
Ilustrasi: KhotbahJumat.com
Oleh: Qaem Aulassyahied*
Dalam aliran Islam, kita sering mendengar istilah pahala jariyah, yangg merujuk pada kebaikan baik yangg pahalanya terus mengalir meskipun pelakunya telah tiada. Namun, di sisi lain terdapat pula konsep dosa jariyah, ialah dosa-dosa yangg berkepanjangan akibat perbuatan seseorang yangg memberikan akibat negatif bagi orang lain.
Sangat krusial untuk memahami dosa jariyah, mengingat banyak di antara kita yangg terkadang lalai alias apalagi tidak menyadari bahwa tindakan yangg tampak sepele dapat menambah beban dosa kita. Dosa jariyah mempunyai akibat yangg luas lantaran dosa ini bisa terus berkembang seiring waktu dan meninggalkan jejak keburukan bagi generasi berikutnya.
Prinsip dosa jariyah ini salah satunya ditegaskan Allah Swt. dalam firman-Nya yangg menetapkan bahwa setiap perbuatan, sekecil apapun itu, pasti bakal ada balasannya. Dalam Q.s. al-Zalzalah [99]: 6-8 disebutkan,
يَوْمَىِٕذٍ يَّصْدُرُ النَّاسُ اَشْتَاتًا ەۙ لِّيُرَوْا اَعْمَالَهُمْۗ ٦فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ ٧وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗࣖ ٨
Pada hari itu manusia keluar (dari kuburnya) dalam keadaan terpencar untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) semua perbuatan mereka. Siapa yangg mengerjakan kebaikan seberat zarah, dia bakal memandang (balasan)-nya. Siapa yangg mengerjakan kejahatan seberat zarah, dia bakal memandang (balasan)-nya.
Di ayat lain Allah menggambarkan gimana dosa, sekecil apapun itu, bakal disesali oleh pelakunya:
وَوُضِعَ الْكِتٰبُ فَتَرَى الْمُجْرِمِيْنَ مُشْفِقِيْنَ مِمَّا فِيْهِ وَيَقُوْلُوْنَ يٰوَيْلَتَنَا مَالِ هٰذَا الْكِتٰبِ لَا يُغَادِرُ صَغِيْرَةً وَّلَا كَبِيْرَةً اِلَّآ اَحْصٰىهَاۚ وَوَجَدُوْا مَا عَمِلُوْا حَاضِرًاۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ اَحَدًاࣖ ٤٩
Diletakkanlah kitab (catatan kebaikan pada setiap orang), lampau engkau bakal memandang orang yangg berdosa merasa ketakutan terhadap apa yangg (tertulis) di dalamnya. Mereka berkata, “Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak meninggalkan yangg mini dan yangg besar, selain mencatatnya.” Mereka mendapati (semua) apa yangg telah mereka kerjakan (tertulis). Tuhanmu tidak menzalimi seorang pun. (Q.s. al-Kahfi [18]: 49)
Dua ayat ini mengingatkan kita bahwa setiap amal, baik maupun buruk, bakal terlihat pada hari kalkulasi dan masing-masing bakal mendapat jawaban yangg setimpal. Dengan demikian, dosa jariyah menambah berat timba- ngan dosa lantaran setiap perbuatan yangg ditiru alias diikuti oleh orang lain bakal terus bersambung dosanya, seolah alirannya tidak pernah terputus.
Memang kita tidak mendapati sebuah istilah yangg dipopulerkan ustadz untuk menyebut dosa jariyah, seperti populernya kebaikan jariyah. Namun demikian, jika didekati secara kebahasan, kata dosa jariyah dalam bahasa Arab terdiri dari dua kata: dosa/kesalahan dan jariyah. Dosa bisa diwakili dengan istilah żanbun dengan corak jamaknya żunūbun, sementara kesalahan bisa diwakili dengan kata sayyi’ah dengan corak plural sayyi`āt.
