Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Pagi ini (21/1) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) diadakan aktivitas Bedah Buku yangg mengusulkan jalan tengah mengenai sistem dan tata kelola pemilihan umum. Buku yangg dibedah kali ini berjudul “Sistem Pemilu Indonesia” dan ditulis oleh Ridho al-Hamdi, Tanto Lailam, dan Syakir Ridho Wijaya.
Sebelum memulai kegiatan, Takdir Ali Mukti, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UMY, menyampaikan sambutan terlebih dahulu. Ia menyampaikan, “Riset ini sudah lama dilakukan, tidak main-main juga. Waktu saya membaca karya ini, saya merasa sedang membaca disertasi. Bisa kita bayangkan seserius apa kitab ini disusun. Saya usulkan kitab ini untuk dicetak secara masif dan didistribusikan ke lebih dari 100 lembaga negara, lantaran jika tidak para stakeholder ini tidak bakal membacanya.”
Meskipun dia sangat mengapresiasi hadirnya kitab ini sebagai jalan tengah, ada beberapa perihal yangg tetap dia sayangkan. Ia mengungkapkan, “Sayangnya di sini yangg dibahas baru soal sistem pemilihan caleg dan capres, belum membahas soal pembatasan biaya kampanye. Padahal masalah biaya ini yangg paling menyulitkan para calon.”
Ridho al-Hamdi selaku penulis mengaku senang atas antusiasme mengenai usulan jalan tengah ini. Setelah mengundang beberapa perwakilan partai politik, muncul undangan untuk mengadakan aktivitas yangg sama di Jakarta. “Selain di Jogja, rencananya kami juga bakal mengadakan bedah kitab ini di Menteng,” ujar Ridho.
Baca Juga: Merawat Optimisme dan Kesadaran Hukum Anak Muda
“Studi ini adalah hasil kajian lapangan alias studi empiris dengan melibatkan 395 narasumber yangg tersebar di 6 provinsi, ialah Aceh, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua. Ditentukannya 6 provinsi ini tentu dengan beberapa pertimbangan, mulai dari tingginya nomor kecurangan dan pelanggaran, politik uang, area otonomi khusus, serta persebaran pedoman support Pilpres,” lanjutnya. Ia menerangkan lebih lanjut bahwa narasumber yangg terpilih berasal dari banyak pihak, mulai dari komisioner KPU dan Bawaslu, aktivis partai politik, akademisi kampus, dan pegiat kepemiluan.
Dalam penyampaiannya, akademisi asal UMY ini menjelaskan kenapa jalan tengah sistem dan tata kelola ini perlu ada. Selama ini, perdebatan antara mana yangg lebih baik antara CLPR (sistem pemilu proporsional tertutup) dan OLPR (sistem pemilu proporsional terbuka) selalu panas dan tidak berkesudahan. Oleh lantaran itu, lewat karya ini Ridho mengusulkan jalan tengah tersebut.
Ia menjelaskan, “Baik CLPR maupun OLPR saya kira tidak menyelesaikan masalah. Untuk menyelesaikan masalah ini, perlu ada jalan tengah yangg mengakomodir kedua sistem. OLPR dalam banyak perihal tetap condong lebih baik daripadaa CLPR alias tertutup. Jika CLPR lebih mengandalkan intervensi partai, OLPR lebih mengandalkan intervensi pemilih.”
“Untuk mengakomodir CLPR dan OLPR, maka dipilihlah MLPR. MLPR ini adalah sebuah upaya untuk mengakomodir dua dikotomi ekstrem tersebut, tanpa menghilangkan nilai-nilai baik dari kedua sistem. Sistem OPLR nantinya bakal berpengaruh pada keterpilihan caleg jika bunyi caleg melampaui bunyi partai, dengan begitu caleg kudu berjuang total. Adapun sistem CPLR berpengaruh pada keterpilihan caleg jika bunyi caleg di bawah bunyi partai.” lanjutnya. (lsz)
English (US) ·
Indonesian (ID) ·