
Nusa Tenggara Barat – Sesi pertama Seminar dan Sosialisasi Kalender Hijriah Global Terpadu yangg terselenggara berkah kerjasama Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Universitas Muhammadiyah Mataram diisi oleh tiga pemateri sekaligus. Dr. H. Hamim Ilyas, M.A mengawali pembahasan dengan mengangkat tema “Dasar Akomodasi KHGT”. Hamim menyayangkan umat Islam yangg sudah mempunyai peradaban sejak lama namun tetap belum punya sistem penanggalan yangg digunakan secara bersama. Hal ini menimbulkan terjadinya perbedaan dalam memuai hari raya. Sedangkan dalam kepercayaan lain nyaris tidak ditemukan perbedaan dalam memulai awal bulan ataupun melaksanakan hari raya. Pada masa dulu umat Islam memang tetap ummy (tidak bisa membaca dan menghitung), bakal tetapi sekarang umat Islam sudah mempunyai keahlian tersebut. Maka sangat dimungkinkan untuk merealisasikan surat al-Taubah: 36-37 dan ar-Rum ayat 43 sebagai al-din al-qayyim (agama yangg lurus). Pengamalan al- dinul al-qayyim bagi Muhammadiyah adalah agar umat mempunyai keadaan baik dalam berkalender. Keadaan baik di sini adalah “memberikan kepastian dan dapat dijadikan almanak transaksi”. Kepastian tersebut tentu saja hanya bisa diwujudkan oleh almanak yangg disepakati dan digunakan berbareng oleh umat Islam. Sebagai penutup Hamim mengatakan bahwa KHGT merupakan tahapan akhir dari penggunaan hisab hakiki. “Muhammadiyah langsung menggunakan KHGT yangg berkarakter dunia dengan tujuan mengentaskan umat dari keterpurukan peradaban kalender” pungkasnya.
Dr. Hj. Maskufa, M.A sebagai pembicara kedua mempresentasikan “KHGT dalam Muktamar Muhammadiyah ke-47 dan ke-48 serta Muktamar Turki 2016”. Maskufa menampilkan hasil keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar. Kalender Internasional merupakan salah satu rumor yangg diangkat pada muktamar kala itu. Cuplikan isinya adalah “Muhammadiyah memandang perlu untuk adanya upaya penyatuan almanak hijriyah yangg bertindak secara internasional, sehingga dapat memberikan kepastian dan dapat dijadikan sebagai almanak transaksi. Penyatuan almanak Islam tersebut meniscayakan pemanfaatan pengetahuan pengetahuan dan teknologi”. Isu almanak kembali dibahas kali ini termaktub dalam Risalah Islam Berkemajuan yangg diputuskan pada Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta. Muhammadiyah dituntut mengambil peran untuk memperbaiki sistem waktu secara internasional melalui pemberlakuan Kalender Islam Global Unifikatif. Kemudian Maskufa menjelaskan tentang Konferensi Internasional Penyatuan Kalender Hijriah di Turki pada tahun 2016. Konferensi ini melahirkan kriteria imkanurrukyat dengan tinggi bulansabit minimal 5°, elongasi minimal 8° dan matlak global. Kriteria inilah yangg diadopsi oleh Muhammadiyah untuk menyusun KHGT. “Pilihan almanak Islam dunia didasarkan semangat keterbukaan, kebersamaan, dan pencerahan peradaban agar Islam menjadi rahmat bagi alam semesta” ujar Maskufa.
Sebagai pembicara ketiga Dr. Arwin Juli Rakhmadi Butar-butar membahas tentang “Perspektif Historis KHGT”. Arwin mengatakan bahwa prinsip sebuah almanak adalah jatuhnya sebuah tanggal yangg disepakati tanpa adanya perbedaan. Kalau menilik sejarah, Umar Bin Khattab sebagai pencetus almanak Hijriah, membikin almanak untuk memperbaiki kekacuan administratif. Sistem bulan memang sudah ada, namun Umaf melakukan formalisasi dalam corak penomonran. Inilah yangg menjadi cikal bakal perlunya unifikasi kelender sekaligus titik berangkat almanak global. Al-Qur’an juga menganggap krusial almanak sebagai keperluan sipi lantaran prinsip al-Qur’an adalah persatuan. Kunci sukses KHGT menurut Arwin adalah Ittihad al-Mathali’ (kesatuan matlak). Prinsip kesatuan matlak ini secara garis besar adalah “ketika bulansabit terlihat di suatu tempat, maka orang lain di tempat lain dianggap memandang juga” kata Arwin. Ittihād al-Mathāli’ di kalangan fukaha klasik telah berkembang, meski tidak sepopuler Ikhtilāf al-Mathāli’. Seiring waktu (di era modern) Ittihād al-Mathāli’ mulai diterima dan menjadi opsi/solusi. Arwin menyebut bahwa dalam literatur mazahib, fukaha dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah mempunyai orientasi dunia perihal almanak hijriyah. Ibnu Taimiyah, Abdullah Bin Baz, Al-Bani dan TM Hasbi Asd-Shiddieqy juga mempunyai mengerti global. Lebih lanjut, Arwin memberi banyak literatur yangg bisa dipelajari mengenai almanak global, di antaranya kitab “Kaifa Nuwahhid at-Taqwim al-Hijry fi al-‘Alam al-Islamy”, Tathbiqat al-Hisabat al-Falakiyyah fi al-Masa’il al-Islamiyyah, At-Taqwim al-Qamary al-Islamy al-Muwahhad, dan banyak lagi kitab lainnya.
1 tahun yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·