Baca Juga: Poligami dalam Perspektif Islam Berkemajuan
Adapun kata jariyah berasal dari akar kata jarā, yangg berfaedah “mengalir” alias “bergerak secara berkesinambungan”. Menurut kamus bahasa Arab yangg otoritatif, seperti Lisān al-‘Arab karya Ibn Manzur, kata jāriyah dapat berarti sesuatu yangg tidak berakhir alirannya. Maka, dalam konteks dosa, dosa jariyah berfaedah dosa yangg dampaknya terus mengalir kepada pelakunya selama perbuatan jelek tersebut terus berjalan alias ditiru orang lain.
Secara terminologis, hakikatnya kita bisa mendapati pernyataan-pernyataan ustadz yangg membahas tentang dosa jariyah. Misalnya Mujahid -sebagaimana yangg dinukil oleh Ibn Katsir- ketika menafsirkan firman Allah Q.s. Yasin [36]: 12 (yang artinya), “sesungguhnya kamilah yangg menghidupkan orangorang yangg meninggal dan kamilah yangg mencatat apa yangg mereka kerjakan dan pengaruh/bekas yangg mereka tinggalkan…” Mujahid mengatakan bahwa maksud dari ungkapan “pengaruh alias bekas” di situ adalah mewariskan kesesatan (mā waraṡū min aḍ-ḍalālah).
Begitu pula az-Zamakhsyari yangg mengartikan bahwa pengaruh dan jejak jelek itu seperti tindakan kezaliman yangg pengaruhnya tetap terasa alias langkah hidup yangg menjadi kebiasaan yangg bertentangan dengan aliran Islam.
Berkaca pada dua pernyataan ini, dapat kita katakan bahwa dosa jariyah dalam pandangan ustadz merupakan setiap kebaikan yangg berpotensi memberikan akibat negatif kepada orang lain dan terus bersambung meskipun pelakunya telah meninggal dunia.
Dalam sabda Nabi Saw., kita dapati istilah sunnatan sayyi`atan (perbuatan jelek yangg diikuti orang lain) yangg lekat dengan pengertian dosa jariyah. Misalnya saja sabda riwayat Muslim, Rasulullah bersabda,
“Barangsiapa yangg memberi contoh kebaikan dalam Islam, maka dia menda- patkan pahalanya dan pahala orang yangg mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa yangg memberi contoh keburukan dalam Islam, maka dia mendapatkan dosanya dan dosa orang yangg mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.”
Ketika menjelaskan sabda ini, Ibn al-Arabi dalam al-Masālik Syarḥ al-Muwaṭṭa` Imām Mālik mengatakan bahwa hakikatnya sebuah kesalahan yangg dilakukan oleh seseorang dan kesalahan itu tidak terulang, maka dosa dari kesalahan itu hanya bakal ditanggung oleh pelakunya. Namun, jika kesalahan itu rupanya bertambah dan berulang, maka akibat dosanya pun bertambah.
Pertambahan dan pengulangan kesalahan ini bisa dilakukan dua cara. Pertama, si pelaku pertama mengerjakannya berulang. Kedua, pelaku, baik sadar maupun tidak, mencontohkan keburukan itu kepada orang yangg tidak tahu alias orang yangg lalai, sehingga orang lain juga ikut mengerjakannya. Cara yangg kedua inilah yangg paling buruk.
Penjelasan Ibn al-Arabi ini seyogianya sangat berarti dan baik kita jadikan kompas kehidupan untuk menghindari tindakan yangg berujung pada dosa jariyah. Apalagi di era mo- dern, di mana dosa jariyah dapat ditemukan dengan beragam corak dan situasi seiring perkembangan teknologi dan perubahan sosial.
