Pertanyaan:
Pada masa sekarang ini berkurban dalam arti melakukan ibadah dengan melakukan penyembelihan ternak kambing, sapi atau unta yang sebagian diberikan kepada fakir miskin, telah banyak ditunaikan. Yang menjadi pertanyaan saya, wajibkah berkurban itu? Kalau wajib, sebagaimana orang melakukan zakat, berapakah nishabnya? Artinya kalau orang telah memiliki kekayaan atau uang berapakah orang itu terkena wajib kurban? Selama ini belum kita dapati keterangan itu. Dalam pelaksanaan di masyarakat ada orang yang kelihatan mampu tidak melaksanakan kurban, sedang orang yang kelihatannya tidak mampu malah melakukannya. Mohon penjelasan. (Indah Amaliyah, Jl Sedayu 8 15 Surabaya 60178)
Jawaban:
Berkurban adalah sunah Nabi saw, artinya perbuatan yang selalu dilaksanakan Nabi saw setiap tahunnya pada hari tanggal 10 Dzulhijjah. Pelaksanaan berkurban sebagai tuntunan diikuti sesuai dengan anjuran-anjuran beliau agar ummatnya melakukannya bahkan dengan penguat riwayat Ahmad dari Ibnu Majah yang dishahihkan oleh Al- Hakim.
مَن كانَ لَهُ سَعةٌ ولَمْ يُضَحِّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلّانا
Artinya: “Barangsiapa yang telah mempunyai keluasan (rizki) dan tidak mau berkurban, maka janganlah mendekatai tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majjah dan dishahihkan oleh Al-Hakim)
Mengenai hukum melakukan kurban, jumhur ulama menyatakan bahwa hukumnya sunat muakadah, sedang ulama Hanafiah menetapkan hukum kurban ini wajib. Alasan ulama Hanafiah adalah Hadits riwayat Ahmad dan Ibnu Majjah di atas. Jumhur ulama berdalil pada sabda Nabi saw riwayat Ahmad dalam sanadnya dan hakim dalam al-Mustadrak yang berbunyi:
ثلاثٌ هنَّ عليَّ فرائضُ وهنَّ لكم تطوعٌ الوترُ والنحرُ وصلاةُ الضحى
Artinya: “Tiga hal yang untukku fardhu dan ketiganya itu untukmu sekalian tathawwu’ yakni shalat witir, menyembelih kurban dan shalat dhuha.”
Dalam Hadits ini ada seorang perawi yang lemah, kelemahan ini terungkap oleh an-Nasai dan ad-Daruquthny. Ulama Syafi’iyah menetapkan hukun kurban itu sunat kifayah bagi setiap rumah tangga didasarkan pada sabda Nabi saw:
يا أيُّها النّاسُ على كلِّ أهلِ بيتٍ فى كلِّ عامٍ أضحيَةٌ
Artinya: “Wahai manusia, bagi setiap keluarga pada setiap tahun hendaknya menyembelih kurban…” (HR. Ahmad, Ibnu Majjah dan at- Tirmidzi). Nilai Hadits hasan gharib.
Terlepas dari hukumnya, karena berkurban merupakan perbuatan Nabi saw yang selalu dibiasakan setiap tahunnya, sebagai ittiba’ kita kepada Nabi saw tentunya kurban itu termasuk yang baik kita lakukan setiap tahunnya, bagi yang memang mempunyai keleluasaan rizki memang sulit ditetapkan jumlahnya. Hal ini dapat kita masukkan pada perbuatan yang baik (al-birru), yang ukurannya diserahkan kepada masing-masing Muslim untuk bertanya kepada dirinya sendiri, sesuai dengan Hadits riwayat Ahmad dan Ad-Darimy dari Wabishah bin Ma’bad dengan sanad hasan.
استَفتِ قلبَك، البِرُّ: ما اطمأَنَّتْ إليه النَّفسُ، واطمأَنَّ إليه القَلبُ، والإثمُ ما حاكَ في النَّفسِ وتردَّد في الصَّدرِ، وإنْ أفتاكَ الناسُ وأفْتَوْكَ
Artinya: “Mintalah fatwa hatimu, perbuatan baik (al-birru) itu apa yang dapat menentramkan hatimu, dan dosa ini apa yang terbetik dalam diri dan berdetak dalam hatimu, sekalipun orang lain menasehatimu atau minta nasehatmu. (HR. Ahmad dan ad-Darimy dari Wabishah bin Ma’bad)
Dalam Hadits itu diterangkan tentang ukuran kelayakan bagi seseorang untuk masing-masing mawas diri, kalau dihubungkan dengan ibadah kurban yang dianjurkan bagi orang yang mempunyai keleluasaan rizki, agar masing-masing mawas diri dan menanyakan pada dirinya sendiri. Pantaskah aku tidak berkurban? Padahal untuk keperluan dirinya kadang-kadang lebih dari itu ia keluarkan dengan mudah. Tidakkah saya ini termasuk yang mengingkari nikmat Allah?…. dst.