan aset secara profesional. Meski terdapat tantangan, upaya ini dapat diwujudkan melalui peningkatan kapabilitas SDM, pemanfaatan teknologi, dan keterlibatan masyarakat. Dengan pengelolaan finansial yangg baik, masjid dapat semakin berkontribusi dalam pembangunan umat secara berkelanjutan.

*Penulis adalah Dosen Akuntansi Syariah Prodi Akuntansi Universitas Ahmad Dahlan

-->
Sumber suaraaisyiyah.id
suaraaisyiyah.id