Dalam aktivitas media sosial, misalnya, dosa jariyah dapat terjadi ketika gambar tidak senonoh, rayuan pada perbuatan dosa, alias buletin bohong disebar dan menjangkau ribuan orang hanya dalam waktu singkat. Bisa kita bayangkan jika konten tersebut diakses, disukai, alias disebarkan ulang oleh pengguna lain, maka penyebar awal bakal terus mendapatkan dosa dari akibat negatif konten itu selama tetap ada yangg mengakses alias terpengaruh. Allah Swt. jauh-jauh hari telah memperingatkan kita bakal bahayanya menyebarkan keburukan. Dalam Q.s. an-Nur [24]: 19,
اِنَّ الَّذِيْنَ يُحِبُّوْنَ اَنْ تَشِيْعَ الْفَاحِشَةُ فِى الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌۙ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ ١٩
“Sesungguhnya orang-orang yangg senang atas tersebarnya (berita bohong) yangg sangat biadab itu di kalangan orang-orang yangg beriman, mereka mendapat balasan yangg sangat perih di bumi dan di akhirat. Allah mengetahui, sedangkan Anda tidak mengetahui.”
Dalam konteks pendidikan, dosa jariyah juga bisa muncul jika seorang pendidik alias penulis menyebarkan aliran alias pemahaman yangg keliru dan bertentangan dengan aliran Islam. Misalnya, aliran yangg mengedepankan materialisme, alias pengajaran yangg menafikan keberadaan Tuhan alias aliran kepercayaan lainnya.
Baca Juga: Imunisasi Perspektif Hukum Islam
Jika aliran tersebut diajarkan kepada generasi berikutnya dan diteruskan, maka pelaku awal bakal terus menanggung dosa dari akibat buruknya. Padahal, pendidikan semestinya menjadi sarana pembentukan moral dan karakter yangg baik, bukan sarana penyebaran pemikiran menyimpang yangg menjauhkan generasi muda dari nilai-nilai kebenaran.
Dalam konteks ekonomi, dosa jariyah bisa muncul dalam corak praktik upaya yangg tidak jujur alias penyebaran sistem ekonomi yangg zalim, seperti riba alias penipuan. Misalnya, seseorang yangg memperkenalkan riba sebagai sistem bisnis, alias mereka yangg mendirikan upaya yangg menawarkan produk alias jasa yangg haram, seperti pertaruhan alias alkohol. Praktik ini menjadi dosa jariyah bagi pelakunya selama upaya tersebut terus beraksi dan orang lain ikut serta alias terpengaruh olehnya.
Begitu pula dalam konteks politik dan kebijakan publik. Dosa jariyah bisa terjadi ketika seorang pemimpin menerapkan kebijakan yangg menimbulkan akibat jelek pada masyarakat luas, seperti kebijakan yangg mendukung ketidakadilan, korupsi, alias eksploitasi. Misalnya, seorang pemimpin yangg mengesahkan undang-undang yangg melegalkan perbuatan haram alias mendorong masyarakat untuk melanggar norma syariat.
Setiap tindakan jelek yangg dilakukan masyarakat sebagai akibat dari kebijakan tersebut bakal kembali kepada kreator kebijakan sebagai dosa yangg terus berlanjut.
Termasuk juga dalam ranah seni dan budaya, dosa jariyah dapat muncul ketika seseorang menciptakan alias menyebarkan karya seni yangg bertentangan dengan aliran Islam.
Misalnya, produksi film, musik, alias sastra yangg menyebarkan ide-ide buruk, seperti kekerasan, seks bebas, alias style hidup yangg melanggar syariat. Setiap kali karya tersebut ditonton, dibaca, alias diikuti, maka dosa dari akibat negatif yangg ditimbulkannya bakal terus mengalir kepada pembuat alias pelakunya.
Semoga dengan mengenal dosa jariyah, ancaman dan bentuk-bentuk sederhananya ini, kita sejak awal bisa mawas dan menghindarkan diri dari tindakan yangg bisa berimplikasi pada kesalahan jariyah. Wallāhu musta‘ān [12/24]
*Dosen Ilmu Hadis Universitas Ahmad Dahlan dan Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah
English (US) ·
Indonesian (ID) ·